Loah
__Insiden tadi pagi benar - benar membuatku salah tingkah. Bisa - bisanya aku teledor seperti itu. Memeluknya? Membutuhkannya? Aargh.. benar - benar merepotkan.
Bahkan gara - gara itu, aku jadi tidak bisa berkonsentrasi dengan tugas negara yang setumpuk ini, benar benar mengerikan.
Melihat tumpukan ini, mengingatkanku dengan hal kemarin
" Kau pasti tidak sekedar hanya ingin datang ke sini kan? Diskusi ini bisa dilakukan untuk beberapa hari kemudian. Apa tujuan utamamu? "
" Woah, santai saja Loah. Aku datang ke sini dengan maksud baik kok. Baca saja ini " jawab Jian sembari memberikan sebuah kertas gulungan.
" Kita bukan anak kecil lagi, yang suka bertukar surat. " ucapku ketus
" Ayolah, ini bukan sekedar surat. Ini undangan. " Berusaha meyakinkan ku dengan ucapannya, hingga akhirnya aku membaca surat itu. Jian dan Li An?
" Sejak kapan? " nadaku mengintrogasi
" Tenang saja, aku tidak bermaksud buruk kepadanya. Aku sudah dewasa, dia juga. Anggap saja aku sama denganmu, sama - sama menikah karena membutuhkan. "
" Aku tidak sama denganmu. Camkan itu. " Dengan nada yang tegas, segera beranjak pergi melewatkan momen yang paling disukai Jian. Senyuman yang menyebalkan.
Ngomong - ngomong, aku sudah memberikannya bukan? Melalui Xieng sih. Dia cukup dipercaya oleh Huanji, ku harap itu tidak mengganggu liburan nya.
*Tok* *tok* *brak*
Suara ketukan pintu yang lebih mirip disebut dobrakan memang sangat jarang. Siapa yang berani melakukannya? Tentu saja hanya Huanji.
" Masuk. " Membiarkan dia masuk, sebelum ia membuat ulah di luar.
Dari ekspresinya menatapku, sudah ku pastikan. Ia sudah tau. Memang aku tau konsekuensinya, tidak memberitahukannya lebih dulu. Lagi pula, itu semua sudah tidak penting kan?
" Jelaskan padaku, Loah. Ini apa? " ucapnya dengan nada meninggi. Dari nafasnya yang terengah - engah, kurasa dia berlari. Lucu juga melihatnya, marah seperti anak kecil
Tentu saja jawabanku pasti tidak memuaskannya. Ia ingin aku menjawabnya dengan rinci, tapi ia tau apa alasannya. Jadi untuk apa?
Melihatnya tiba - tiba terdiam membuatku menoleh ke arahnya. Tatapan bingung dirinya ketika sedang memikirkan sesuatu. Akhir - akhir aku jadi suka memerhatikan kebiasaannya.
" Apa yang kau pikirkan? " Membuatnya terkejut kembali dari lamunannya.
Bukannya menjawab, ia malah beranjak pergi tanpa sepatah kata apapun. Cih, anak ini berani juga ya.
Semakin lama, bayangannya semakin hilang tak lama ketika para pengawal kembali menutup pintu. Tanggapanku? Hanya menatap lurus.
Jika dia berpikir ini adalah kesempatan yang baik untuk kembali, jawabannya adalah tidak akan pernah.
Kita semua sudah berbeda. Dan masa lalu, hanya tinggal masa lalu.
__
Suara derapan kaki kuda menandakan perjalananku. Posisi Huanji tepat disebelah ku, dengan tatapan yang sendu. Kelelahan, kurasa. Entahlah, mencoba tuk tidak peduli.
Sudah berjalan cukup lama, dan hanya kesunyian yang menemani kita. Benar benar tidak ada pembicaraan. Sebenarnya aku cukup heran sih, biasanya ia suka berbasa basi.
" Merasa ngantuk, Tuan Putri? " dengan nada candaan
" Ti..dak... Loah... " Jawabannya yang lirih sontak membuatku menoleh kepadanya, astaga mukanya pucat sekali.
" Kenapa kau tidak bilang kalau tidak kuat? " Ku sentuh keningnya, panas.
" Tidak apa apa.. Loah... Aku sehat kok " ujarnya dengan senyum. Ya, senyum paksaan. Tabiatnya.
Dengan segera aku menyuruh para pengawal tuk kembali ke istana. Meminta para abdi kerajaan tuk memberikan pesan bahwa mereka berhalangan hadir
Pada akhirnya sampai kembali ke istana. Beberapa dayang segera membawa Huanji ke ruangannya, disusul para dokter kerajaan. Sementara aku menunggu di luar saja
Setelah beberapa menit, dokter akhirnya keluar. Menjelaskan semuanya, yang membuatku hatiku sedikit terenyuh mendengarnya. Tak lama, semua meninggalkan Huanji di dalam sendirian. Waktunya aku untuk masuk
Jika ada orang lain yang melihatnya, mereka mungkin mengira bahwa Huanji baik - baik saja. Ketika aku masuk pun, ia terlihat sedang meminum susu dengan beberapa biskuit almond di pinggirnya. Yasudahlah.
Menyadari kehadiranku, ia pun buru - buru membereskan semuanya . " Tidak usah, lanjutkan saja. " Membuatnya membatu karena tertangkap basah
" L-Loah... Maaf ya, karena aku... " Ucapnya dengan kepala tertunduk. Menyadari kesalahannya.
" Sudahlah, kesehatanmu lebih penting. Aku tidak mau repot - repot mengurus mu kalau benar - benar kita ke sana. " ucapku sembari menempatkan posisi di sebelah kasur.
" Mungkin kamu benar, Huanji. " Membuatnya menoleh ke arahku dengan tatapan heran, " Kita memang saling membutuhkan. " Dan membuat pipinya menjadi merah seperti tomat rebus, membuatku terkekeh.
" Kau... Pasti sudah dengar ya, Loah? " tanyanya dengan malu - malu
" Hmm.. " aku tidak tau harus menjawab apa
...
" Aku tau kok aku salah, seharusnya aku-
" Sudah kubilang kan, kesehatanmu lebih utama. Masalah itu, aku bisa pahami. Jadi tidak usah kau pikirkan lagi. " membuatnya bungkam
Keheningan menyelimuti kami berdua. Aku tidak sanggup bertanya, karena aku seperti apa kondisinya. Ia juga tak berani bertanya kembali, karena aku sudah tau semuanya. Aku tau perasaannya
" Mulai esok, akan aku alihtugaskan sebagian besar pekerjaanmu kepada penasihat kerajaan. Lebih baik kau beristirahat dengan banyak, jangan terlalu banyak beban. " ia terlihat sedikit murung, mungkin karena merasa tidak enak. Mengumpulkan niat untuk menjawab pernyataan ku.
" Pada akhirnya ... Aku hanya merepotkan mu saja ya, kalau tau begini... Lebih baik sejak awal kau tolak saja permintaan ayahku kala itu " ucapnya dengan nada miris, penuh dengan rasa iba dan kecewa
" Sudahlah " ucapku sembari membalikkan badan, bersiap untuk istirahat.
" Bukankah kau sendiri yang bilang, kalau kita ini saling membutuhkan? "
Ia tidak menjawab. Mungkin tomatnya sudah benar - benar matang sekarang. Terserahlah, lebih baik aku segera tidur. Setumpuk tugas sudah menungguku esok hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deverse
Historical FictionA Historical Fiction Story'. Untuk dirimu, Di hari yang sendu ini, Izinkan aku mencurahkan segalanya Aku tau ini semua berat, tapi cobalah untuk tegar. Apapun yang kamu lakukan, sebelumnya, saat ini, dan setelahnya , Aku tetap mencintaimu, dengan c...