Devon

469 34 7
                                    

      Khansa membuka sedikit kain gorden berwarna hijau dan agak berbau apek itu, hingga hanya matanya saja yang tampak.  Ia ingin melihat pria yang membuatnya bersembunyi. Pria itu sedang duduk di kursi plastik dengan posisi memunggunginya.

Nafas Khansa tampak tak teratur, ia bersandar di dinding dapur. Sedangkan si ibu yang punya warung asyik membuatkan minuman pesanan para pembeli. Matanya sesekali mengarah ke Khansa.

Setelah hampir dua puluh menit bersembunyi, akhirnya Khansa bisa ke luar dari dapur itu. Pria tadi, sudah pergi. Kini Khansa bisa bernafas lega. Kemudian ia duduk di tempat yang tadi ia duduki sebelum pergi bersembunyi. Di meja sudah tersaji nasi goreng dan sebotol air mineral pesanannya. Gadis itu langsung melahap makanannya.

Pria tadi, namanya Boy Adikusuma. Ayahnya adalah suami dari tantenya. Jadi, sekitar delapan tahun lalu saat Khansa berusia tiga belas tahun, tantenya yang janda tanpa anak itu menikah dengan ayahnya Boy yang seorang duda.

Khansa sejak balita tinggal dengan tantenya. Karena ayah dan ibunya sudah tiada. Ayahnya blesteran Jawa Turky. Tapi wajah sang ayah lebih kental Turky, matanya biru kehijauan seperti Khansa. Ibunya berdarah Betawi. Tapi paras Khansa hampir seluruhnya mengikuti sang ayah.

Ayahnya meninggal saat ia dikandungan. Lalu, sang  ibu meninggal saat usianya dua tahun karena sakit jantung. 

Tantenya tidak memiliki anak, sedang suaminya menceraikannya karena wanita itu mandul.

Bertahun- tahun hidup tanpa suami, sang tante membesarkan Khansa dengan cinta. Hingga akhirnya bertemu dengan ayahnya Boy, dan menikah. Sejak saat itu,  Khansa pun ikut tantenya untuk tinggal satu atap dengan Boy.

Di sana, Khansa diperlakukan dengan baik. Dia juga lumayan dekat dengan adiknya Boy yang bernama Gabrielle. Tapi, dengan Boy? Bawaannya berantem terus.
Jika ke Gabrielle , ia memanggil mbak. Beda dengan Boy, ia memanggilnya dengan sebutan 'Om' dan itu benar- benar membuat Boy tidak suka. Alasannnya kenapa ia memanggil Boy dengan sebutan itu, karena usia mereka yang terpaut hampir dua belas tahun dan juga memang tujuannya agar Boy kesal.

Boy suka mengatur dirinya, bahkan dia sering putus dengan  cowok yang disukainya gara- gara Boy yang overprotektif padanya.

Boy dan dia dijodohkan. Khansa tidak terima perjodohan itu.

Apalagi Boy menyebutnya sebagai gadis manja, badung dan masih anak-- anak. Khansa jelas tidak terima, dan terakhir yang semakin membuat dia kesal ketika Boy memukul teman kampusnya, seorang lelaki yang Khansa suka.
Tidak hanya itu, malamnya Boy tiba- tiba mencium bibirnya. Isssh, Khansa marah besar. Dan itu dilihat oleh ayahnya Boy.

Akhirnya, diam- diam ia pergi dari rumah. Membawa perhiasan yang merupakan warisan ibunya. Ia menjual semuanya. Lalu, pergi meninggalkan Jakarta. Dan, kota inilah yang ia tuju. Berharap Boy tidak bisa menemukannya. Tapi kenyataannya, Boy ada di kota ini juga.

Khansa membanting sendok di tangannya ke atas piring yang sudah kosong. Mengakibatkan suara dentingan yang cukup keras, membuat para pengunjung lain menoleh ke arahnya. Khansa nyengir saja. Kemudian beringsut dari kursinya dan pergi dari warung itu.

Sebuah teriakan mengejutkannya. Ia menoleh ke belakang. Terlihat penjual nasi goreng berdiri memanggilnya.

"Mba!" panggil lelaki berkulit hitam itu setengah berteriak.

Khansa mengernyitkan keningnya. Menoleh ke kanan dan kiri, tidak asa siapa pun kecuali dirinya. Ia menunjuk wajahnya sendiri dengan telunjuk.

"Ada apa?"

"Belum bayar."

******
      Dua jomblo sedang menikmati nasi goreng, mereka duduk berseberangan. Membicarakan kegiatan mereka seharian ini.

D E V O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang