Part 6 : Jian
__
Ngomong - ngomong, aku tidak melihatnya hari ini. Jangan - jangan dia masih marah soal tadi malam?" Dimana keberadaan Ratu? " tanyaku dengan salah satu dayang, terlihat cukup kaget sepertinya mendengar suaraku.
" A-Anu... Sebenarnya Yang Mulia ...
...
Mendengar ucapan dayang tadi, amarahku menjadi meluap. Bukan karena ketidakhadiran nya, tapi karena ulahnya. Berani beraninya dia berkeliaran sendiri tanpa penjagaan? Menolaknya? Dia pikir dia masih anak kecil?
Ku telusuri taman ini hingga akhirnya ku dapati bayang bayangnya dari kejauhan, sedang duduk di kursi. Hampir saja aku ingin menepuk pundaknya, jika saja aku tidak sadar kalau ia tengah tertidur. Wajahnya yang damai membuatku mengurungkan niatku. Tapi niat untuk memarahinya tidak hilang.
Awal awalnya ia terlihat begitu damai, dan tenang. Ya, sejak tadi yang ku lakukan hanyalah menatap mimik wajahnya. Tak ada niatan dari diriku untuk membangunkannya, lagipula kesempatan seperti ini bisa dibilang jarang.
Kau kemana..
Gumamannya menyadarkan lamunanku. Wajahnya berubah menjadi terlihat tidak nyaman, seakan ia gelisah. Semakin lama, ia terlihat seperti ketakutan, bahkan ketika ia tertidur. Sebenarnya seburuk apa mimpinya itu?
" Huanji ...
Baru saja aku hendak menyentuhnya, tapi entah darimana niatanku langsung ku tepis hal itu.Hingga akhirnya ia terbangun. Dengan ekspresi yang bisa kalian tebak. Takut, gelisah, khawatir, itulah yang ku dapat dari raut wajahnya. Ia terlihat seperti menalar - nalar,mungkin mimpinya yang barusan terlihat tidak nyata baginya.
" Siang. " Hanya kata itu yang ku ucapkan, ucapan formal yang biasa kami lakukan.
Balasan berupa teriakan itu membuatku sedikit kaget, apakah benar - benar buruk mimpinya, sampai ekspresinya ketika melihatku seburuk itu pula?
" Ya-Yang Mulia... "
Aku tau dari wajahnya, ia terkejut dengan kehadiranku. Ia tidak memberitahuku, dan aku mengetahuinya. Dan dari nadanya, ia tau hal apa yang akan terjadi selanjutnya." Panggil namaku saja jika suasana hanya sedang berdua. Ngomong - ngomong, apa yang kau lakukan disini? "
Ia masih tidak terima dengan kehadiranku. Tapi saat ini yang memenuhi pikiranku adalah memarahinya. Aku menegaskannya, tampak sekali ia ketakutan. Semakin lama tentu saja aku tidak tega, menasehatinya dengan nada menyudutkan memang sudah menjadi kebiasaan ku.
Tetapi responnya cukup diluar dugaan ku, aku kira ia akan merasa bersalah dan menjelaskan semuanya, ia malah menatap ke arah langit sambil tersenyum. Seolah - olah semua hal yang dilanggarnya sekarang membuatnya bahagia. Aku masih tidak mengerti dengan gadis ini.
" Tidakkah suasana hari ini begitu nyaman? Langit yang cerah tak menyilaukan, angin yang begitu tenang, suara kelopak bunga yang bergetar karena terhempas angin, membuatmu betah berlama - lama disini bukan? "
Ucapan yang langsung membuat mental ku sedikit terhentak. Kata - kata itu. Itu semua, pasti ada maksudnya.
" Katakan apa yang terjadi? " Ia tidak mungkin tiba - tiba melakukan ini semua secara cuma - cuma. Aku tau ia memang gadis jahil tapi tidak akan bertindak sejauh ini jika tak ada maksud tertentu.
Dan sekali lagi, ia hanya tersenyum. Senyuman yang mampu membuat para kaum Hawa tergila - gila dengannya. Sayangnya, aku tidak termasuk di dalamnya.
" Pagi tadi, aku merasa kurang enak badan. Aku memanggil penasihat kerajaan serta dokter, mimik wajah mereka sedikit berubah, dan aku menyadarinya. Mereka bilang, kondisiku menurun. Aku hanya bilang kalau aku belum makan, jadi mereka tidak usah khawatir. "
Sudah kuduga. Pasti ada yang terjadi.
" Seberapa buruk? "
Suasana tiba - tiba hening. Ia menghindari kontak mata denganku. Oke, aku paham.
" Ada penyumbatan di dalam paru - paru ku. Mereka bilang, aku tidak boleh terlalu lelah. Jadi kurasa itu bukan masalah besar. "
..
Ucapannya tadi seolah - olah menusuk jiwaku. Jadi, keadaannya sudah mulai memburuk kah? Padahal, baru beberapa bulan yang lalu dokter mengatakan ia baik - baik saja dan sekarang seperti ini lagi? Mungkin kah itu akan terjadi?
" Lalu kau akan diam saja, dan menerima kenyataan begitu saja? "
" Ketimbang menerima kenyataan pahit, aku hanya ingin mencobanya menjadi lebih manis. " Semanis senyumnya
" Selama ini, yang ku lakukan hanyalah bersabar. Aku hanya menerimanya apa adanya. Dan setelah semua ini terjadi, aku akhirnya sadar. Mengapa aku tidak membuatnya menjadi lebih baik? Keluargaku sudah mengusahakan segalanya demi diriku, bukankah seharusnya aku berusaha untuk terlihat bahagia di depan mereka? "
" Jadi selama ini kau tidak bahagia bersamaku? " Ucapanku yang terus terang terkesan nyelekit memang sudah mendarah daging.
Lagi - lagi hanya dibalas dengan senyuman.
" Tak bisakah kau tidak tersenyum sekali saja? " Ucapku frustasi
" Kenapa memangnya, Loah? " tanyanya bingung. Tentu saja bingung, senyum itu bukan hal yang aneh bukan?
..
Suasana hening. Aku tidak mampu menjawabnya, tapi wajahnya malah menampakkan rasa penasaran. Aku tidak suka disuduti" Ah, lupakan saja yang tadi. Lagipula, sudah sebaiknya aku kembali sebelum orang - orang mulai mencari. Izinkan aku pergi duluan, Yang Muli- maksudku... Loah... " Memang sih masih terasa canggung, tapi kalau tidak dibiasakan juga tidak akan jadi - jadi.
Ketika bayangannya mulai menjauh, kemudian berangsur menghilang. Di situlah rasanya mental ku ciut. Hampir saja badanku terasa kaku.
" Kalau kau selalu tersenyum... Bisa bisa aku kalah darimu "
KAMU SEDANG MEMBACA
Deverse
Historical FictionA Historical Fiction Story'. Untuk dirimu, Di hari yang sendu ini, Izinkan aku mencurahkan segalanya Aku tau ini semua berat, tapi cobalah untuk tegar. Apapun yang kamu lakukan, sebelumnya, saat ini, dan setelahnya , Aku tetap mencintaimu, dengan c...