"Itu kamu gunting satu-satu?"
Nitara hanya mengangguk sekilas menanggapi pertanyaan Revan yang kini tengah mencondongkan kepalanya untuk bisa melihat lebih jelas proses menggunting pola pada kain yang telah dilakukan Nitara sejak kedatangan lelaki itu.
"Masih banyak ya?"
Sekali lagi Nitara hanya mengangguk. Ternyata Revan termasuk tipe lelaki yang cukup banyak ingin tahu jika tidak mau disebut cerewet, sejak kedatangannya satu jam lalu lelaki itu sibuk mengomentari dan bertanya segala hal yang dilakukan Nitara. Untunglah Nitara memiliki kesabaran tingkat dewa, ia telah menghadapi tindakan semena-mena dan perhatian berlebihan Anggara lebih dari dua minggu terakhir, jadi segala hal yang dilakukan Revan bukanlah sesuatu yang terlalu menganggu.
"Nitaraaaa...." Nitara menghentikan gerakan mengguntingnya lalu mengangkat kepala ke arah Revan yang kini tersenyum lebar karena berhasil mengalihkan fokus wanita itu. "Bisa tidak kamu menjawab jika aku bertanya? Rasanya sedikit mengesalkan karena dari dua puluh satu pertanyaanku kamu cuma menjawab dua pertanyaan dan itu tentang apa Gara sudah pulang dan apa dia akan marah jika tahu aku ke sini. Hmmm... dan kamu menjawab dengan tidak dan tidak tahu."
Nitara meringis lalu mengulum bibir sejenak. Revan cemberut membuat ekspresinya terlihat imut, percayalah bahwa lelaki muda di depannya bisa membuat anak-anak gadis menjerit ketika ia tersenyum, sayangnya meskipun menjerit hingga mati mendambakan Revan, lelaki itu tak akan pernah tertarik pada mereka.
"Maafkan aku, aku hanya memang jarang bicara."
"Aku tahu, siapa pun yang melihat wajahmu memang akan langsung tahu bahwa kamu tipe yang tidak suka bicara banyak sepertiku hehe...."
Nitara menarik sudut bibirnya, untuk pertama kali tersenyum di hadapan lelaki muda yang langsung mengerjapkan mata takjub.
"Kamu cantik sekali jika tersenyum!"
Nitara hampir memutar bola matanya melihat ekspresi berlebihan Revan. Apa dia memang semeneyeramkan itu hingga baru saja tersenyum tipis lelaki bengkok seperti Revan pun bisa heboh.
"Jadi kamu pilih yang mana?"
"Hah?"
"Kamu pilih model yang mana? Biar segera kumasukkan ke dalam list orderan."
Jawab Nitara sambil memberi isyarat dengan dagu ke arah ponsel yang sejak tadi diutak-atik Revan. Lelaki itu sedang membuka olshop milik Nitara untuk memilih model yang dia inginkan.
"Oh hehhe... aku bingung."
Jawaban Revan membuat Nitara menghela napas aam, orang memang akan cenderung sulit memilih model tas yang diinginkan jika dihadapkan pada model-model sebagus milik Nitara.
"Pilih sesuai kegunaanya, kamu ingin fungsikan untuk apa bisa membantumu dalam menentukan pilihan."
"Mmmm aku sebenarnya ingin meberikan sebagai hadiah, untuk Mamaku."
Gunting diletakkan Niatara perlahan, ada rasa pahit di teggorokannya saat Revan menyebut nama mama dan hadiah. Ingatan wanita itu mengambarkan wajah teduh yang selalu tersenyum untuknya dulu. Wajah yang di hari terakhir pertemuan mereka dipenuhi gurat kekecewaan teramat sangat dan linangan air mata.
"Untuk Mama?" Suara tanya Nitara serak, ada tangis yang berusaha dihalau wanita itu.
"Iya, aku sudah tidak bertemu Mama lama sekali, hampir dua tahun."
Nitara mengamati Revan seksama, ada kerinduan terpancar jelas di wajah lelaki itu, bahkan kini mata Revan berkaca-kaca.
"Maaf... aku memang selalu sentimentil jika mengingat Mama. Aku sangat dekat dengan Mama dan kebetulan dua bulan lagi Mamaku ulang tahun, aku ingin menghadiahkan sesuatu yang dibuat melalui proses yang cukup melelahkan."
"Membuat tas tidak terlalu melelahkan Revan."
"Aku tahu, tapi maksudku bagi Mama yang dulu suka merajut membuat tas rajut itu melelahkan, Mama sering tremor dan mata beliau juga minus."
"Oh aku mengerti."
Nitara diam cukup lama sambil memperhatikan Revan yang kini menunduk melihat ponselnya. Seolah merasa tak enak karena membicarakan orang tua dengan wanita yang ia anggap menyeramkan dulu.
"Bagaimana jika kamu menghadiahkan tas rajut untuk Mamamu Revan?"
"Waahh benar, itu ide bagus. Apa kamu mau membuatkannya?"
"Kamu yang akan membantuku membuatnya,"
"Apa? Tapi aku tidak bisa merajut!"
"Bukan merajut secara kesuluruhan, tapi kamu akan membantuku memilih bahan, model, warna, dan selama aku membuatnya kamu harus menemaniku. Setidaknya ikut dalam proses 'melelahkan' itu akan membuat hadiahmu menjadi spesial."
Mata Revan berbinar dengan cara yang begitu menggemaskan, membuat Nitara sekarang bisa tersenyum sedikit lebar. Ia selalu suka rasa kasih yang ditunjukkan seorang anak untuk ibunya.
"Jadi warna apa yang disukai Mamamu, Revan?"
"Hijau, Mama sangat suka warna hijau."
"Baiklah mari kita membuat hadiah ulang tahun dengan warna kesukaan Mamamu."
Tanpa Nitara duga Revan mendekat ke arahnya dan langsung memeluk Nitara erat. "Terima kasih... terima kasih... terima kasih Nitara cantik."
"Apa kamu tahu memeluk kekasih orang di kamar mereka bisa membuatmu kehilangan nyawa."
Revan sontak melerai pelukannya begitu juga Nitara yang terkejut melihat Anggara yang kini berdiri di ambang pintu dengan tangan disedekapkan dan wajah yang jauh dari kesan ramah.
Tbc
Love,
Rami
KAMU SEDANG MEMBACA
PADAM
Romance(SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN) Nitara, seperti namanya adalah cahaya bintang. Yang selalu bersinar menerangi kegelapan. Namun apa jadinya jika kesalahan bodoh yang menghasilakan video 'pengkhinatan' dengan lelaki yang buk...