16. Uno

50 21 10
                                    

A/N

Derek itu adiknya Dylan kalau kalian lupa.

Budayakan vote :)

Di dunia nyata.

Derek baru saja pulang dari rumah temannya. Ia mendapati keadaan rumahnya yang sunyi senyap. Seperti tak ada satupun orang yang mendiami.

Ia pun mengecek dapur, kamar Dylan, kolam renang, serta atap. Namun, nihil. Tak ada orang sama sekali. Hanya ia yang berada di rumah.

Namun, ada satu tempat yang belum ia tuju. Playroom. Ia lalu ingat bahwa pertemuan mingguan mereka diadakan di rumahnya.

Ia pun bergegas menuju Playroom dan tak melihat siapa-siapa.

Kemudian, ia melihat sebuah topi sulap. Ia kemudian mengambilnya, lalu tak sengaja menjatuhkannya. Ia lalu mengembalikannya, dan pergi keluar rumah untuk menyegarkan pikirannya.

Di dunia lain.

Keenam sahabat itu masih berhadapan dengan Numero Uno, sang penguasa dunia lain.

Namun, mereka semua terdiam karena tiba-tiba pakaian yang mereka gunakan tertukar-tukar.

Levi yang memakai pakaian Bryan, Dylan yang memakai pakaian Levi, Bryan yang memakai pakaian Jeremy, Ruby yang memakai pakaian Kate, Kate yang memakai pakaian Stella, dan Cavy yang memakai pakaian Britney.

"Wah ini kenapa?" tanya Ruby panik.

"WAHHHH GIMANA NIH?!" teriak Kate seperti orang kesetanan.

Mereka dengan tiba-tiba berpindah tempat. Mereka sekarang berada di luar rumah. Numero Uno pun sudah bukan merupakan bayangan lagi. Ia sudah merupakan makhuk menyerupai manusia, namun lebih besar, dengan kumis panjang menyerupai Salvador Dalí, memakai jubah ungu nan panjang, serta topi sulap hitam bergaris ungu.

"MWAHAHAHAHA" tawa Numero Uno.

"Eh, tunggu dulu." kata Cavy menahan bahu salah satu temannya.

"Kenapa, Cav?" tanya Bryan, langsung berbalik ke arah Cavy.

"Itu bukannya topi yang kita lihat pas di rumah Dylan, ya?" tanya Cavy sambil menunjuk ke arah topi yang dipakai Numero Uno.

"Eh, iya yah." kata Dylan, menyadari setelah menyipitkan matanya untuk melihat baik-baik topi itu.

"Berarti ini ada kaitannya dong dengan topi itu." kata Levi.

"Lah terus kenapa tuh topi bisa ada di dunia nyata?" tanya Levi lagi.

"Lah mana gue tau." jawab Dylan seadanya, dibalas toyoran oleh Levi.

"Kenapa gue jadi bingung gini, yah?" Ruby balik bertanya.

"Gak tau deh. Gue juga pusing." timpal Cavy.

"KALIAN AKAN SELAMANYA TERKURUNG DI SINI! MWAHAHAHA!!" tawa Numero Uno menggelegar.

Wajah mereka berenam terlihat panik. Mereka tak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Sulit rasanya bergerak pada cuaca dingin nan ekstrim seperti ini. Beberapa anggota tubuh mereka pun sudah mati rasa.

Namun, tiba-tiba Numero Uno menghilang, tubuhnya berubah menjadi kabut hitam. Mereka berenam pun terheran. Ruby sampai menganga lebar.

"Lah? Kok ilang?" tanya Bryan.

"Yah bagus lah kalau ilang. Kita ga jadi dimakan." kata Ruby menarik napas dalam-dalam, capek setelah aksi kejar-kejaran tadi.

"Emang dia mau makan kita, ya?" tanya Cavy mengerutkan dahinya.

"Mungkin." jawab Ruby.

"Masa iya? Di sini kan banyak pohon. Tinggal makan pohon apa susahnya sih. Daging manusia gak enak tau." Cavy mulai kesal sehabis dikejar-kejar.

"Mungkin dia karnivora." balas Ruby. "Terus kalo gue suruh makan pohon lu mau ga?" lanjutnya.

"Ya enggak juga, sih." jawab Cavy.

"Ngelantur ya lu berdua." kata Kate menepuk jidatnya.

"Intinya kita berenam harus sama-sama terus. Apapun apa yang terjadi." sambung Kate.

"Tapi kita juga harus cara Jeremy, Stella, dan Britney." kata Levi.

"Jangan lupa Zee." kate Cavy.

"Oh iya, Zee juga." lanjut Levi.

"Terus kita sekarang ngapain, nih?" tanya Bryan melirik kelima temannya itu.

"Kita jalan aja terus. Siapa tau kita nemu rumah Stella dan Britney." Ruby menyarankan.

"Nah bener juga. Gue jalan-jalan nemu Levi. Terus gue sama Levi ketemu Kate sama Bryan. Terus kita dikejar bayangan, dan nyasar ke lu berdua. Terus dikejar lagi." kata Dylan sambil menunjuk Cavy dan Ruby.

"Yaudah ayo jalan." ajak Kate.

Mereka berenam pun berjalan tak tentu arah, berharap menemukan sebuah rumah yang setidaknya berpenghuni salah satu sahabat mereka. Atau bahkan menemukan Zee. Dari antara mereka bersepuluh, hanya tempat Zee yang tidak terpikirkan di mana.

"Kira-kira Zee di mana, ya?" tanya Dylan tiba-tiba.

"Gatau. Kenapa emang?" jawab Cavy, ikut bertanya.

"Penasaran doang. Karena dia kan yang jadi Moderator. Jadi otomatis pasti tempat persembunyainnya terpencil gitu. Atau setidaknya beda dari kita-kita ini. Mungkin di dunia lain?" kata Dylan.

"Nah iya. Tapi kalau terpencil gak mungkin kita temukan. Kalau dunia lain kejauhan, bego." kata Cavy mengancang-ancang memukul Dylan.

"Yaudah deh mendingan kita nyari rumah untuk istirahat dulu. Besok baru lanjut nyari Zee." kata Kate.

Mereka pun terus berjalan tak tentu arah. Namun, mereka tak berhenti hingga menemukan tempat tujuan mereka.

Sabtu, 22 Desember 2018

miércoles, 11 de agosto 2021

Double update :)

JerichoNunuhitu

LAMBDA - INTERTWINE [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang