"Aku mendengar suara langkah kakimu, Nona. Oleh sebab itu, aku tahu ada seseorang yang sedang berjalan mendekat ke arahku."
Kenapa dia seolah olah menjawab pertanyaan yang ada di pikiranku? Apa dia seorang mind reader? Siapa dia? tanya Mia berturut-turut dalam hati.
"Zayn Malik. Yours?" tanya cowok berwajah Arab itu.
Sial. Terhitung dua kali dia membaca pikiranku.
Mia melamun. Sesaat kemudian, ia mengerjapkan matanya berkali-kali. "Um, aku? Mia. Zamia Floridana."
"Jadi?" tanya Zayn.
"Apa yang kau maksud dengan jadi?" Mia bertanya balik alih-alih menjawab pertanyaan Zayn.
"Jadi, yang kumaksud dengan jadi adalah untuk apa kau menghampiriku dan meneliti setiap inci wajahku? Aku tahu aku memang tampan."
Mia terdiam, tidak menyanggah ucapan Zayn karena itu memang benar adanya. Zayn memang tampan. Sangat tampan.
"Aku..aku..itu, kau tahu. Berjalan. Fix you. Menyebrang. Dan disinilah aku." jawab Mia terbata-bata.
"Kau menghampiriku karena terpesona dengan suaraku? Wow."
"Entahlah, kakiku yang memerintahkanku untuk menghampirimu. Dan tidak, aku tidak terpesona dengan suaramu."
"Oke. Sebenarnya, kau mau pergi kemana?" tanya Zayn sambil melepaskan earphone yang terpasang di telinganya.
"Bermain ukulele dan bernyanyi." jawab Mia sembari menunjukkan ukulelenya tepat di depan wajah Zayn.
"Serius?" tanya Zayn tak percaya.
Mia memutar bola matanya kesal lalu segera berbalik dan berjalan meninggalkan Zayn yang masih mematung di tempatnya.
"Tunggu." Zayn berlari menghampiri Mia dan menyamakan langkahnya.
"Aku ikut denganmu."
"Tidak." jawab Mia dingin.
"Aku. Ikut. Denganmu." tegas Zayn.
"Terserah kau saja."
"Aku yakin kita bertemu karena sebuah alasan, Mia."
"Sangat klise." Mia tersenyum mengejek ke arah Zayn. Dasar laki-laki.
"Dengar, aku yang akan menggantikanmu bermain ukulele dan kau hanya perlu fokus bernyanyi. Bagaimana?"
"Kau mau aku menolak secara halus atau kasar?"
"Kau tidak akan bahkan tidak boleh menolak tawaranku, karena aku memaksa, Zamia."
Mia menghentikan langkahnya dan menghadap Zayn dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mia bermaksud untuk mengintimidasi Zayn yang hanya dibalas dengan tatapan datar dari Zayn.
"Oke. Zayn, aku menolakmu karena 2 alasan. Pertama, aku baru bertemu denganmu sekitar 8 menit yang lalu yang berarti kau adalah orang asing bagiku. Artinya, kau bisa saja seorang narapidana yang sedang kabur, atau seorang pembunuh bayaran bahkan seorang phsycopath. Kedua, aku tidak mau membagi dua upahku denganmu karena aku sangat membutuhkannya. Did you get it?" cerocosnya panjang lebar.
"Hold on. Sebelumnya aku ingin mematahkan hipotesismu tentang siapa diriku." Zayn merogoh saku celananya dan memberikan sebuah kartu nama kepada Mia.
"Disitu tertera jelas semua tentangku secara resmi. Jadi, simpan semua pikiran burukmu tentangku. Dan untuk masalah upah, aku sama sekali tidak menginginkannya. Aku hanya ingin menjadi rekan kerjamu, kebetulan aku cukup pandai bermain ukulele. Got it?"
Mia mendesah pelan dan memijit pelipisnya. Dia tidak boleh sembarang membuat keputusan. Dia tidak tahu apakah Zayn merencanakan hal jahat dibalik niat baiknya itu. Walaupun Mia sendiri juga tidak melihat sedikitpun tampang kriminal di wajah Zayn.
"Oke. Kuharap aku tidak menyesal nantinya."
•••Balans Soho Society Cafe
"...im yours." Mia mengakhiri lagu milik Jason Mraz yang disambut tepuk tangan meriah para pengunjung di Cafe tersebut.
Mia dan Zayn turun dari stage dan menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang mengacungkan kedua jempolnya kearah mereka sambil tersenyum puas.
"My queen Zamia, come on hug me sweetie." titahnya sambil merentangkan tangan yang langsung dihadiahi pelukan hangat dari Mia.
Mia melepaskan pelukannya dengan bos kesayangannya itu.
"I'm proud of you my little one, you have never disappointed me. Kau selalu tampil memuaskan setiap harinya, tapi malam ini penampilanmu benar-benar sempurna, Mia." pujinya.
"Kau berlebihan, Jose."
"Apa karena pria disampingmu itu, hm?" ia menunjuk Zayn dengan dagunya dan menaik-turunkan alisnya ke arah Mia.
Mia tersenyum kikuk sambil memandang Zayn yang terlihat sangat santai.
"Oke. Ini canggung. Jose, ini Zayn temanku. Dan Zayn, ini Jose bosku yang menyebalkan."
Mereka saling berjabat tangan dan bertukar senyum. Hati Mia berdesir melihat senyumannya. Bukan, bukan senyum Jose pastinya.
"Baiklah Zayn, jaga dia baik-baik. Let me tell you one thing, dia itu pelupa. Tolong selalu ingatkan dia dan semoga kau betah berada disampingnya." ujar Jose yang hendak beranjak pergi.
"Ya. Semoga." ucap Zayn yang langsung dihadiahi pelototan gratis dari Mia.
"Jose, tunggu!" Jose yang dipanggil pun kembali membalikkan badannya dan memberikan tatapan --ada apa-- nya itu.
"Kau melupakan sesuatu, Jose." kata Mia sambil menengadahkan tangan kanannya.
"Kau lupa memberiku upah. Jadi, siapa si pelupa sesungguhnya dalam kasus ini, huh?" Mia menahan tawanya melihat bosnya yang sedang bersusah payah menyembunyikan rasa malunya itu.
"Ini. Dan tolong digarisbawahi, aku hanya tidak ingat Mia, bukan pelupa." Jose memberikan uang lembaran 25 pound kepada Mia dan langsung berlalu pergi.
"Bosmu menyenangkan." bisik Zayn tepat di telinga Mia yang refleks membuat bulu kuduknya berdiri.
•••
"Terimakasih. Sebaiknya kau segera pulang." perintah Mia saat telah sampai di depan flatnya.
Ya. Zayn ngotot ingin mengantar Mia pulang dengan alasan klasik. "Sudah larut malam dan kau perempuan."
Memangnya kenapa kalau aku perempuan, kata Mia dalam hati.
"Kau tidak menawariku mampir?"
"Tidak. Selain karena aku terlalu lelah, aku juga tidak ingin membuat adikku terbangun." jelas Mia.
"Oke. Setidaknya, berikan aku nomor ponselmu."
"Tidak. Selamat malam." tolak Mia.
"Jangan lupa untuk memimpikanku, Mia."
"In your wildest dream, Malik."
Mia segera masuk ke dalam flatnya dan menutup pintu dengan keras. Mia merasakan jantungnya yang seakan copot dari tempatnya. Mia menghembuskan napasnya kasar.
Ah, benar-benar malam yang panjang.
•••
Tukan makin ngaco pisan ini mah duh:(
Much love,
Des:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things
RomanceZamia Floridana, gadis dengan segala 'ketertutupannya' yang telah berhasil menutupi semua hal yang memang harus dia tutupi dengan diam. Mia, mempunyai gagasan yang menurutnya jitu dan tak terbantahkan, "Kau mungkin tidak berbuat curang dalam hidup...