8 - "urusan gue selesai disini"

90 18 2
                                    

"dek, ayo bangun, udah sampe nih" ucap Jake. "ha? iya kak, Kira bangun, Kira bangun" ucap Kira seraya turun dari motor. "kamu masuk sana, langsung mandi, makan, terus tidur" ucap Jake yang masih terduduk diatas motornya. "kakak nggak turun?" tanya Kira seraya mengucek matanya.
"nggak, kakak masih ada urusan. Udah sana masuk" balas Jake. Kira hanya menurut lalu masuk kedalam rumahnya. Tak lupa mengunci pintu karena ia sendirian dirumah. Saat sedang dijalan menuju kamar, telepon genggam Kira berbunyi.

Tanpa melihat caller ID nya, Kira langsung mengangkat teleponnya. "halo?" ucap Kira. "nak, malam ini ibu sama ayah pulang cepat." ucap orang diseberang sambungan telepon. Kira yang tadinya masih mengantuk langsung terbangun, "ha? oh, okay" ucap Kira sebelum sambungan telepon terputus. Tadi itu adalah ibunya, ibu yang super-sibuk, hampir tak pernah ada dirumah. Kira bangun, ia sudah berangkat. Ia pulang, Kira sudah tidur. Sama halnya dengan ayahnya, bahkan, ayahnya lebih parah lagi. Pulang hanya seminggu sekali, paling sering seminggu tiga kali.

Makanya, ibu dan ayah Kira jarang ada dirumah, karena mereka sangat sibuk. Maka dari itu, saat mendengar ayah dan ibunya pulang cepat, Kira langsung antusias. Ia langsung lari kekamarnya dan melakukan rutinitas malamnya. Setelah selesai merawat diri didepan cermin, Kira langsung menelepon kakaknya. "halo, kak!" ucap Kira. "iya, kenapa?" ucap Jake. "cepet pulang, ibu sama ayah mau pulang cepet malam ini" ucap Kira dengan senyuman diwajahnya. "iya, kakak usahain ya" ucap Jake sebelum menutup sambungan teleponnya. Kira kaget, biasanya Jake akan izin sebelum menutup teleponnya, seperti, "kakak matiin ya teleponnya?". Tapi kali ini, ia langsung menutup teleponnya.

"oh well" ucap Kira seraya menaruh handphonenya dimeja rias lalu lanjut menyisir rambutnya yang masih setengah basah. Tak lama, ia mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Ia langsung berlari menuruni tangga dan mendapati pintu yang baru saja dibuka oleh Mbok Uup. Terlihat sepasang suami istri paruh baya dengan pakaian khas orang kantoran dengan wajah yang lelah. "sini nya saya bawain tasnya" ucap mbok Uup. "makasih mbok" ucap Ranti, ibu kandung Kira, setelah memberikan tasnya kepada mbok Uup. "ibuuu!" ucap Kira seraya berlari menuju ibunya dan memeluknya.

"hey, aduh, dasar bayi besar" ucap Ranti kewalahan menyambut pelukan hangat anaknya yang sekarang tingginya sudah melebihi dirinya sendiri. Ayahnya-pun hanya tersenyum melihat anak perempuan satu-satunya dan istrinya berpelukan. Ia rindu saat-saat seperti ini, momen-momen hangat bersama keluarga. "ayo ah jangan dipintu" ucap Ibu melepas pelukannya. "hehe" Kira terkekeh.

Setelah penyambutan, Ayah dan Ibu pergi kekamar untuk mengganti baju mereka yang sudah seharian melekat ditubuh. Setelah itu, mereka turun ke meja makan yang sudah diduduki oleh Kira dan dipenuhi makanan hasil masakan mbok Uup. "Kira, kakakmu mana?" tanya Ayah seraya duduk dikursi samping Ibu. "coba aku telepon ya, yah" ucap Kira seraya berdiri dan menghindar dari meja makan untuk menelepon Jake.

"halo, kak Jake, kakak dimana? Ayah sama ibu udah dirumah" ucap Kira setelah teleponnya diangkat. "iya, sebentar lagi" ucap Jake sebelum memutus sambungan teleponnya. Aneh, batin Kira. Akhirnya ia balik ke meja makan dengan wajah kecewa. "katanya, sebentar lagi pulang" ucap Kira, antusiasme di wajahnya memudar. "yasudah, kita tunggu kakakmu pulang ya" ucap Ibu. Kira hanya mengangguk.

Sudah sekitar dua puluh menit mereka menunggu, Jake belum juga datang. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan duluan karena sudah terlalu lapar. Walaupun dipiringnya sudah terisi lauk enak buatan Mbok Uup, Kira tetap segan makan dan bersikeras untuk menunggu kakaknya pulang. Alhasil makanannya hanya diaduk dan diputar-putar diatas piringnya.

"Kira, makanannya jangan dimainin ah. Ayo, dimakan" ucap Ibu. "aku nunggu kakak aja bu" ucap Kira. "kakakmu sudah besar, pasti dia masih kumpul sama temen-temennya, ayo, makan." ucap Ibu. "tapi bu, aku maunya kita makan berempat, aku kangen bu" ucap Kira dengan raut wajah sedih. "sayang, nanti kakakmu pasti pulang kok. Ibu janji, habis ini, kita nonton film bareng sama kakakmu okay? Ber-empat sama ayah juga" ucap Ibu. Kira langsung semangat lagi, ia menganggukkan kepalanya antusias.

Namun, ternyata sampai jam 10 malam Jake belum juga pulang. Yang membuat Kira tambah khawatir, ia bahkan tidak membalas pesan-pesan Kira sama sekali. Teleponnya juga tidak diangkat. Kira begitu gelisah, ia terus mondar-mandir diruang tamu, menunggu kakaknya pulang. "non, udah malem, tidur non" ucap Mbok Uup dengan wajah khawatir. "aku nunggu kakak, mbok" jawab Kira. "mbok duluan ya?" pamit mbok Uup. Kira hanya mengangguk.

Satu jam, dua jam, bahkan tiga jam berlalu, dan Jake belum kunjung pulang. Jam sudah menunjukan pukul satu lewat empat belas, Kira dengan frustasi menempel handphonenya kedaun telinganya menunggu kakaknya mengangkat teleponnya, tapi hasilnya nihil. "oh iya, kenapa gue nggak telepon temen-temennya aja ya? Aduh, Kira bodoh!" ucap Kira seraya mencari kontak anggota-anggota enam hari.

Orang pertama yang ia telepon adalah Brahma. "halo, kak Brahma! Maaf ganggu kak malem-malem, kakak tau nggak kak Jake kemana?" ucap Kira setelah Brahma mengangkat teleponnya. "ha? iya, Kir, nggak apa-apa. Nggak tau gue, emang dia nggak dirumah?" ucap Brahma diseberang sana seraya mengucak matanya. "nggak kak. Yaudah, makasih ya!" ucap Kira sebelum memutuskan sambungan teleponnya.

Nama personil Enam Hari kedua yang muncul di kontaknya adalah Satria. Segera ia telepon ketua OSIS itu. "halo, ada apa Kir?" tanya Satria setelah mengangkat teleponnya. "aduh, kak, maaf ganggu tengah malam! aku mau nanya, kakak tau nggak, kak Jake dimana?" tanya Kira. "nggak ganggu kok Kir. Btw, gue gak tau. Maaf ya? Emang, Jake nggak dirumah?" ucap Satria. "aduh, ya nggak lah kak! Kalau ada, aku nggak akan nanya. Yaudah, makasih ya!" ucap Kira yang semakin gelisah sebelum memutuskan sambungan teleponnya.

Orang terakhir yang ia telepon adalah Willy. Namun, Willy tidak mengangkat teleponnya. Baru Kira mau meneleponnya lagi, ternyata Willy sudah menelepon Kira duluan. "iya, halo Kir? Ada apa ya?" tanya Willy. "halo kak willy! Kakak tau nggak, kak Jake dimana?!" tanya Kira. "aduh, sorry Kir, gue nggak tahu." ucap Willy. "oh, yaudah, makasih ya kak! Maaf ganggu!" ucap Kira sebelum memutus sambungan teleponnya dengan Willy. Kira menghela nafas kasar, ia frustasi akan keberadaan kakaknya sekarang.

<놓아!>

"jadi selama ini kalian ngapain, hah?!" teriak seorang wanita paruh baya. "dari awal saya sudah tegaskan, kalian harus jaga dia! Tapi sekarang, lihat, reputasi dia rusak hanya karena perempuan sialan itu!" teriaknya lagi. "jangan berani-beraninya panggil dia perempuan sialan!" ucap Jake menaikan nadanya. "sudah berani kamu sama saya, punya apa kamu berani melawan saya?" ucap wanita itu menantang.

"ibu boleh menghina saya, menghina teman saya, tapi jangan sekali-sekali ibu menghina dia!" ucap Jake dengan lantang. "apa saya harus takut sama kamu dan keluarga lemahmu itu?" ucap sang wanita meremehkan. Jake sudah diambang kemarahan, ia tidak terima keluarganya direndahkan. "sekali lagi saya ingatkan, jangan pernah bawa keluarga saya, maupun dia!" ucap Jake. "tenang, Jake, tenang!" ucap Damar seraya menepuk pundak Jake.

"aduh, kalian itu lucu sekali ya. dua orang remaja dari keluarga biasa saja berani melawan saya, apakah kalian berusaha untuk melawak?" ucap wanita itu seraya terkekeh. "udah oma, cukup." ucap seorang remaja perempuan yang sedari tadi hanya diam dan menunduk. "aduh, cucu kesayangan oma. Apa yang mereka lakukan sampai kamu jadi seperti ini, huh?" ucap wanita tua itu seraya memeluk tubuh kecil remaja perempuan berambut panjang sepunggung itu.

"intinya, mulai hari ini, saya mau kalian membersihkan nama cucu saya ini! Kalian juga harus menjaganya setiap saat, dua puluh empat tujuh." ucap wanita itu tegas. "dengar ya, saya sudah muak akan semua ini. mulai sekarang, jangan memperbudak saya lagi! dan lo, Damar, jangan harap gue mau bantu lo lagi! urusan gue selesai disini." ucap Jake seraya meninggalkan rumah sebesar istana itu dengan amarah yang kuat.

<놓아!>

letting go (놓아, 놓아, 놓아) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang