ㅡ010

1.7K 324 33
                                    

Brigita kembali keluar kamar saat adan asar berkumandang di perumahannya. Dengan penampilan yang lebih baik karena sudah mandi, dia berjalan menuju teras, duduk lesehan dengan kedua lututnya yang ditekuk. Memeluk lututnya sendiri lalu menatap hamparan pot yang berisikan beberapa tanaman hias.

Jemarinya bergerak dengan lincah untuk memutar lagu di ponselnya setelah adan selesai. Mendengarkan secara acak, dia membiarkan lagu itu mempermainkan hatinya.

Rei, Rei, Rei.

Nama itu melintas di pikiran Brigita. Monster yang kini terus mengganggunya dan membuatnya kesal bukan main.

Rajaf yang kebetulan akan ke masjid dan melihat Brigita duduk termenung langsung mengembangkan senyumnya meski sedikit dia tahan. Cowok itu tak habis pikir, mengapa dia bisa betah untuk berteman dengan cewek itu.

Kaki Rajaf memperkecil jarak di antara mereka. Dengan iseng, dia melilitkan sarung yang tadi berada di lehernya ke wajah Brigita hingga menutupi mata cewek itu.

"Apa, sih, Jaf! Dipikir lagi syuting FTV apa gimana pakai tutup-tutup mata?!" semprot Brigita kesal karena Rajaf bersifat mengganggu setelah tadi mengusirnya dengan kurang ajar.

"Siapa juga yang bilang lagi syuting? Bercanda doang! Salat, yuk?" ajak Rajaf akhirnya setelah membalas kemarahan Brigita.

Brigita menggeleng. "Lagi bulan berdarah. Lupa?"

Rajaf mengangguk, kemudian pamit untuk ke masjid yang diiyakan oleh Brigita tanpa minat. Selepas kepergian Rajaf, Brigita kembali termenung. Duduk melamun mengigat kenanganya bersama Rei yang kemudian terhenti karena kedatangan sosok anak kecil yang memanggil namanya.

"Kak Bli! Kak!"

Suara Alif, anak tetangga depan rumah berteriak memanggil Brigita. Anak itu sudah ikut duduk di sebelah Brigita, menirukan gaya duduknya yang membuat Brigita terkekeh kecil.

"Woi, Alif! Ngapain kamu ikut-ikutan gaya Kak Brigita?" tanya Brigita yang memanggil diri sendiri dengan panggilan Kak Brigita karena dia tidak suka dipanggil mbak namun bibir Alif seakan suka memanggil semua orang dengan sebutan mbak.

"Ndak apa. Alif capek, Kak. Tadi habis lali-lali dikejar Bonbon."

Kalau kalian lupa Bonbon itu siapa, dia anjing milik tetangga satu perumahan Brigita. Rumahnya di paling ujung dan tidak tahu kenapa, Alif suka menggoda Bonbon meski nanti akan lari-lari sendiri kalau anjing itu sudah mengamuk meski diikat yang tentu saja tidak bisa mengejar Alif.

"Alif, aku lagi galau, nih. Cara biar nggak galau gimana, ya?"

"Galau itu apa, Kak?"

"Ih, Alif! Kamu nggak gaul! Galau itu sedih!" Brigita sengaja memilih kata sedih karena malas kalau harus menjelaskan panjang lebar pada bocah di sebelahnya.

"Kalau sedih beli es klim aja, Mbak Bli! Mama suka beliin aku es klim di Indomalet kalau lagi sedih."

"Ih, pantes gigi kamu ompong! Makan es krim terus, sih!" Brigita mengejek bocah berusia hampir empat tahun yang masih belum bisa mengucapkan huruf R itu.

"Es klim enak tahu!" Alif menguatkan argumentasinya dan tidak mau kalah dengan Brigita. Mereka kembali beradu mulut bahkan Brigita mengabaikan sosok Rajaf yang baru pulang dari masjid.

"Alif ... Alif ... kalau ketemu monster enaknya diapain?" tanya Brigita lagi melanjutkan aksi curhatnya kepada anak kecil.

"Alif bakal lali, Kak Bli! Alif takut kalau nanti diculik gimana? Kata Mama kalau Alif diculik, nanti nggak dikasih es klim. Makanya Alif nulut sama Mama nggak main jauh-jauh."

Pretty RebelliousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang