ㅡ009

1.7K 313 14
                                    

Setibanya di rumah, Rajaf langsung memparkirkan motornya di samping sebuah mobil Alphard berwarna hitam yang dia hafal bahwa itu kepunyaan Arin, majikan sekaligus tante dari Brigita.

Brigita sendiri sudah masuk ke dalam rumah, memanggil tantenya dan memeluk Arin saat menemukan sosok itu baru saja selesai salat asar. Wanita yang mengenakan kerudung berwarna abu-abu itu balas memeluk Brigita sembari mengusap rambut keponakannya lembut.

"Gimana sekolah kamu?" tanyanya saat mereka berjalan bersama untuk duduk di sofa depan televisi.

"Baik, Tan. Tapi ya manusianya gitu deh. Norak banget." Brigita menceritakan tentang kegiatannya di sekolah. Sedangkan Arin sebagai pendengar yang baik ikut mendengarkan, sesekali menimpali dan sekaligus menasehati sikap keponakannya yang keterlaluan kepada teman-temannya.

"Kamu jangan kayak gitu, Bri. Kasihan temanmu." Arin menasehati saat Brigita bercerita bahwa tadi ia baru saja menghina Haris yang terus mengejar-ngejarnya.

"Dia nyebelin, Tan! Brigit nggak suka sama dia! Kenapa ngejar-ngejar coba? Iya, sih, aku cantik, tapi jangan bikin kesel dong! Udah, ah! Brigit males kalau ngomongin Haris yang nggak sadar diri kalau kadar kegantengannya cuma mempan buat cewek-cewek alay sekolah."

Arin tertawa mendengarnya. "Kamu itu mulutnya, Bri! Nanti nggak ada yang berani naksir kamu lagi, lho."

Brigita mendengus, menampakkan wajah congkak yang membuat sang tante tertawa lagi. "Enggak mungkinlah! Selama Brigita tetap cantik pasti ada yang naksir. Ya, nggak, Jaf?" tanya Brigita kepada Rajaf yang hendak melewati dua majikannya itu.

Rajaf hanya membalasnya dengan senyum tipis. Lalu melanjutkan jalannya sembari membungkukkan sedikit badan. Bersikap sopan pada Arin selaku majikannya.

"Jaf, kamu ke sini, deh."

Itu bukan permintaan Brigita. Melainkan Arin yang memanggil Rajaf untuk datang mendekat. Mau tak mau, Rajaf berjalan mendekati mereka sembari tersenyum kepada Arinㅡtidak pada Brigita.

"Inggih, Bu?" tanya Rajaf kepada Arin.

"Duduk," perintah Arin lalu Rajaf menarik sebuah kursi kecil dan duduk di depan dua orang itu.

"Ibu titip Brigita, ya. Tolong maklumin dia kalau mulutnya suka asal ngomong. Sentil aja kalau dia kebablasan. Ingetin dia juga kalau suka nakal atau nggak nurut," ujar Arin yang dibalas anggukan oleh Rajaf.

Tidak mungkin, kan, dia menggelengkan kepala? Memangnya dia itu siapa sampai berani menolak perintah majikan?

"Err, ngapain sih, Tan? Aku udah besar nggak perlu dititipin ke Rajaf kali. Bosen lihat dia terus!" tolak Brigita yang langsung dicibir Rajaf tetapi di dalam hati.

"Kamu itu cuma besar badannya! Kelakuannya nggak beda jauh sama itu ... siapa namanya? Si Alif anak tetangga depan rumah."

Mata Brigita melotot. Tidak menyangka disamakan dengan Alif, tetangganya yang masih berusia 4 tahun.

"Ya, bedalah, Tan! Nggak ada yang lebih bagus gitu ngebandinginnya? Sama siapa gitu!" Brigita keki setengah mati. Rajaf yang mendengarnya tertawa puas meski kemudian bibirnya terkatup rapat saat Brigita memberikan pelototan kepadanya.

"Terus mau dibandingin sama siapa? Rajaf? Beda jauh! Kamu makan aja masih teriak-teriak minta disiapin, masa minta dibandingin sama Rajaf yang apa-apa mandiri?" ujar Arin dengan gamblang yang bukan sebuah ejekan semata.

Perkataan Arin adalah fakta dan benar adanya, karena Brigita itu benar-benar manja dan harus diperlakukan seperti ndoro putri.

"Ya, jelaslah! Dia anak pembantu masa mau banyak gaya!" sembur Brigita membuat air muka Arin tidak enak saat melihat Rajaf hanya diam. Meski rasanya sakit hati dengan ucapan cewek itu, dia hanya bisa diam dan menyadari bahwa memang begitu kenyataannya.

Pretty RebelliousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang