Part 1

63 1 0
                                    


Di kala daun tengah berguguran, angin bertiup dengan kencang. Mengapa ia tega menambah penderitaan sang daun? Lama kelamaan ia mengering, tua, dan mati. Kesepian akibat hilangnya sang batang.

Musim gugur kali ini penuh cerita, sama seperti indahnya sunrise yang penuh dengan warna. Udara pagi memang menyejukkan , seperti kata Beile Shawn. Sebenarnya ia bukan saudara Kaisar Jian. Kita hanya terlalu dekat, tak ada bedanya dengan saudara.

" Nona, sudah waktunya sarapan. Kaisar menunggumu di ruang makan " seru Li persis di belakangku, oh ya Pembantu Li. Ku sambut dengan senyuman dan langsung menuju tempat yang dituju, sementara ia menuturiku bersama beberapa asisten. Belum terlalu familiar, toh masih warga baru disini.

Aula yang megah ini memang gak sebesar yang ada di kerajaanku, tapi aku menikmatinya. Perlu banyak adaptasi, mulai dari tata krama, kebiasaan , hingga peraturan kecil yang sepele namun wajib dipatuhi. Seperti setiap wanita selalu memakai kaos kaki, penggunaan topi ketika hendak berkunjung / menerima tamu kehormatan, dan lain lain. Cukup aneh memang, namun apa boleh buat .. itu sudah tradisi.

"Selamat pagi, non- maksud saya nyonya. Baginda kaisar sudah menunggu di ruang makan." Serunya sambil membukakan pintu yang cukup untuk orang setinggi 2 meter sekali pun.  Kedatanganku disambut dengan senyumannya dan mempersilahkanku untuk duduk. Tapi dimataku, itu semua hanya sebatas formalitas saja.

Pintu pun kembali tertutup. Di ruangan yang bisa menampung 1/4 penduduk kerajaan ini hanya diisi oleh 2 orang saja.

--

Sepanjang waktu sarapan, hanya suara piring berdenyit saja. Seperti ini lah kami yang sebenarnya, dingin tanpa rasa.

"Bagaimana dengan tugasmu?" suaranya memecah keheningan dan tentu tetap dingin.
"Hari ini ada pertemuan dengan Kaisar Tsaeng setelah makan siang. Kemudian memantau peredaran ekspor barang ke wilayah Barat, kemudian kembali ke istana dan membaca agenda aspi-"

"Siapkan saja tempat istirahatku di ruang kerja." Ia memotong pembicaraanku dan menyudahi sarapannya, tak lupa pergi begitu saja. Apakah aku marah? Tidak, sudah menjadi rutinitas bagiku.. dan aku memakluminya. Tentu saja, sesuai dengan attitude kerajaan, hadapi masalahmu dengan senyuman.

Sehabis sarapan ini, waktuku kosong. Ku selesaikan semua tugasku hingga larut malam tadi, khusus untuk bertemu seseorang.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi menjelang siang, sebaiknya aku bersiap - siap.

--

Suasana cukup riuh dari luar istana, tandanya ia sudah datang. Memang sih, dia tampan banget.. sampai bikin para pelayan wanita juga berani buat menatap dia.
"Hey, My Sweetie!!" Teriaknya sambil sedikit berlari dan *ekhem* hampir memeluk, untungnya aku mengelak
"E-eh.. hmm.. lupa, udah gak jomblo lagi" sinis Liao.
"Haha... Sekarang sudah sah menjadi punya orang lain. Kau tidak tiba - tiba datang ke sini cuman buat ngucapin itu aja kan?"
"Tentu saja, sweetheart. Kau mau membiarkanku menunggu disini seharian kan?" Sindir Liao.
Ya, aku dan dia sudah sangat dekat. Seperti yang ku jelaskan, aku sudah menganggapnya bagian dari hidup aku. Aku sangat bersyukur ketika pernikahan ini tidak menyebabkan runtuhnya persaudaraan kita, entah apa yang akan aku lakukan jika seandainya itu terjadi.

Aku mengajaknya untuk menuju ruang tamu, tapi ia menolaknya dengan halus. Ia ingin berbincang selama perjalanan, katanya. Aku paham maksudnya, ia ingin mengelilingi taman.

Ia bergurau soal kudanya yang tiba - tiba saja galau selama di perjalanan, sehingga ia datang lebih lambat. Menceritakan kejadiannya selama di istananya. Tak jarang juga mengkritisi tentang penampilanku, tingkahku, bahkan hal - hal kecil seperti anting dan hiasan di rambut. Kita begitu larut dalam percakapan hingga tak sadar jika waktu sudah menjelang matahari terbenam.
Tidak baik jika ada non-anggota kerajaan berkeliaran di bawah waktu malam, ia sadar dan meminta izin untuk berpamitan. Sebelumnya ia bertanya apakah ia bisa bertemu dengan Loah, ku jelaskan bahwa saat ini Loah sedang tidak ada disini. Ia tersenyum dan tak lama kemudian, ia pulang dengan kuda putih kesayangannya. Tak lupa juga menebar senyuman manisnya yang mampu membuat wanita siapapun terpukau, selain aku tentunya.

Perbincangan ini begitu menyenangkan dan melarutkan, hingga aku tak sadar ada aura asing sejak tadi.

DeverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang