Range Rover

74 8 0
                                    

Mobil Range Rover putih sampai di depan lobby. Kupikir ia akan membawa Lamborghini Aventador atau Ferrari untuk sekedar pamer padaku seperti tuan muda - tuan muda kenalan ayah dulu.

"Saya yang nyetir, anda tidak tau jalan di kota ini. Saya harus sampai 15 menit lagi dan saya terlalu malas untuk menjadi navigator" ujarku.

"Silahkan" jawabnya sambil membukakan pintu untukku.

Ku injak pedal gas dalam - dalam, kalau perlu ku serempetkan saja sekalian mobil ini. Andra tampak tenang - tenang saja dan memasang sabuk pengamannya.

"Nanti pulang jam berapa?" tanya Andra.

"Bukan urusan anda" jawabku ketus.

"Aku yang antar ya aku yang jemput dong. Kalo ngga mau kasih tau yaudah aku tungguin di parkiran sampai kamu keluar" ujarnya lembut.

"Tungguin aja, aku pulang lewat pintu belakang" jawabku.

"Okay ku jemput di pintu belakang" ujarnya sambil tersenyum.

"Udah sampek, silahkan pulang" ujarku sambil mematikan mesin lalu turun dari mobil.

"Jadi pulang jam berapa Ya? Aya? Tunggu Ya!" teriaknya padaku yang sudah jalan menjauh dengan cepat.

"Apaan sih!?" bentakku.

"Maaf Ya, kunci mobilnya" jawabnya sambil tertawa kecil.

Aku menunduk dan melihat tanganku yang menggenggam kunci mobil miliknya. Sial! Aku lupa ini bukan mobilku. Tanpa pikir panjang ku lemparkan kunci itu padanya yang dengan sigap ia tangkap dan segera berbalik badan sembari menahan malu.

"Ku jemput ya Yaa, ga baik naik taksi malem-malem" teriaknya. Aku terus berjalan pura-pura tidak kenal.

Saatnya fokus pada pasien emergency-ku. Pulpitis ireversibel adalah nama keren dari sakit gigi yang cekot - cekot secara spontan dan giginya masih hidup. Terkadang pasien bisa sampai bad mood maupun sensi.

"Dok tolong saya, gigi saya sakit ga berhenti-berhenti. Rasanya pingin makan orang dok. Semua orang saya semprot. Ga kuat deh dok, cabut ajaa cabutt" ujar bu Aminah. Bu Aminah adalah pasienku yang sangat loyal, saking loyalnya hanya mau ditangani olehku bahkan dihari liburku.

"Saya periksa dulu ya bu Aminah. Apa sudah minum obat sebelumnya?" tanyaku.

"Saya kasih minyak tawon dok, tapi ngga sembuh-sembuh."

"Eh ibu, kok dikasih minyak tawon?" ujarku bingung dan menahan tawa.

"Biasanya begitu dok, karena ngga mempan suami saya sempat menyarankan kumur bensin"

"Eh anu bu, ngga bahaya tuh?" tanyaku semakin heran.

"Tenang dok, saya ngga kumur bensin kok saya juga takut"

"Oh syukurlah, lebih baik diminumkan obat pereda nyeri bu. Lebih manjur. Sekarang saya tangani ya bu" lanjutku sambil memulai perawatan pada bu Aminah.

Setelah selesai merawat 4 pasien, ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 22.30. Ku renggangkan punggungku ke kanan dan kekiri. Lama-lama bekerja dengan posisi yang monoton bisa-bisa terkena low back pain, oleh karena itu selalu ku sempatkan stretching.

Ah aku teringat paper telaah jurnal yang belum ku jamah untuk dipresentasikan lusa. Setelah menyelesaikan tugas sebagai dokter gigi ku tancapkan flasdisk yang selalu kubawa kemana-mana ke komputer ruang praktek dan mulai mengerjakan tugasku sebagai mahasiswa spesialis.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.30, poli rawat jalan juga sudah sepi. Segera ku kemasi barang-barangku untuk pulang. Di tempat parkir ku lihat Range Rover putih telah ataupun masih menungguku. Sial! Aku lupa masih ada satu hal lagi yang harus ku urus sebelum aku menemui kasurku yang sangat nyaman. Andra turun dari mobil.

"Sudah selesai, bu dokter? Mari saya antar" ujarnya seraya membukakan pintu penumpang.

"Ngga terima kasih, aku udah pesen taksi" jawabku sambil berlalu.

"Ya lebih bahaya mana masuk ke mobil dengan orang yang ga dikenal tengah malem dengan masuk ke mobil orang yang kenal orangtuamu?" ujarnya sambil menghadang jalanku. Aku tidak mau terlihat seperti kekasih yang sedang bertengkar di depan IGD dan aku juga sudah terlalu lelah untuk berdebat. Aku menyerah dan masuk ke mobilnya.

"Kamu belum makan kan? Kita cari makan dulu ya" ujarnya

"Ngga usah kita kan udah makan malam tadi, langsung pulang aja" jawabku.

"Kamu habis kerja selama itu ngga laper apa? Kita makan dulu ya"

"Aku ngga laper, aku capek. Langsung pulang aja" jawabku makin kesal.

"Maaf Ya tapi aku laper nih, kamu ngga kasian apa aku udah kayak supir nungguin kamu dari tadi"

"Aku ngga minta ditungguin ya, pulang aja gapapa kok" makin bete.

"Ya kan aku tamu disini, masak tuan rumah membiarkan tamu kelaparan sih" rengeknya.

"Yaudah cepet mau makan apa?" aku menyerah.

"Disini yang enak apa Ya?" tanyanya dengan semangat.

Ku ajak Andra makan di warung bakso dipinggir jalan dengan harapan dia jengkel aja ku ajak makan di pinggiran. Diluar dugaan makannya sangat lahap. 2 mangkok bakso dilahapnya.

"Kamu terakhir makan 4 jam yang lalu atau 4 hari yang lalu sih?" sindirku heran. Kasihan juga tapi, nungguin di mobil selama itu.

"Maklum disini dingin Ya, jadi gampang laper. Ciee udah manggil aku kamu" candanya disela mengunyah baksonya.

"Diem deh, makan semangkoknya sekalian" jawabku ketus.

Selesai makan kami kembali ke mobil.  Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Ku arahkan Andra untuk menyetir ke arah rumahku.

"Bawa kunci rumah kan? Udah pada tidur kayaknya" tanya Andra.

"Kalau kamu pikir ini kediaman pak Dimas Wirastomo anda tentu saja salah. Ini rumahku. Saya bukan tuan rumah yang baik jadi saya tidak akan menawarkan untuk mampir. Silahkan kembali ke hotel anda" ujarku.

"Tapi anda adalah tuan rumah yang bijak nona Aya. Ini sudah dini hari, tidak akan baik dilihat tetangga kalau anda menawarkan saya untuk masuk. Terima kasih baksonya, selamat malam" pamitnya sambil tersenyum.

"Terima kasih tumpangannya" jawabku sambil membuka gembok pagar rumah.

Cerita AyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang