Arjuna mondar mandir di kamar hotelnya, berkali-kali mengembuskan napas keras-keras, berhenti sebentar di tengah ruangan dan kembali berjalan bolak –balik dari ujung kamar ke ujung lainnya. Akhirnya dia berteriak jengkel sambil mengacak rambutnya dan jatuh terduduk di ujung tempat tidurnya. Ia memejamkan matanya membayangkan kekacauan yang tak lama berselang dilakukannya.
Ingatannya melayang beberapa jam lalu, di dalam Lexusnya, dalam kondisi kepedasan, dia mencium Bianca. Mencium Bianca! Memang itu merupakan tantangan yang diucapkan Arjuna pada Bianca sebelum mereka pergi berkencan. Sumpah, itu cuma gertak sambal. Arjuna sama sekali nggak berniat melaksanakan tantangan itu, dia hanya ingin mengganggu Bianca.
Entah apa yang sedang singgah di otaknya saat itu. Apa karena perutnya yang sudah seperti badai mengamuk, atau mulutnya yang terasa terbakar, seketika aja Arjuna melihat bibir Bianca seperti gulali. Dan sialnya, selain mencium Bianca, sempat-sempatnya dia memfoto keadaan itu dan mengirimkannya kepada Mama di Belanda.
"Aarggh! Juna! Bodoh banget kamu!" Wajah Arjuna merah padam. Dia bisa mengingat bagaimana melongonya Bianca –hal yang membuat kaget adalah tidak adanya tamparan di mukanya- menjilat sekilas bibirnya dan ngeloyor pergi dari Lexus Arjuna, seakan bibir mereka yang saling menempel itu nggak ada artinya bagi cewek itu.
Bukan main jatuhnya pamor Arjuna di hadapan Bianca. Harga dirinya sebagai cowok terempas begitu saja, padahal itu ciuman pertama Arjuna. Makin parah, Mama di Belanda sampai melakukan video call hanya demi menatap langsung Arjuna demi meminta jawaban kebenaran foto ciumannya sama Bianca. Kebayang, girangnya bukan main Mama dan Papa saat melihat ciuman pertama Arjuna kepada Bianca.
Arjuna meringis. Bukannya bibir mereka cuma menempel? Apa itu bisa dikategorikan sebuah ciuman? Bukannya ciuman itu sejenis French Kiss yang melibatkan gerakan lidah? Sedangkan dia dan Bianca? Demi Tuhan, dia cuma menempelkan bibir saja di bibir merah muda si Bianca. Rasanya tak percaya kalau cewek tomboy itu memiliki rasa bibir seperti permen.
Ia menggelengkan kepalanya dan membaringkan tubuhnya di ranjang, menutup wajahnya dan menghentakkan kakinya di kasur. "Ah,sialan! Sialan!" suara pesan masuk pada ponselnya membuat Arjuna berhenti memaki.
Dengan malas, dia menjangkau ponselnya dan duduk dengan tegak saat membaca siapa yang mengirim pesan. Bianca! Mau apa cewek tengil ini? Pesan segera dibuka dan dia nyaris membenamkan dirinya ditumpukan bantal dan mengerang frustasi.
"Itu tadi apaan sih?Lo nyium gue ya?"
Oke, Bian! Nggak perlu nyindir aku seperti itu. Berengsek nih cewek, mana ditutup pakai emot terbahak-bahak lagi, batin Arjuna dongkol. Sebelum melempar ponselnya, Arjuna mengetikkan balasan pada Bianca.
"Iya, aku nyium kamu. Nggak berasa ya? Kamu mau teknik yang kayak apa?"
Mampus! Arjuna menunggu lanjutan balasan Bianca, namun cewek itu diam dan keterangan online di bawah namanya telah hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS MR. ALMOST (HIATUS)
General Fiction"Gue tuh nyarinya Mr. Right bukannya Mr. Almost! Kayak gimana kita berdua berusaha senyaman mungkin bersama, ujung-ujungnya...ZONK...ZONK!" Bianca menggerakkan jarinya seakan sedang menggorok lehernya sendiri dengan tampang bete di depan sahabatnya...