DELAPAN

2.1K 263 26
                                    

"What? What's happening?" Suara Davina terdengar bingung ketika kakaknya meneleponnya untuk memintanya pulang membawa Bella ke Jakarta.

"You'll know as soon as you get here."

"Tapi bagaimana dengan sekolah Bella.."

"It can wait. This is urgent."

Tidak pernah sebelumnya Ikram mendesak adiknya seperti itu. Dia juga tidak pernah mau mengganggu studi Bella. Hal itu harus dilakukannya karena ia tahu betul betapa seriusnya penyakit Orlando ini. Entah malaikat apa yang merasuki Ikram. Dia bisa saja membiarkan Orlando sekarat tanpa melihat anaknya..

Tapi jika itu terjadi Ikram tahu istrinya akan menganggapnya jahat.

Sebenarnya Ikram bisa saja hidup seperti itu. Kapan dia dianggap baik oleh orang lain? Dianggap suci? Dia tidak ingat pernah dibilang sebagai orang baik dan suci. Meski tidak punya aspirasi untuk jadi orang yang demikian, ia pun tidak sampai hati membiarkan laki-laki yang dicintai istrinya itu menderita.

Dari jauh Kayla memperhatikan suaminya yang melamun di depan TV. Acara pertandingan tinju itu jelas tidak menarik bagi suaminya. Dalam hati Kayla bertanya, mengapa sampai saat ini aku tidak bisa membaca pikiran suamiku sendiri? Apa yang aku ketahui tentang isi hatinya? Dan kenapa dia mau saja melakukan ini semua? Aku ingin sekali bertanya padanya. Mengorek perasaannya. Dia yang tertutup seperti ini membuatku gemas sekaligus kesal.

Beda jika aku dengan Orlando. Meski saat itu aku tinggal di flat kecil di Singapura, Orlando selalu membahagiakanku dengan cintanya dan sikapnya yang menyayangi aku. Aku tidak pernah merasakan kegalauan semacam ini.

Bukan aku mau membandingkan pernikahan ini dengan pernikahan lamaku. Tapi apakah aku salah jika aku ingin hubungan suami-istri yang seperti itu? Hanya saat di tempat tidur saja aku merasa sebagai istri Mas Ikram. Di luar kamar, kami seperti dua orang asing saja.

Kayla mendekati suaminya dan duduk di sebelahnya. "Mas, bagaimana pekerjaan Mas hari ini?" tanyanya perhatian.

"Hard as usual," jawab Ikram tenang, mencoba untuk tidak menunjukkan betapa letihnya dia. Dia disibukkan oleh proyek di Cikarang yang sebelumnya gagal ditangani Orlando dan proyeknya yang lain. "Bagaimana denganmu?"

Pertanyaan bodoh. Ikram kan bisa memantau istrinya dari CCTV yang terpasang di setiap sudut rumah. Sekilas ia melihat kemuraman di wajah istrinya, namun istrinya menggeleng mengatakan tidak apa-apa.

"Hey, kalau kamu sudah tidak betah dikungkung, kamu bisa jalan-jalan sesukamu."

"Maksud Mas?"

"Ada enam mobil di rumah ini dan hanya satu yang dipakai setiap hari. Yaitu mobil saya. Bagaimana jika besok pagi sebelum ke kantor saya ajari kamu menyetir?"

"Saya bisa menyetir, Mas. Dulu saat kuliah saya belajar."

"Sudah lama sekali, kan? Lagipula mobil-mobil saya ini keluaran terbaru dengan fitur yang terbaru pula. Jadi kamu harus tetap belajar."

"Apakah itu artinya saya boleh pergi sendiri?"

Ikram mengangguk.

"Tentu."

"Boleh saya tahu kenapa Mas akhirnya mengizinkan saya?"

Karena saya mengekangmu atau tidak kamu tetap melisankan nama eksmu, jawab Ikram dalam hati. Karena bersikap posesif padamu tidak mengubah rasa yang kamu miliki terhadap Orlando. Jadi untuk apa saya terus mengekangmu.

"Anggap saja sebagai hadiah pernikahan. Bukankah ini yang kamu mau? Bukan barang-barang mewah, tapi kamu ingin saya berubah."

"Apakah itu artinya saya boleh bekerja?"

My Husband's Obsession (Sequel of Ex-Husband) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang