PADAM 7

10.4K 2.1K 228
                                    

Nitara memasukkan brokoli ke dalam kuah yang telah mendidih, mengaduk sebentar sebelum beralih melihat nasi yang ia tanak di dalam magic com. Benar hari ini wanita itu memasak, untuk pertama kalinya ia kembali mengolah makanan sejak tiga tahun lalu. Nitara suka memasak, dulu jika sedang di rumah dan libur bekerja dia selalu kebagian jatah sebagai tukang memasak, ayahnya mengatakan bahwa masakan Nitara bahkan lebih lezat dari masakan sang ibu. Senyum kecil terbentuk di bibir wanita itu kala mengingat bagaimana ayahnya akan tertawa saat sang ibu cemberut karena masakannya dikatakan kalah rasa dengan Nitara. Itu kenangan yang indah, kenangan yang akan Nitara simpan selamanya. Senyum kedua orang tuanya.

Nitara mengambil sendok lalu mencicipi potongan daging ayam yang sudah terasa empuk begitu juga dengan potongan brokoli yang telah ia masukkan tadi. Mematikan kompor, Nitara segera mencuci tangan sebelum mengeringkannya pada lap yang tersususn rapi di atas galon air. Wanita itu termangu, matanya menjelajahi dapur mini, wanita itu kemudian memutar badan  melahap tampilan kamarnya sekarang. Banyak perabot baru membuat kamarnya yang dulu terasa dingin sekarang lebih hidup. Ini seperti sebuah tempat tinggal untuk pasangan baru.

Pemikiran tentang pasangan baru tiba-tiba membuat Nitara merasa lelah, wanita itu berjalan menuju ranjang kemudian membaringkan badannya terlentang. Menatap langit-langit putih yang tampak begitu membosankan. Hari ini banyak sekali yang terjadi, setidaknya untuk wanita yang selama tiga tahun ini melakukan aktivias yang sama, aktivitas tanpa tantangan. Namun, sekali lagi hari ini terlalu bayak terjadi, sesuatu yang cukup berat dengan bagian terburuknya adalah melihat Anggara bersama seorang wanita yang Nitara yakin bukan wanita biasa bagi Anggara. Ada sorot kasih sayang di mata lelaki itu kala menatap wanita yang mengenggam tangannya. Ada kerinduan yang bisa dilihat jelas siapapun pada wajah mereka. Dan untuk wanita yang hatinya pernah merasa cinta luar biasa dan ditingalkan dengan kejam, Nitara tidak buta untuk melihat itu semua.

Nitara menghembuskan nafas, ini memang salahnya. Seharusnya ia tidak perlu ke sana. Mendatangi Anggara untuk pergi berbelanja pakaian yang dijanjikan lelaki itu. Nitara bisa pergi sendiri, ia memiliki cukup uang untuk membeli yang ia perlukan. Hanya saja ia memang ingin mencoba, membuka diri pada Anggara yang telah begitu keras berusaha menemaninya, menerimanya. Siapa sangka bahwa ajang coba-coba itu melenyapkan semua kepercayaan diri Nitara. Harusnya ia menggunakan logika, Anggara tak pernah menjadi lelaki yang Nitara kenal secara pribadi, dia hanya lelaki asing yang kebetulan terlibat skandal dengannya. Dan jika Anggara bersikeras untuk bersama Nitara kini, itu hanya karena rasa prihatin saja atau mungkin rasa tanggung jawab karena berpikir memiliki andil atas nasib buruk yang telah menimpa wanita itu.

"Kamu yang terlalu berharap...."

Nitara bergumam pelan, berusaha mengingatkan diri, jika dulu lelaki yang berjanji akan menemaninya sampai mati pun meninggalkannya, menghapus kata cinta di antara mereka dengan sebuah pembalasan dendam maka atas dasar apa pada Anggara ia akan berharap berbeda. Benar, Nitara sepertinya harus belajar dari berbagai kehilangan yang telah ia alami, bahwa kata cinta dan ingin mendampingi sampai mati hanyalah sebuah ilusi.

Suara pintu yang terbuka membuat Nitara menoleh,  ia melihat Anggara masuk ke dalam kamar. Hanya sunggingan senyum tipis yang menghiasi bibirnya, sebelum lelaki itu meletakkan sepatunya di rak sepatu belakang pintu.

"Handuk dimana?"

Nitara bangkit dari tidurnya, lalu mengambil handuk di lemari paling atas. Anggara telah mengganti lemarinya dengan yang baru dan berukuran lebih besar sehingga pakaiannya dan Anggara bisa di susun dalam satu lemari. Membuat kamarnya tampak lebih sesak memang, tapi Nitara tidak ingin memperdebatkan hal itu dengan Anggara.

Nitara menyerahkan handuk bersih pada Anggara yang langsung menerimanya dengan senyum lebar.

"Harum bunga, ini bukannya masih baru ya?"

"Sudah di laundry"

"Oh oke, harusnya kamu memberitahuku jika ingin mencuci. Aku bisa membawanya ke binatu."

"Itu bukan hal yang sulit."

"Baiklah, aku mandi dulu."

Dan hanya seperti itu, Anggara bernajak ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban Nitara. Tidak ada sapaan baru datang dan kecupan lembut di keningnya seperti biasa, tidak ada kepekaan yang lelaki itu tunjukkan jika melihat Niatara berekspresi lebih sendu dari biasanya. Wanita itu memandang jari-jari kakinya dengan perasaan hampa. Iya, hanya seperti itu. Bahkan ia tak perlu usaha keras untuk membuat lelaki itu akhirnya bosan dan akan memilih pergi. hanya perlu menunggu dan waktu akan melakukan pekerjaanya seperti biasa.

Tbc

Love,

Rami

Gimana part ini?

PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang