Our frustation

2.4K 269 23
                                    

"Daddy!" Sarada berlari dan segera memeluk Sasori setibanya ia di apartment milikku. Ia membuka lebar tangannya dan meminta Sasori untuk segera menggendongnya dan Sasori mengabulkan permintaan putri kecilnya.

"Oh betapa aku merindukan putri kecilku. Daddy membelikanmu beberapa hadiah kecil." Sasori tak henti-hentinya mencium permukaan wajah milik Sarada. Anak ayam itu hanya terkekeh geli saat Sasori melakukannya.

"Kau tidak merindukanku?"

"Aku merindukan dadamu, apa itu termasuk merindukanmu?" Ia menyeringai dan itu mengerikan! Sasori tak jauh berbeda dengan seorang pedofil yang akan meluncurkan aksinya.

"Terserah kau saja."

"Persiapkan dirimu malam ini, sayang. Tak akan kubiarkan sedetikpun kau tidak menjeritkan namaku di bawah pelukanku dan ku pastikan badanmu akan menjadi kanvas dimana aku bisa menciptakan hasil karyaku seindah mungkin." Bisikan nya membuatku gila! Ia menghembuskan nafasnya di telingku, sesuatu di bawahku ingin segera diporak-porandakan saat ini juga.

"BDSM pun aku tak mempermasalahkannya." Aku tak ingin kalah darinya.

"Akan kubuat channel milikmu menangis karena perbuatanku, masih tersisa banyak waktu untuk mempersiapkan dirimu." Ia benar-benar gila!

Sasori meninggalkanku setelah ia membisikan beberapa mantra gilanya. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bersama Sarada. Rasa penasaranku mengenai hilangnya Sasori beberapa hari ini timbul kembali. Namun kurasa mempertanyakannya di saat ini merupakan hal tidak tepat. Aku tidak ingin membuat moodnya rusak.

"Sakura, bisakah kau membuatkan kami sarapan? Sarada mengatakan padaku bahwa ia membutuhkan asupan makanan."

"Jangan menjadikan Sarada sebagai alasan pencernaamu. Sarada telah sarapan, apa sulitnya mengatakan bahwa kau yang lapar? Dan jangan berteriak di dalam rumah." Kupingku tidak tuli untuk mendengarkan ucapannya tanpa perlu ia berteriak. Membuat telingaku sakit di pagi hari.

"Perutku dan adikku lapar hal yang berbeda Sakura. Apa kau tetap akan membuat mereka kenyang?"

"Hentikan omong kosongmu di pagi hari Sasori! Kau membuatku gemas ingin menendang pantatmu keluar dari rumahku."

•••

[Author PoV]

Sasuke, pria itu, tidak merasakan suasana bahagia seperti di kediaman milik Sakura. Kediaman milik nya merupakan kebalikan.

Sasuke kacau, bahkan penampilannya hampir menyerupai orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan. Ia frustasi dengan hidupnya. Menyesal akan perbuatan bodohnya di masa lalu. Semua hal ini tak akan mungkin terjadi jika Sasuke tidak melakukan hal-hal gila.

"Ini telah satu bulan lebih sejak pertemuan kalian, dan kau belum menunjukan suatu peningkatan? Mengapa kau menjadi pria tumpul?"

Ibunya benar. Ia menjadi pria lemah. Ia bahkan tidak dapat menyakinkan Sakura. Kehadiran Sasori membuat semuanya menjadi rumit, akan sangat sulit untuk memisahkan mereka terutama Sarada. Sasuke tahu pasti seorang anak perempuan memiliki kecenderungan lebih dekat dengan seorang ayah.

"Tidak dapat kah kau membantuku? Oh setidaknya aku membutuhkan kemampuan untuk mati-respawn lalu tak mengingat masalah-masalah yang kuhadapi sebelumnya."

"Wanita membuat pria kehilangan akal sehatnya. Ya, setidaknya aku tidak memancing wanitaku untuk membuatku menjadi gila."

"Bisakah kau memberiku saran?"

"Seorang penakluk hati wanita untuk pertama kalinya gagal menaklukan wanita beranak satu."

"Aku memintamu untuk membantuku, bukan untuk menyimpulkan semuanya." Sasuke menggeram kesal melihat respon yang di berikan oleh sang kakak. Ia mengira Itachi akan membantunya mencari jalan keluar, namun sebaliknya, itachi menyudutkannya.

