[4] F-R-I-E-N-D-S

29 11 0
                                        

I've never had the words to say. But, now i'm askin' you to stay.

▪Zayn Malik▪

***

Zayn tidak habis pikir mengapa ia sangat senang saat Zamia mendeklarasikan bahwa mereka telah resmi berteman. Zayn tahu mereka hanya berteman bukan berpacaran. Tapi, entahlah.

Zayn hanya merasa bahwa dengan mengajak Zamia berteman adalah satu-satunya cara agar dirinya bisa selalu dekat dengan Zamia. Dengan berteman dengan Zamia, Zayn akan mempunyai banyak kesempatan untuk menatap mata abu-abu gadis itu. Dengan berteman dengan Zamia, Zayn bisa selalu mengagumi Zamia dengan segala ke-Zamia-annya. Dengan berteman dengan Zamia, Zayn bisa menjadi setidaknya seseorang untuk Zamia.

Ya. Dengan berteman.

"Zayn." panggil ibunya membuat Zayn terhentak dari lamunannya.

"Hi, mom. Ada apa?"

Tricia Malik, ibunya Zayn mendaratkan bokongnya diatas kursi kayu di sebelah Zayn sambil meletakkan dua cangkir cokelat panas diatas meja.

"Aku menemukan ini di saku pakaian kotormu. Kurasa itu penting." gumam ibunya sambil memberikan secarik kertas yang sudah lusuh.

Zayn menatap kertas itu yang bertuliskan,

Zamia Floridana : +44xxx

Astaga. Hampir saja. Zayn merutuki dirinya dalam hati karena hampir membiarkan kertas bertuliskan nomor ponsel Zamia tercampur aduk menjadi bubur di dalam mesin cuci. Ini konyol. Batin Zayn yang merasa jantungnya jumpalitan hanya karena hal kecil itu.

"Nomor ponsel siapa itu, Zayn?" tanya ibunya.

"Um, teman." jawab Zayn sambil menggaruk belakang lehernya.

Ibunya yang merasa heran dengan gerak-gerik anaknya yang tidak seperti biasanya hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku mengenalmu Zayn, aku sepenuhnya mengenalmu. Kau bukan tipe orang yang mudah berteman." ujar ibunya. Ia menyesap cokelat panasnya sebelum melanjutkan.

"Aku masih ingat saat kita masih tinggal di Bradford, kau selalu mengurung dirimu di kamar dan berkutat dengan sketchbook-mu. Bahkan disaat Dave --tetangga kita-- mengajakmu memancing, kau malah berpura-pura terkena diare. I see you as an introvert, my stupid son." gurau ibunya. "Dan kau bilang apa tadi? Teman? Beritahu aku siapa yang mau-maunya berteman dengan pria sepertimu, huh?"

"Ayolah, mom. Berhenti mengejek dan menjelekkan anakmu sendiri." Zayn merengek seperti remaja labil.

"Kalau begitu, beritahu aku siapa dia?"

"Kau selalu ingin tahu urusan anak muda, Nyonya."

"That's your mommy."

Zayn menghembuskan napas pelan. Terkadang Zayn kesal dengan kadar keingintahuan ibunya yang berlebihan.

"Baiklah. Namanya Zamia. Zamia Floridana."

"Serius? Namanya indah sekali, Zayn." puji ibunya.

"Kau benar, namanya indah. Seperti wajah dan kepribadiannya." ucap Zayn tanpa sadar.

Ibunya yang mendengar penuturan Zayn barusan tersenyum penuh arti. Ibunya tahu, Zayn tidak pernah salah menilai seseorang.

"Aku senang mendengarnya." ibunya memegang bahu Zayn dan tersenyum jahil. "Kurasa, kalian berdua cocok mengingat kalian mempunyai inisial yang sama." bisiknya yang langsung melenggang pergi begitu saja.

Little ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang