"Kamu akan menyadari kesalahanmu setelah kau tiada atau setelah aku yang tiada"
•••●●●•••
Perlahan aku membuka kedua mataku dan menatap ke sekeliling kamar. Kamar ini terasa asing. Namun aku baru ingat setelah melihat Famella tertidur disampingku. Jadi aku menginap dirumah Famella. Lalu, bagaimana aku ke sekolah jika aku masih disini? Bajuku.. Bukuku.. Ponselku.. Semuanya dirumah.
"Aaa! " aku terhenyak saat sebuah tangan menepuk bahuku. Aku menoleh, ternyata Famella sudah bangun.
"Mel.. Aku harus pulang.. Semua baju dan bukuku dirumah" kataku. "Hemm.. Ragil akan mengantarmu" kata Famella. Aku mengangguk.
Kulihat jam menunjukkan pukul 5.55. Masih cukup waktu untuk kembali ke rumah dan bersiap-siap. Terdengar suara pintu rumah diketuk.
"Itu pasti Ragil, cepat minta dia untuk nganterin kamu" kata Famella. Aku mengangguk kemudian segera menuruni tangga. Aku membuka pintu. Ternyata benar, Ragil berdiri didepan. Dia menatapku heran.
"Ragil.. Cepat antar aku pulang, aku harus segera ganti baju dan pergi ke sekolah " kataku. Ragil mengangguk. Dia segera menaiki motornya. Aku pun duduk dibelakangnya.
Selama diperjalanan! Kami terdiam. Ragil juga fokus menyetir dalam kecepatan sedang.
"Terimakasih.. " kataku lirih. "Untuk apa? " tanya Ragil. "Kamu ma mengantarku pulang " kataku. "Bukankah kita teman? " tanya Ragil. Aku tersenyum.
Kami pun sampai di pelataran rumahku. Aku terkejut melihat mobil Papa sudah terparkir didepan rumah. Bagaimana ini?
Papa pasti akan salah sangka. Apalagi aku kembali bersama Ragil. "Ini sudah jam 6.30" kata Ragil yang membuatku terkejut.
"Iya, ayo masuk.. " kataku. Kami pun memasuki rumah dan mendapati keluargaku mencari diriku keseluruh ruangan dirumah.
"Pa.. Ma.. "
Mereka menoleh padaku. "Viola" Mama memelukku. "Kami khawatir sekali, kamu dari mana saja? Kami mencarimu dan sudah menelpon polisi " kata Papa.
Viona menoleh kearah Ragil. "Kakak kemari sama siapa? " tanya Viona. Pandangan Papa dan Mama tertuju kepada Ragil. Mereka berdua menatap curiga pada Ragil.
"Emm.. Pa.. Pagi.. Om.. Tante.. " sapa Ragil sambil membenarkan kacamatanya.
"Pagi.. Ada apa ini? Kenapa kau bisa bersamanya? Padahal semalaman kami mencarimu " tanya Papa padaku dengan tatapan tidak lepas dari Ragil.
"Emm.. Jangan salah paham dulu, sebenarnya semalam ada sesuatu yang buruk yang terjadi. Aku sangat takut sehingga memilih menginap dirumah Famella dan aku kembali diantar Ragil.. Ragil ini teman aku " kataku menjelaskan. Dan untungnya mereka mengerti.
"Aku harus segera bersiap-siap " kataku kemudian menaiki tangga menuju kamarku. Aku menghentikan langkahku dan menoleh kearah jendela yang semalam pecah karena hantu Dinda mendorongku hingga terluka. Namun aneh sekali. Kaca jendela itu masih terlihat utuh. Aku melihat lenganku. Bekas luka ini masih ada. Ada apa ini?
Aku tidak boleh meremehkan kekuatan hantu itu.
Aku segera mandi dan berganti pakaian. Setelah itu, aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Aku dan Ragil berpamitan kepada kedua orang tuaku.
Jam menunjukkan pukul 06.57 saat kami sudah sampai di sekolah. Aku dan Ragil berjalan berdampingan menuju kelas. Kami mendapatkan tatapan sinis dari Raka dan teman-temannya. Aku tidak tahu kenapa Raka tidak menyapaku seperti biasanya.
"Sepertinya dia marah.. " kata Ragil. "Biarkan saja.. Kenapa dia marah? " tanyaku berbisik.
