ㅡ007

1.7K 355 22
                                    

Kaki Brigita rasanya sulit untuk melangkah masuk ke dalam rumah. Walau begitu, dia tetap berjalan mendekati Rajaf yang auranya sudah kelabu dan siap menyambutnya untuk dimaki-maki.

"Eh, udah pulang?" tanya Brigita dengan ramah mencoba membuka topik pembicaraan lain supaya tidak terkena amukan Rajaf.

"Enggak usah cari topik lain ya! Dari mana aja kamu?" sembur Rajaf mengikuti Brigita yang kini berjalan di depannya.

"Main," kata Brigita singkat. Langkah kakinya semakin ia percepat sebelum kemarahan Rajaf semakin memuncak.

"Sini dulu, Bri," ujar Rajaf yang terdengar lembut namun penuh penekanan. Membuat Brigita berhenti dalam sekejap dan membalik badannya untuk menatap Rajaf yang kini sudah duduk di sofa.

"Ngantuk, nih? Kapan-kapan aja kalau mau ngajak ngobrol." Brigita kembali berkelit.

"Bri, ke sini aku bilang."

Perkataan itu sudah mutlak.
Brigita tidak dapat membantah.

Dengan bahu yang terkulai lemas ia berjalan mendekati Rajaf. Duduk di hadapan cowok itu dan menatapnya tanpa rasa bersalah.

"Kenapa?" tanyanya santai.

"Kenapa nggak langsung pulang? Kenapa malah keluyuran enggak jelas?"

"Ya suka-suka akulah! Ngapain kamu ngatur-ngatur?"

"Bukannya aku mau ngatur! Tapi kalau kamu yang kenapa-napa aku juga yang pusing! Kamu lupa tugas aku selama kamu di sini tuh buat ngejagain kamu! Kamu dibilangin malah bandel!"

"Apa sih? Jangan berlebihan kamu, Jaf! Lagi pula aku juga udah gede!" Brigita menatap Rajaf dengan pandangan penuh amarah. Nada suaranya sudah tak terkontrol dan ingin memaki cowok itu.

"Iya, kamu memang udah gede! Tapi tolong kerjasamanya ya, Mbak Brigita. Saya punya tanggung jawab untuk menjaga anda."

"Ya udah, besok-besok iket aja aku sekalian biar enggak bisa pergi-pergi! Kenapa sih, mau hidup seneng dikit aja susah?!"

"Karena kamu selalu melihat sesuatu dari sudut pandang yang negatif," balas Rajaf santai bersamaan dengan rasa marahnya yang mulai meredup.

"Ya, ya, semua yang aku lihat selalu dari sudut pandang negatif. Puas kamu?!" maki Brigita kemudian beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Rajaf. Memberhentikan pembicaraan mereka yang bahkan belum selesai dan membuat Rajaf berdecak kesal lalu ikut meninggalkan ruang tamu.

***

Selepas magrib, Brigita bermalas-malasan di depan televisi. Tangannya sibuk memotong kuku jarinya, sesekali menggosoknya agar mengkilap.

"Bu Ijaaah! Makaaan!" teriaknya dengan cukup keras padahal meja makan terletak tidak jauh dari tempat dimana sekarang ia duduk. Hanya perlu beberapa langkah sebenarnya untuk mengambil sendiri tanpa berteriak-teriak.

"Iya, Mbak!"

Bu Ijah sudah di depan meja makan, mengambilkan nasi ke piring yang sekarang ada di tangannya.

"Mbak, lauknya mau sama telur dadar atau sosis?" tanya Bu Ijah yang dibalas Brigita telur dadar sehingga menyebabkan wanita itu langsung menggorengkan telur dadar untuk Brigita.

Pretty RebelliousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang