ㅡ002

3.4K 563 74
                                    

Brigita selalu bilang bahwa dirinya tidak sombong. Jikalau dia bersikap sombong, itu memang bakat alami sebagai cewek cantik yang perlu menjaga diri. Lagi pula, sombong itu perlu. Daripada dirinya merendah untuk meroket, terlalu munafik.

Seperti saat ini, bibir berwarna pink akibat polesan liptint itu mengeluarkan omelannya ketika motor Rajaf keluar dari kawasan sekolah. "Motor butut kamu ini bisa lebih cepet nggak, sih? Panas tahu!"

Rajaf tidak menanggapinya. Menganggap bahwa itu suara gaib yang bercampur dengan angin sehingga malas untuk ditanggapi. Tidak mendapatkan respons dari Rajaf, cewek itu kembali membuat ulah. Menepuk pundak Rajaf kemudian menunjuk salah satu motor yang merupakan ojek online masa kini.

"Jaf, lihat tuh, tukang ojek aja motornya CBR. Masa kamu supra?" tanya Brigita yang merupakan pernyataan bernada cibiran. Memang, pria yang menggunakan jaket kebangsaan para supir transportasi online itu mengendarai motor dengan cc besar yang berwarna merah.

"Ya udah, ikut aja kamu sama dia. Lupa kalau aku nggak mampu beli yang kayak gitu?"

Perkataan itu dikatakan Rajaf dengan dingin. Melampiaskan rasa kesal yang ia miliki kepada sosok Brigita. Merasa bersalah, Brigita kemudian melingkarkan tangannya ke perut Rajafㅡyang semula hanya memegang jaket cowok itu. Rajaf melirik sekilas pegangan itu, lalu berganti ke spion motornya yang memperlihatkan sedikit wajah Brigita. Dengan sopan, Rajaf melepaskan lengan yang melingkari pingganggnya sembari berkata, "Enggak mempan kamu kayak gitu ke aku, Bri. Aku bukan cowok murahan yang bakal luluh cuma karena kamu peluk."

Motor itu berlalu melintasi jalanan kota hingga berhenti di depan rumah bernuansa simpel minimalis. Tanpa tedeng aling, begitu motor terparkir sempurna, Brigita berlari masuk ke dalam rumah membiarkan sepatunya menginjak lantai yang baru saja dipel oleh Ibu Amin.

Rajaf mendengkus melihat tingkah Brigita. Kemudian berjalan mendekati ibunya berkata, "Ibu istirahat atau bersih-bersih yang lainnya saja. Biar nanti Rajaf yang lanjutin buat ngepel lantainya."

Senyuman Ibu Rajaf mengembang meski tak secerah dulu. Sorot matanya menatap dengan bangga pada putra tunggalnya yang selalu berbakti dan menghormatinya. Dan Rajaf paham tatapan itu, tatapan yang selalu membuatnya merasa teduh hingga ia menginjak usia 17 tahun. Tatapan yang terkadang juga membuatnya terluka, karena ia masih belum mampu membahagiakan orangtuanya.

***


Brigita langsung masuk ke dalam kamarnya―masih lengkap dengan seragam dan sepatu. Sebagian badannya berada di atas kasur sedangkan kakinya masih menapaki lantai, membiarkan seragamnya yang melekat lebih dari setengah hari itu menempel pada sprei kasur. Tidak peduli bahwa kenyataannya kuman-kuman yang menempel seharian di tubuhnya dapat berpindah ke kasur dan menyebabkan kulit gatal. Setelah berisitirahat sejenak, hampir setengah jam, Brigita langsung melepaskan sepatunya. Melemparkan alas kaki itu ke tepian lalu berjalan menuju kamar mandi yang terletak di luar kamar.

Menggunakan jubah mandinya selesai mandi, Brigita bergerak keluar dari kamar mandi. Tanpa sengaja, dia berpapasan dengan Rajaf yang membawa kain pel serta ember. Cowok itu sendiri langsung menundukkan pandangannya, merasa malu melihat Brigita yang seperti itu. Sedangkan Brigita, tak peduli dan tetap saja melenggang dengan jubah mandi serta rambut basahnya. Sesekali bersenandung kecil menyanyikan lagu milik salah satu kontestan acara kompetisi menyanyi yang berjudul 'Jangan'. Di dalam kamar, Brigita melepaskan jubah handuk itu, melemparkannya ke atas kasur lalu berganti pakaian. Membalut tubuhnya dengan sebuah kaos serta celana pendek. Tak lupa, ia menyisir rambutnya kemudian keluar dari kamar untuk menggoda targetnya.

Target itu kini masih sibuk dengan kegiatannya. Ya, Rajaf masih sibuk mengepel. Membersihkan tiap sudut lantai rumah ini dengan kain pel yang berada di bawah gagang berwarna putih.

Pretty RebelliousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang