1. The Cards

206 42 21
                                    


"Mencari suatu hal yang hilang tidaklah mudah, tapi percayalah perjuanganmu takkan sia-sia."

Hari Sabtu, hari yang paling ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Sekelompok remaja yang sedang berlibur merencanakan pertemuan mingguan mereka untuk bermain bersama, dan kebetulan minggu ini jatuh pada hari Sabtu. Seorang gadis berambut cokelat terang bernama Savannah tengah berjalan kaki ke rumah temannya. Mereka semua tengah dalam masa libur Natal. Ia tak sabar ingin berfoto di rumah temannya Dylan, karena nuansa natal di rumah Dylan benar-benar seperti istana bagi teman-temannya.

Savannah tiba bersamaan dengan ketiga orang lainnya, Levi, Zee, dan Ruby.

"Eh, kalian!" kata Levi, mereka bertiga lalu bertos-ria, tos khusus yang mereka punya yang dilakukan setiap kali bertemu.

Levi lalu mengetuk pintu rumah Dylan yang bercat putih dengan hiasan natal yang tertempel.

Tok tok tok.

Tak lama kemudian, pintu dibuka. Nampaklah sosok Dylan dengan pakaian santainya yang khas, dengan rambut tidak terlalu panjangnya yang acak-acakan. Walaupun begitu, ia tetap terlihat keren.

"Langsung masuk aja, udah ada yang lain." ajak Dylan sambil mengunyah permen karet. Savannah dan ketiganya melewati pintu rumah Dylan. Dylan lalu menutup pintu rumahnya.

Di sana sudah terdapat Britney, Bryan, Kate, Stella, serta Jeremy. Mereka berlima sedang duduk manis di sofa ruang tamu Dylan sambil melamun, menunggu kedatangan yang lain.

"Oi!" teriak Levi hingga mengagetkan kelimanya. Mereka spontan berbalik ke arah Levi dan menatapnya dengan tatapan kebingungan. Tamgan Britney bahkan hampir kena meja saking kagetnya.

"Apa?" tanya Jeremy dengan polosnya.

"Mau main, kan?" tanya Levi memastikan.

"Ya iyalah!" kata Bryan semangat. Ia lalu berdiri dan menghampiri Levi, Savannah, Zee, serta Ruby.

"Kita main di playroom aja." kata Bryan lalu berjalan ke memasuki playroom mereka. Playroom tersebut memang sengaja dibuat oleh orangtua Dylan agar mereka bersebelas berkumpul untuk sekadar bermain atau mengerjakan tugas. Rumah Dylan ini sering dijadikan basecamp mereka ketika berkumpul karena paling nyaman.

Ya, sebenarnya geng mereka terdiri atas sebelas orang. Namun, karena saat ini sedang musim liburan, anggota yang satunya lagi sedang pergi ke luar kota. Kebetulan pulang hari ini, tetapi pesawatnya sedikit terlambat dari jadwal.

Satu persatu dari mereka mulai memasuki playroom. Barang-barang tertata rapi, dengan nuansa gaming, serta wallpaper bergambar Donkey Kong-salah satu permainan video kesukaan Dylan. Levi, Bryan, dan Jeremy juga menyukai permainan video itu.

Mereka pun duduk melingkar di tengah-tengah ruangan, tempat yang memang dikhususkan untuk duduk.

"Mau main apa?" tanya Zee. Mereka sebenarnya hanya berkumpul untuk bermain, tetapi belum memutuskan untuk bermain apa. Pasalnya, semua permainan yang ada di playroom telah mereka mainkan, dan dimainkan berulang kali.

"Gatau juga." jawab Ruby.

"Mungkin Cavy ada saran?" tanya Levi sambil menunjuk Savannah. Cavy adalah panggilan akrab Savannah dari sahabat-sahabatnya.

"Truth or Dare?" semuanya menggeleng. Hampir setiap berkumpul mereka memainkan permainan ini, semuanya pasti sudah bosan. Bahkan Dylan hampir melempar bantalnya ke wajah Cavy.

"Werewolf?" semuanya saling memandang.

"Boleh juga." kata Kate, si rambut pendek, menganggukkan kepalanya.

"Kebetulan adek gue minggu lalu pesan kartu Werewolf baru yang limited edition, kartunya baru sampai kemarin. Tapi belum dibuka." kata Dylan lalu berdiri dan berjalan menuju rak kartu.

Setelah beberapa detik, Dylan pun kembali dan membawa setumpuk kartu berwarna biru dongker dengan gambar cakar serigala dengan kesan metallic di bagian belakangnya.

Keren sekali.

"Dereknya di mana?" Stella menanyai adik Dylan.

"Lagi pergi ke Mall. Kita pakai aja dulu deh, daripada bosan, kita ga ngapa-ngapain atau main Truth or Dare lagi, gua udah lelah dengar rahasia kalian, udah rahasia umum tau." kata Dylan lalu mengocok kartunya.

Derek memang anak kota yang hobinya pergi Mall bersama temannya, tidak seperti Dylan yang lebih memilih untuk bersantai dan bermain video game di komputernya.

"Yakin kita mulai tanpa Luna?" tanya Stella. Anggota satunya disebut, dan hari ini memang dijadwalkan kepulangannya. Mereka di sini ingin bermain sekaligus menunggu Luna dari bandara.

"Lah iya, dia bisa sampai kapan aja, kalau dia sampai kita tinggal ulang aja." Kate memeluk bantalan sofa.

"Siapa yang jadi moderatornya?" tanya Britney.

Zee pun mengangkat tangannya. Ia memang sedari dulu malas bermain dan lebih tertarik untuk berbicara. Bahkan ia dan Kate sering berdebat dikarenakan hal-hal sepele sekalipun, seperti mengapa huruf 'O' berbentuk bulat. Padalah di beberapa jenis tulisan, huruf O berbentuk elips atau oval.

Dylan lalu memberikan kartunya pada Zee. Namun, mata tajam Zee menangkap sebuah topi bergaris ungu di sudut ruangan dan ia berdiri dan berniat untuk mengambilnya.

"Eh? Mau ke mana lu?" tanya Ruby. Yang lain hanya menatap Zee dan ekor matanya mengikuti tujuan Zee.

Zee mengabaikan pertanyaan Ruby dan terus berjalan. Ketika ia sampai di sudut ruangan, ia mengambil topi itu dan membawanya ke tempat semulanya, dan duduk.

"Kartunya letakkan di sini, dan kalian ambillah satu kartu." kata Zee. Dylan meletakkan semua kartunya tepat di tengah-tengah lubang topi itu.

Semuanya pun mengambil kartu satu persatu. Mulai dari Ruby, Cavy, Levi, Dylan, Jeremy, Stella, Kate, Britney, dan terakhir Bryan.

Belum semuanya sempat melihat peran mereka masing-masing. Namun sudah terlambat. Topi tersebut bergetar dan bercahaya, dan semuanya menjadi gelap.

Jumat, 16 November 2018

martes, 10 de agosto 2021

LAMBDA - INTERTWINE [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang