"Kau tahu? Aku suka memperhatikanmu saat kau duduk dibawah senja, aku ingin memelukmu, namun sayang, dunia kita berbeda. Sehingga untuk mendapatkan dirimu, aku harus menghentikan detak jantungmu"
•••●●●•••
Bell berbunyi, kami segera keluar dari kelas dan menuju rumah masing-masing. Aku melihat Ragil duduk didepan kelasnya. Dia menoleh kearahku dan berdiri.
"Hai Viola" sapa Ragil. "Hai Ragil.. " aku menjawab sapaannya. "Emm.. Ayo" kata Ragil. Kami pun berjalan berdampingan menuju gerbang. Aku melihat Raka berdiri disana. Aku lupa kalau aku sudah ada janji untuk pulang bersamanya.
"Eh.. Ngapain lu bareng-bareng sama Viola? " gerutu Raka. Ragil menunduk. "Raka.. Kamu gak perlu seperti itu " kataku menggerutu.
"Emm.. Ragil.. Maaf ya, aku lupa ada janji sama Raka, jadi.. " belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Raka menarik tanganku. Aku menatap Ragil yang terlihat sedih.
Entah kenapa aku juga merasa sedih melihat ekspresinya.
Raka mengantarkanku sampai ke rumah dengan motornya. "Emm terimakasih, Raka" kataku.
"Apa aku boleh mampir dulu ke rumahmu? " tanya Raka. Sebenarnya aku tidak mau, tapi tidak enak juga jika aku menolak, karena dia sudah mengantarku.
"Boleh.. " kataku.
Kami pun memasuki rumahku. Didalam ada Mama dan Viona. Mereka menoleh kearahku.
"Viola? Kamu sudah pulang? Mama pikir kamu pulang sama Papa? " tanya Mama.
"Emm.. Aku dianter pulang sama Raka, temenku" kataku. "Assalamualaikum, Tante" sapa Raka sambil mencium tangan ibuku.
"Wa'alaikum salam, terimakasih ya udah nganterin anak tante" kata Mama. Raka tersenyum. "Mari duduk kita makan siang bersama, sambil nunggu Papa nya Viola pulang" kata Mama.
"Ah tidak apa-apa, Tante. Saya harus segera pulang.. Assalamualaikum " kata Raka sambil mencium tangan Mama lagi.
"Kok cepet-cepet? " tanya Mama. Raka hanya terkekeh kecil. "Aku pulang ya" kata Raka padaku. Aku mengangguk. Dia pun berlalu. Setelah itu, aku duduk di samping Viona.
"Cie, pacarnya kakak ya? Ganteng banget " kata Viona menggodaku.
"Ih, bukan" kataku menggerutu. Mama hanya tersenyum mendengar ucapanku. Bi Mimi dan Bi Mira menyajikan makanan ke meja.
Terdengar suara mobil Papa yang berhenti pelataran rumah. "Tuh Papa pulang" kata Viona setelah melihat Papa memasuki ruang makan.
Papa duduk di samping Mama. "Viola, kok kamu gak bilang sama Papa kalo kamu udah pulang? " tanya Papa.
"Tadi aku bareng sama temen, Pa" kataku. "Bohong Pa, bukan temen tapi pacarnya kak Viola" kata Viona.
"Ih, Viona apaan sih" aku menggerutu kesal. Papa tertawa. "Jadi Viola punya pacar ya? Kenapa gak bilang Papa? " tanya Papa sambil membelai rambutku.
"Ih bukan, Pa.. Dia temen Viola di SMA, Viola juga gak baru kenal sama dia" kataku.
Papa hanya tersenyum. "Papa izinin kamu punya pacar, asalkan dia seiman dan kalian pacarannya jangan melebihi batas " kata Papa. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum kecil mendengar ucapannya.
Kami pun makan siang bersama. Tiba-tiba, ponsel Papa berdering. Papa melihat layar ponselnya. Kemudian berlalu dari meja makan. Mungkin panggilan dari kantor.
Beberapa menit kemudian, Papa kembali dengan ekspresi panik. "Mamaku sudah meninggal dunia.. " kata Papa. Aku sangat terkejut. Viona menangis.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun " gumam Mama sambil menyentuh dada. "Ayo kita harus segera kesana.. " kata Papa. "Viola, Viona, siapkan barang kalian, kemungkinan kita akan menginap beberapa hari disana.. " kata Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGGAL
HorrorDia disana, tatapannya tertuju padaku. Kedua mata merahnya menyiratkan kemarahan atau mungkin dendam. Sementara aku tidak tahu kenapa dia menerorku dan teman-temanku selama ini? Padahal kami tidak pernah berbuat apapun padanya. Dan yang jelas, dunia...