22. Sebuah Usaha Keluar

33 9 14
                                    

Budayakan vote:)

"Apa ini?" tanya Levi, sudah jelas tulisan masih ditanya.

"Yang paling bagus matanya tolong dibacakan, udah burem kecil lagi tulisannya." lanjut Levi, matanya memang perlu kacamata namun belum berniat membeli.

Ruby lalu mendekatkan wajahnya pada lembaran itu, dan berusaha membaca tulisan kecil yang dimaksud Levi tadi, yang lainnya mundur karena mata Ruby memang yang paling bagus.

"Ini kok tulisannya agak aneh, ya?" gumam Ruby, lalu membaca berkali-kali.

"Emang apaan sih?" Jeremy mulai penasaran setelah lama tak membuka suara.

"Bacalah kalimat ini bersama-sama, isinya 'Dunia ini hanya sementara, semuanya fana.' gitu katanya." Ruby membaca dengan agak lantang tulisan itu.

"Dunia ini fana, apa?" tanya Dylan.

Dasar.

"Bukan, woi." ujar Britney sambil menoyor Dylan.

Kasihan, pasti sakit. Tapi rasakan itu.

"Sakit woi." keluh Dylan sambil memegang kepalanya. Toyoran Britney memang paling mantap.

"Makanya, diem dulu." Dylan langsung menutup rapat-rapat bibirnya.

"Dunia ini hanya sementara, semuanya fana, ayo hafal gais gue pengen pulang." Zee paling bersemangat karena rindu setengah mati dengan bioskop. Beda rasanya nonton dri TV dan bioskop, apalagi sendirian.

"Dunia sementara ini hanya fana."

"Dunia ini fana, hanya sementara."

"Dunia sementara ini hanya fana."

Semuanya sudah komat-kamit seperti dukun baca mantra, tapi mantranya masih salah semua. Untungnya Dylan tidak lanjut bernyanyi lagu Mbah Dukun, karena lirinya pas sekali.

Komat kamit mulut mbah dukun baca mantra.

"BUKAN, BEGO." protes Ruby dan Zee bersamaan, sesulit itukah menghafalnya.

"Dunia ini hanya sementara, semuanya fana. SUSAH BANGET SIH?" Oke Ruby mulai ngegas.

"Ada kertas sama pulpen nggak, sih? Tulis di kertas besar-besar aja biar ga lupa-lupa lagi. Soalnya kemarin-kemarin kan kalian jalan-jalan eh lupa." usul Stella, untung Stella pintar.

"Lupa gimana?" tanya Zee, karena Ia sendirian di dalam kabin ini jadi tidak berjalan-jalan.

"Kayak makin lama jalan makin lupa gitu." jelas Jeremy, karena ia sendiri pernah mengalaminya. Zee lalu memberikannya secarik kertas yang ia temukan di laci.

"Terus pulpennya darimana?" tanya Jeremy.

"Zee, di laci ada pulpen gak?" tanya Kate pada Zee.

"Sabar gue cek. Kalian bantu gue cari kertas ya." pinta Zee, semuanya mengangguk mengiyakan, sementara Zee mencari pulpen.

"Nih, banyak kertas gue dapat di lemari kalau masih mau. Keren banget dong lemarinya." kata Bryan, memegang beberapa lembar kertas, serta menunjuk ke dalam lemari yang barusan Ia buka.

Yang lain pun spontan menoleh ke arah Bryan. Bukan, bukan karena kertasnya tapi karena penasaran dengan lemarinya. Semuanya menatap lemari itu dengan tatapan berbinar, banyak game yang terpampang jelas di sana. Banyak juga pakaian modis yang terletak di sana.

"Wah gila sih, lu pasti betah banget di sini. Ah, kenapa bukan gue yang muncul di sini nih, gak adil banget." protes Levi, soalnya tidak enak menjadi seorang pemburu, serba salah dia jadinya.

"Gue setuju parah sama Levi." Kate berkata sambil mengambil salah satu kaset video game dari dalam lemari kamar Zee.

"Enak banget sumpah." kata Dylan, penggila game.

Memang enak, tapi jika kehilangan semuanya itu, jauh lebih tidak enak dibanding belum memiliki apa-apa, bukan?

"Eh woi, ingat. Dunia ini hanya sementara, semuanya fana." kata Levi sok bijak, padahal tadi dia iri dengan Zee.

"Levi tumben bener." celetuk Jeremy tanpa dosa.

"Gue salah protes, gue bener juga protes. Maunya apa sih?" tanya Levi dengan bingung. Ia selalu saja salah.

"Maunya lu diem aja." jawab Britney ketus, Levi langsung terdiam.

"Udah dapat pulpennya, Zee?" tanya Stella.

"Tunggu, bentar. Bukan pulpen sih, nih." kata Zee sambil menyodorkan sehelai bulu angsa dan sebotol tinta pulpen kepada Stella.

"Hah, kita nulis pake ini?" tanya Ruby tak percaya, sambil memandang helaian bulu di genggaman Stella.

"Eh, sini Cavy jangan kabur." Dylan berkata karena tulisan Cavy yang paling bagus diantara kesepuluh bersahabat ini. Kebetulan Cavy juga suka kaligrafi.

"Iya deh, iya." Cavy hanya pasrah. Toh, hanya dengan begini agar mereka bisa keluar dari dunia aneh ini.

Dahi Cavy pun berkerut dan kedua tangannya menerima bulu angsa, tinta, dan kertas tadi, lalu menuju ke arah satu-satunya meja yang ada di dalam kabin.

Cavy mulai menulis, dan yang lain hanya menyimak. Cavy menggerakkan bulu angsa tersebut dengan lincah, seperti menari di atas kertas.

Benar-benar seperti zaman dulu.

"Nih, udah." Tulisannya benar-benar sudah jadi, lalu diserahkan pada Zee.

"Ayo, sama sama... satu, dua tiga." pimpin Zee.

"Dunia ini hanya sementara, semuanya fana." ucap kesepuluh sahabat itu dengan kompak tanpa cela.

Akhirnya, sesuatu terjadi.

Jumat, 10 April 2020. Selamat hari Jumat Agung bagi yang merayakan. Stay Safe di rumah🙏.

miércoles, 11 de agosto 2021

LAMBDA - INTERTWINE [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang