Zamia Floridana, gadis dengan segala 'ketertutupannya' yang telah berhasil menutupi semua hal yang memang harus dia tutupi dengan diam.
Mia, mempunyai gagasan yang menurutnya jitu dan tak terbantahkan, "Kau mungkin tidak berbuat curang dalam hidup...
"How's life, Mia?" tanya Isabella, perempuan berambut pirang sebahu yang tengah memakan sandwich isi sayurnya itu sambil tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya yang dihiasi warna hijau di setiap selanya. Dasar vegetarian. Batin Mia.
"Pertanyaan yang sama di jam yang sama selama kurang lebih dua tahun sejak aku bekerja di toko buku ini." ujar Mia setelah melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.
"Aku bahkan sudah bosan mendengarnya, Belle. Kusarankan sebaiknya kau segera menggosok gigimu yang penuh dengan sayuran hijau itu daripada menanyai kabarku yang aku yakin kau sudah tahu jawabannya."
Isabella melongo mendengar jawaban sarkatis dari Mia yang sudah berjalan masuk melewatinya. "Hey, it's Bella, Nona." ucapnya setengah berteriak.
"Aku tidak bisa mendengarmu, Belle." balas Mia sambil merapikan tatanan rambutnya.
"I hate you, Zamia. I really do."
"I do love you, Belle."
"Kau terdengar seperti lesbian. Tapi, aku harap kau mau sedikit membantuku untuk merapikan tumpukan buku bisnis di rak teratas." instruksinya yang tahu-tahu sudah bersender di pintu kaca utama.
"Tentu saja, mengingat tinggi badanmu yang hanya sekitar 5'5." Memang benar apa yang dikatakan Mia. Isabella, temannya itu memiliki ukuran tinggi badan seperti orang-orang Asia.
"Terimakasih atas pujiannya. Aku cukup tersanjung."
•••
Daunt Books, toko buku tempat Mia bekerja yang terletak di Marylebone High St, tempat Mia bertemu Isabella, tempat Mia melupakan sedikit masalah yang menguras tenaga dan pikirannya, untuk sementara.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mia, gadis malang yang harus menanggung semua beban keluarganya seorang diri. Ayahnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena terlibat kasus pembunuhan seorang janda kaya. Sedangkan ibunya telah meninggal karena penyakit kanker ovarium. Yang tersisa hanyalah adik perempuannya yang masih berumur 8 tahun bernama Azolla Pinnata.
Mulai saat itu, Mia harus banting tulang menghidupi kehidupannya dan adik satu-satunya itu. Dia harus berperan sebagai ayah, ibu sekaligus kakak bagi Olla, adiknya.
Kini, Mia dan adiknya tinggal di flat bobrok di pinggiran City of London. Walaupun ia hanya tinggal berdua dengan adiknya, semuanya tidak berjalan dengan mudah.
Setiap bulannya, ia harus membayar sewa flat, tagihan listrik serta uang SPP adiknya. Belum lagi ia harus menyisihkan sebagian gajinya untuk uang saku sang adik serta memenuhi kebutuhan pangan mereka berdua untuk sebulan kedepan. Begitulah kiranya siklus hidup Mia.
Jika dikalkulasikan semua pengeluarannya, tentu ini tidak sebanding dengan pendapatan yang ia peroleh sebagai warehouse di Daunt Books. Karenanya, Mia mencari alternatif lain untuk menambah pemasukan ekonominya.
Bernyanyi. Itulah pekerjaan sampingan Mia setiap malam. Dengan bermodalkan ukulele peninggalan ibunya, ia berjalan menyusuri pinggiran sungai Thames. Suhu udara kota London semakin malam semakin dingin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mia dapat merasakan bibirnya bergetar saking dinginnya. Ia mengeratkan mantelnya walaupun itu sama sekali tidak mengurangi udara dingin di sekitarnya. Padahal pakaian yang dipakainya termasuk tebal. Sialan,gerutu Mia.
Mia terus berjalan agar cepat sampai di tempat tujuannya ketika samar-samar telinganya menangkap suara merdu di seberang jalan.
"Lights will guide you home..."
Seorang cowok,batinnya. Mia memfokuskan indera penglihatannya ke seberang jalan dan mendapati sesosok pria jangkung yang tengah berdiri di depan sebuah toko mainan yang sudah tutup.
Entah apa yang merasukinya, Mia menyebrangi jalan tersebut dan menghampiri cowok itu. Setelah tiba di hadapannya, ternyata pria itu sedang memejamkan matanya sambil bersenandung pelan.
Mia mengamati cowok itu dari bawah sampai atas hingga berakhir di wajahnya yang seperti orang Timur Tengah. Bulu matanya yang lentik, alisnya yang tebal seperti ulat bulu, bola mata cokelatnya, hidungnya bak perosotan serta bibirnya yang merah nan menggoda. Tampan.Oke. Cukup, Zamia. Saat tengah asik mengagumi manusia yang ketampanannya tidak manusiawi itu, sebuah suara serak menginterupsi kegiatan pengamatannya.
"Take a picture. It will any longer." ucap cowok timur tengah itu seraya membuka kedua matanya.
Apa? Apakah aku baru saja tertangkap basah tengah memperhatikan dirinya? Bagaimana dia tahu?