"Mungkin karena kau bersamaku" jawab Ragil. Aku menoleh kearah Ragil. Ragil juga menatap diriku. "Aku berhak bersama siapapun, ayahku saja tidak melarang.. Dia bukan siapapun bagiku" kataku enteng.
Setelah kami sampai di kelas masing-masing, aku melambaikan tanganku pada Ragil. Ragil tersenyum sambil membalas dengan melambaikan tangan juga. Aku memasuki kelasku.
Famella sudah ada dikelas. Dia duduk di bangkunya dengan seseorang dibelakangnya. Sepertinya seseorang itu adalah anak kecil. Namun itu bukan Ardina. Anak kecil itu sangat menyeramkan. Aku baru ingat kalau kedua mata batinku telah dibuka oleh Famella semalam.
"Mel " panggilku. Famella mendongkak menoleh kearahku. "Hai, selamat pagi, Viola" sapa Famella.
"Itu.. Dibelakangmu " bisikku sambil menunjuk anak kecil dibelakangnya. Famella menoleh pada anak kecil itu.
"Oh tadi kita ketemu di jalan.. Dia juga tinggal disekitar sini.. Dia anaknya penjaga sekolah yang meninggal karena tertabrak motor" kata Famella tanpa beban. "Oh. Begitu ya.. Hemm.. Kasihan sekali.. " kataku pelan kemudian duduk dibangku ku.
Pelajaran pertama adalah Sejarah. Dimana Ibu Ningsih memberikan soal ulangan pada kami. Soal yang cukup sulit bagi kami. Kami pun mengerjakan soal ini dengan serius. Aku melihat hantu anak kecil tadi menghampiri ibu Ningsih. Dia menyentuh tangan bu Ningsih. Bu Ningsih tampaknya merasa tidak nyaman. Tangannya bergerak menggaruk bagian kulit yang disentuh hantu itu. Makin lama, garukan bu Ningsih makin kuat.
Aku pura-pura tidak melihat dan kembali fokus mengerjakan soal. Namun aku terkejut mendengar anak kecil itu tertawa melihat bu Ningsih. Tangan bu Ningsih sudah berdarah. Aku panik dan menoleh kearah Famella. Namun tampaknya Famella sedang fokus mengisi soal.
Aku melihat darah bu Ningsih semakin banyak dan menetes ke lantai. Aku panik. Anak itu semakin kencang tertawa. Aku menunduk pura-pura tidak melihatnya. Namun seperti ada sebuah tangan yang menyentuh betisku. Aku melihatnya. Sebuah tangan penuh darah kering dan nanah yang berbau busuk menarik betisku. Aku sangat takut. Tangan itu berasal dari lantai. Aku panik dan menarik kakiku.
Aku melihat tangan-tangan bermunculan dan juga menarik bu Ningsih. Tangan itu mencekik bu Ningsih. Bu Ningsih kesulitan bernapas dan berteriak.
Aku pun tidak tahan dan berteriak kencang. Aku menutup kedua telingaku dan menutup kedua mataku juga.
"Viola.. Viola? " aku mendengar suara bu Ningsih. Kemudian aku membuka mataku. Aku terkejut melihat semuanya melingkar di mejaku. Mereka menatapku heran. Kulihat bu Ningsih tidak apa-apa.
"Viola kamu kenapa? " tanya bu Ningsih. "Ah.. Tidak bu.. Saya hanya.. Hanya.. Sedikit pusing " kataku mencari alasan.
"Ibu panik sekali.. Ibu pikir kamu kerasukan" kata bu Ningsih sambil menyentuh dadanya.
Aku melihat Dinda berdiri disudut ruangan. Dia menatapku sambil tertawa mengerikan. Namun aku juga melihat seseorang yang mirip dengan Dinda merangkak di langit-langit ruangan. Dia terlihat lebih mengerikan. Aku menoleh kearah Famella.
Famella mengangguk padaku.
"IPS.. Aku datang.. "
•••●●●•••
By
Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGGAL
HorrorDia disana, tatapannya tertuju padaku. Kedua mata merahnya menyiratkan kemarahan atau mungkin dendam. Sementara aku tidak tahu kenapa dia menerorku dan teman-temanku selama ini? Padahal kami tidak pernah berbuat apapun padanya. Dan yang jelas, dunia...