"Sifat seorang anak diturunkan dari orang tuanya. Aku yakin ayah sepertimu dulu. Bersyukurlah sifatnya diwariskan padamu, bukan padaku."

Sasuke mengumpat, ia memukul kepala sang kaka. Ia sudah terlalu geram dengan ucapan kakanya yang terus-menerus menyudutkannya. Sasuke tahu bahwa Itachi tidak serius dengan perkataannya. Namun, tetap saja itu membuatnya kesal.

"Aku menyesal mendengar semuanya." Iris hitamnya menatap dua bola mata hitam di sampingnya. "Jika kau meminta saran padaku, aku pun tidak tahu harus mengatakan apa. Karena aku belum pernah dan tidak akan bertindak segegabah dirimu, Sasuke." Lanjutnya.

"Aku tahu, semua orang mengatakan hal yang sama. Saat ini aku hanya ingin Sakura kembali percaya padaku sepenuhnya. Sarada membutuhkanku."

"Jika Sasori lebih dewasa daripada ayah kandungnya, kurasa kehadiran Sasori cukup baginya. Sarada perlu tahu ayah kandung aslinya, namun itu ada saatnya. Saat ini sosok figure ayahlah yang ia perlukan, dan ia sudah mendapatkannya."

Ucapan Itachi bagaikan besi panas yang dipanahkan ke dalam hatinya. Semuanya terasa menyesakkan. Sasuke meremas sofa tempat dimana ia duduk.

"Hukum tabur-tuai benar adanya. Saat ini kau tengah menuai apa yang kau tabur, Sasuke. Seandainya saat itu kau benar-benar mempercayai Sakura, tidak berpuruk sangka padanya. Ku pastikan kau tidak akan bermain api bersama Shion." Ia merangkul sang adik. Sasuke mengeratkan pelukannya pada Itachi. Ia menyesal, semuanya sangat menyakitkan. Ia tidak dapat berkata-kata, lidahnya kelu.

"Apa kau pernah memikirkan keadaan Sakura pada saat ia mengandung Sarada? Tanpa dukungan seorang suami? Lalu melihatmu bermain dengan wanita lain? Di sisi lain ia masih sibuk mengejar karirnya sebagai dokter? Renungkanlah semuanya, dan sadarilah betapa brengseknya dirimu, Sasuke. Apa kau rela bersujud meminta maaf di hadapannya?"

Sasuke menatapnya, ia mulai melepaskan pelukan.

"Temuilah Sakura secepatnya."

•••

[Sakura PoV]

Kehadiran Sasori membuat apartment miliku terlihat seperti kandang ayam. Aku baru menyadari bahwa Sasori dapat seperti anak-anak jika bersama dengan Sarada. Mereka bermain rumah-rumahan dan tentu saja Sasori memintaku meminjamkan sprai dan bedcover untuk dijadikan rumah. Setelah memporak-porandakam kamarku, mereka berpindah tempat menuju ruang tamu. Membuat rumah nomaden disana.

"Waktunya bermain telah habis, bereskan apa yang telah kau mulai Sasori. Aku terlalu malas untuk membereskannya. Jadilah pria yang bertanggung jawab."

"Daddy mulai bosan dengan permainannya mari kita mencari permainan baru." Sialan, Sasori mengabaikanku. "Salad ingin bermain apa?"

"Salad, mandi saat ini juga. Hari mulai sore." Sasori mencemoohku dengan mengikuti gayaku berbicara, dan Salad tertawa. Bagus, tidak ada seorangpun yang mendengarkanku.

"Daddy lapar, Salad ingin makan apa?"

"Berhentilah membuat Salad mengabaikanku, Sasori!"

"Baiklah mari kita mencari chicken cream soup." Sarada bertepuk riang ketika Sasori langsung menggendongnya dan membawanya pergi untuk mencari makan.

"Aku merasa tidak berguna sebagai ibu."















Tbc

Hallo kalian? Apa kabar?

Maaf sekali ketiga fict ku jadi slow update. Aku udah bener-bener sibuk menjelang UN bulan April nanti, walaupun ini masih Januari tapi udah mulai banyak uprak' ah gila muak banget itu. Belom lagi proposal dan laporan di setiap upraknya *nangis* .

ANYWAY AKU BELOM SIAP BIKIN ADEGAN GTUAN TERNYATA )))): yalord belom siap mental.

Ditunggu vomment nya ya! Karna itu semua mood booster banget disaat aku udah frustasi banget sma tugas' 😭

Semoga suka and see you next chapter ❤️❤️

Turning BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang