Amusements Park

61 5 0
                                    

Kami bertiga sampai di amusements park yang baru buka beberapa bulan yang lalu. Sebelum turun dari mobil tak lupa ia mengenakan kaca mata hitam dan beanie nya. Andra membayar tiket terusan untuk kami bertiga. Entah kenapa lelaki usia 31 tahun ini masih tertarik ke taman hiburan, seharusnya lelaki seusianya kemari sih karena mengantarkan anaknya.

"Candra mau main apa dulu?" tanyaku pada Candra.

"Rumah hantuu kakk" jawabnya bersemangat.

"Candra yang jalan di depan lho ya" godaku. Kami berjalan menuju wahana rumah hantu. Baru 3 langkah memasuki wahana tersebut Candra yang semula bersemangat memimpin si depan langsung mundur dan bersembunyi dibalikku. Aku langsung panik tetapi gengsi, Andra juga tidak mengambil inisiatif berjalan di depan.  Sialan! Akhirnya aku memimpin, baru berjalan 5 langkah tiba-tiba muncul pocong yang menggantung di depan kami. Aku tak tahan lagi akhirnya ku raih tangan Candra lalu berlari dan berteriak disepanjang rute rumah hantu. Berdoa untuk segera menemukan pintu exit nya. Aku sering pergi ke semacam rumah hantu di taman hiburan diluar negeri, tapi aku akui hantu lokal memang 13x lipat lebih menakutkan!

Sampailah kami dipintu exit, ku lihat dibelakangku ternyata Andra keluar sambil berlari. Cih! Penakut juga.

"Pada haus ngga nih yang teriak-teriak?" tanya Andra.

"Eh kamu- maksutku kak Andra juga ikut ngibrit ya tadi" rasanya tidak sopan kalau aku memanggil dengan kata kamu pada Andra saat ada Candra.

"Hauss kakk" kata Candra sambil terengah-engah.

"Baru satu wahana udah pada ngos-ngosan aja" kata Andra sambil terkekeh. Akhirnya kami mampir ke kios minuman.

"Silahkan bapak, ibu, mau pesan apa?" tanya si penjual. Sial! Kalo dia sih pantes dipanggil bapak, batinku. Andra dan Candra asik memilih minuman.

"Mau yang mana?" tanya Andra padaku.

"Samain aja" jawabku.

"Ice chocolate nya 1 mas, es lemon tea nya 2" celoteh Candra. Tiba-tiba Andra mendapat telpon sehingga aku mengambil inisiatif untuk membayar minumannya. Setelah membayar aku dan Candra mengucapkan terima kasih.

"Putrinya cantik bu, mirip bapaknya" ujar si penjual minuman sambil tersenyum. Candra tertawa, aku hanya nyengir sambil menyeretnya menjauh.

"Kak Aya, kak Aya mau ngga dijodohin sama kak Andra?" tanya Candra.

"Iihh itu kan omongannya orang dewasa, Candra nguping yaa" godaku untuk mengalihkan perhatian.

"Bukan nguping kak, emang dirapatin sama papa, mama" jawabnya sambil meminum ice chocolate nya.

"Rapat? Kamu ikut rapat?" tanyaku.

"Jadi mama papa punya kebiasaan rapat berempat kalo ada hal penting yang menyangkut keluarga kak. Karena Candra udah SMP Candra boleh ikut. Candra ngga nguping" jawabnya.

"Ohh gitu" jawabku.

"Pertanyaan Candra belum dijawab lho kak" tanyanya serius.

"Kakak belum rapat sama ibu dan ayah kakak" jawabku sambil tersenyum dengan harapan dia akan mengerti. Jawabanku tidak sepenuhnya salah, bukannya rapat tapi malah sidang, semua perkara ayah yang putuskan.

"Candra suka sama kak Aya, kak Aya mau yaa jadi kakak ipar Candra nantii. Candra ngga punya kakak perempuan. Kak Andra baik kok kak, ngga pelit sama Candra." rengeknya.

"Iya dan kakak kamu juga sayang banget sama Candra, yang nurut yaa sama kak Andra. Tapi jadi kakak perempuan kan ngga harus jadi kakak ipar" ujarku tersenyum sambil membetulkan tali sepatunya yang longgar.

Andra sudah selesai menelepon dan berjalan mendekati kami. Ku berikan ice lemon tea miliknya.

"Thanks, maaf yaa nunggu lama. Main kora-kora yuk" ajak Andra sambil menunjuk wahana permainan berbentuk perahu yang berayun-ayun. Aku sendiri tidak tau dimana letak keseruannya.

Setelah selesai bermain kora-kora ternyata ada yang menjajakan foto beragam ekspresi pengunjung yang menaiki wahana tersebut. Andra membeli 2 foto kami bertiga, Candra duduk ditengah. Ia menyerahkan satu padaku saat ekspresi kami jelek dan menyimpan foto lainnya. Aku tak peduli.

Selanjutnya aku memilih wahana tornado. Wahana dimana pengunjung duduk dan diputar-putar 360 derajat diketinggian selama beberapa menit. Sangat seru, tapi sayang setelah bermain Andra pusing dan mual. Ternyata dia takut ketinggian.

"Kenapa ngga bilang kalo takut ketinggian?" tanyaku panik melihatnya terduduk lemas.

"Gengsi, I think I've overcome it karena pas naik kora-kora juga biasa aja. I guess not" katanya sambil nyengir. Bodo amat, batinku.

"Ini minyak kayu putih, buat mengurangi mualnya" kataku setelah kembali dari ruang perawatan.

"Thanks" jawabnya. Aku dan Andra duduk sambil mengamati Candra yang asik bermain ice skating di area anak-anak. Sesekali Candra melambai pada kami.

"Boleh aku tanya kenapa mendadak kamu berubah pikiran dan ikut kesini?" tanya Andra membuka percakapan. Ku hela nafas panjang.

"Karena ayah memohon padaku. Baru sekali ini dalam seumur hidupku ayah memohon padaku" jawabku.

"Kamu sendiri kenapa tidak menolak dijodohkan denganku?" tanyaku penasaran sambil diam-diam melihat kearahnya.

"Jangan kepedean, aku pun awalnya menolak. Tapi argumen mama papa terlalu kuat untuk ditentang, aku kalah strategi" ujarnya sambil terkekeh.

Percakapan kami terhenti. Aku tak ingin juga melanjutkannya. Ku lempar pandanganku dan melihat-lihat sekitar. Candra telah selesai bermain kemudian ia berjalan ke arah kami.

Tak sengaja ku lihat segerombolan gadis-gadis yang berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk kearah Andra. Ku lihat Andra, ia sedang membuka kacamata hitamnya karena pangkal hidungnya gatal. Maklum ia selalu mengenakan kaca mata itu sejak turun dari mobil dan hanya melepasnya saat bermain tornado.

"ANDRAAAAAA" teriak salah satu dari mereka disambut jeritan histeris lainnya. Andra menoleh kaget dan segera memasang kacamatanya kembali. Ia meraih tanganku dan Candra.

"Anggap lagi dirumah hantu ya, lari yang kenceng kayak tadi dan jangan lepaskan tanganku" ujarnya sambil mulai berlari.

Kami bertiga berlari ke arah pintu exit sambil dikejar gerombolan fans garis keras Andra. Kami hampir terkejar, untunglah kami mendapat bantuan dari security yang sigap membaca situasi dan menjadi pagar pelindung kami. Kami berhasil mencapai mobil, tanganku terlepas dari genggaman Andra. Andra mengamankan Candra terlebih dahulu ke dalam mobil. Aku yang sempat tertinggal ikut terdorong-dorong kerumunan massa yang memanggil-manggil nama Andra hingga hampir jatuh tapi seseorang menangkapku lalu mendekapku dan membimbingku ke mobil. Aku mendongak, ku lihat Andra merapatkan tubuhku padanya agar terlindung dari dorongan-dorongan orang-orang disekitar kami, ia memggenggam tanganku sangat erat seakan-akan aku bisa tiba-tiba lenyap darinya. Ia tetap tersenyum sambil sesekali mengatakan permisi agar bisa lewat diantara kerumunan fansnya.

"Langsung kunci pintunya! " perintahnya padaku. Setelah membantuku naik ke dalam kursi penumpang Andra berlari menuju kursi kemudi. Andra mengemudi perlahan agar tidak menabrak gadis-gadis tersebut. Mereka masih berteriak histeris sambil menggedor-gedor kaca mobil. Tentu saja security kewalahan karena kalah jumlah. Akhirnya kami terbebas dan melengang ke jalan raya.

"Hebatt kakk, ini rekor terlama kakak ada di tempat umum dan baru ketauan hahaha" ujarnya sambil tergelak.

Aku terduduk diam, masih shock dengan kejadian barusan. Betapa bringasnya gadis-gadis tersebut, seperti mendadak mereka memiliki kekuatan hulk untuk menerobos security dan mengejar Andra. Aku keheranan mengapa Candra bisa tertawa lepas, mungkin ia sudah terbiasa dan Andra harus melawati hal ini hampir setiap hari. Meskipun usianya yang sudah berumur tapi penggemarnya gila juga.

"Aya gapapa kan? Ada yang luka?" tanya Andra sambil menoleh padaku. Aku terdiam masih belum bisa menjawabnya.

"Kak Aya?" panggil Candra sambil menyentuh bahuku. Aku tersadar dari lamunanku.

"Ngga papa kok Candra" jawabku sambil berusaha tersenyum dan menyentuh balik tangannya.

Cerita AyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang