JANGGAL 7

4 0 0
                                    

"Aku berteriak sekencang mungkin, tapi mereka semua tidak mendengarku, padahal aku berada didepan mereka. Seseorang menyentuh tanganku, ternyata anak kecil.. Dia bilang, mereka tidak akan bisa melihatmu, kau seperti aku, hantu"

•••●●●•••

Aku terkejut mendengar jawaban Famella. "Apa? Tapi tadi aku.. " aku tidak melanjutkan kata-kataku. Sungguh! Yang barusan terasa nyata. Seketika aku merinding.

Famella menyentuh lenganku. "Tenang saja, ibuku orang yang baik, dia tidak akan pernah melukai siapapun.. Tidak seperti dia " kata Famella dengan tatapan tertuju ke belakangku. Aku menoleh kebelakang, namun tidak ada siapa-siapa disana. Aku menyentuh kedua lengan Famella.

"Jangan membuatku semakin takut, dia siapa? " tanyaku panik. "Dia yang meneror kita semua" kata Famella. Seketika aku memeluk Famella.

"Aku takut.. " tangisku. "Jangan takut.. Kau aman disini, banyak sekali perlindungan disini, dia tidak akan macam-macam karena ini rumahku" kata Famella. Famella benar, seluruh dinding rumahnya dipenuhi salib.

"Lebih baik, obati lukamu" kata Ragil. "Kau terluka? " Famella bertanya padaku. Aku mengangguk.

"Kalau begitu, aku akan membawa obat ya" kata Famella kemudian berlalu meninggalkanku dengan Ragil. "Duduklah" kata Ragil. Aku mengangguk kemudian duduk berdampingan dengan Ragil.

"Tadi Raka beneran nganterin kamu? " tanya Ragil. Aku mengangguk. Tersirat kesedihan diwajah Ragil. Namun aku menepisnya, mungkin aku salah.

"Apa dia mengatakan sesuatu? " tanya Ragil. Aku menggeleng karena tidak mengerti. "Apa dia mengatakan sesuatu seperti, aku menyukaimu? " tanya Ragil. Aku terkejut dan serta merta menatapnya. Kami saling menatap. Entah kenapa aku merasa dia mengatakan itu dari hatinya. Ragil memutuskan kontak mata diantara kami. Aku tersenyum dan mulai berpikir, mungkin saja Ragil menyukaiku.

Arviola, jangan banyak berpikir aneh!

"Emm.. Dia tidak mengatakan apapun, dia hanya menemui ibuku dan sepertinya ibuku menyukainya" kataku. Seketika dia menatap diriku. Dia terlihat kesal.

"Tentu saja ibumu menyukai Raka, selain tampan, dia juga seiman denganmu" kata Ragil dengan ekspresi sedih. Aku menyentuh bahunya. Dia menatapku.

"Kenapa kau bicara seperti itu? Kepercayaan adalah hak bagi ummat beragama, bukan? Jangan jadikan perbedaan sebagai halangan.. Kita bangsa Indonesia, bangsa yang majemuk.. Jadi wajar kita memiliki banyak perbedaan suku, bahasa, budaya maupun agama.. " kataku.

OK, aku mulai berpidato seperti anak IPS. Padahal ini bukan jam pembelajaran. Raka tersenyum. "Kau benar, tapi Raka lebih agresif dalam mendekatimu" kata Ragil kesal sambil membenarkan kacamatanya.

Aku tersenyum melihat tingkahnya. "Kau cemburu? "

"Tentu saja" jawab Ragil cepat. Aku menaikan kedua alisku tanda terkejut. Di menatapku.

"Maksudku, aku kan temanmu yang sama-sama kelas IPS, tetangga kelas pula, sementara dia, kelasnya saja jauh.. Tapi dia bisa lebih dekat denganmu" kata Ragil menggerutu. Aku tertawa.

"Aku tidak pernah membedakan teman yang satu dengan yang lainnya.. Baik itu Raka, maupun dirimu" kataku. Ragil tersenyum.

JANGGALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang