Jevin

45 5 0
                                    

International Private Senior High School, Tahun 2009

Aya bersandar pada pagar lantai 2 SMA nya sambil melihat ke arah segerombolan siswa laki-laki yang bermain bola basket saat jam istirahat sekolah. Aya tak sendirian, sederet siswi-siswi lainnya juga turut menyaksikan pemandangan ini. Pemandangan Jevin yang asik mengoper bola dan beberapa kali memasukkan bola kedalam ring yang kemudian disambut sorakan dari siswi-siswi di lantai 2.

Jevin namanya, atlet basket sekolah yang berhasil membawa tim basketnya sampai ke tingkat provinsi namun gagal melaju ke tingkat nasional. Jevin berasal dari keluarga biasa-biasa saja, terkadang ia memberikan tutorial pada adik kelas untuk menambah uang jajannya. Ia bersekolah disini karena beasiswa. Ia sudah dua kali menjadi wakil sekolah dalam ajang OSN (Olimpiade Sains Nasional). Pribadinya ramah dan menyenangkan, tidak dibuat-buat.

Setiap semester banyak adik kelas terutama siswi-siswi yang antri ingin mengikuti tutorialnya, apalagi ini adalah tahun terakhir Jevin di sekolah, sebentar lagi ia akan lulus. Karena saking banyaknya yang mendaftar Jevin sampai harus mebuat ujian saringan, karena mata pelajaran Jevin sudah berat ia memutuskan untuk membimbing sejumlah siswa dengan range nilai yang sudah ditentukan agar sesuai kuota .

Aku belajar mati-matian untuk tes tersebut. Seorang Aya yang awalnya tidak begitu tertarik pada bidang akademik akhirnya belajar mati-matian hanya untuk mendapatkan tiket tutorial dengan kakak kelas atlet basket tertampan tingkat provinsi. Ya, aku berani berkata tingkat provinsi karena aku selalu menonton pertandingan basketnya mulai dari tingkat kota hingga provinsi dan tidak ada pemain basket yang setampan dia.

Singkat cerita aku berhasil menjadi peserta tutorial Jevin. Entah aku ini masuk range yang lumayan atau bahkan range nilai yang terendah, akupun tak peduli. Satu grup hanya terdiri dari 10 anak kelas 10 dan 10 anak kelas 11 yang dibagi pada waktu yang terpisah. Aku juga berhasil meluluhkan hati ayah untuk berhenti mendatangkan guru les private ke rumah. Aku tidak peduli meski guru les yang ayah datangkan adalah lulusan universitas ternama, aku hanya butuh Jevin sebagai tutorku.

Tutorial berlangsung di rumah Jevin sebanyak tiga kali seminggu mulai pukul 16.00 - 18.00 dengan mata pelajaran matematika dan IPA. Aku heran Jevin masih memiliki tenaga setelah berlatih basket kemudian langsung memberikan tutorial.

Suatu saat pak Danang, supirku, terlambat menjemput karena terkena macet setelah mengantar ayah dan ibu ke bandara. Pak Asep, supir ayah dan ibu sedang pulang kampung sehingga aku harus diantar bergantian dengan ayah dan ibu.

"Mau aku antar?" tanya Jevin sambil tersenyum.

"Tidak usah kak, merepotkan. Eh tapi kakak ada jam tutorial untuk kelas 11 ya habis ini? Jadi tidak enak dong kalo Aya tunggu disini, jadi mengganggu" jawabku.

"Tidak, mereka ada ulangan mata pelajaran lain besok sehingga tutorialnya diganti hari. Aku akan bertemu temanku di cafe di tengah kota, sekalian saja ku antar atau kamu mau ikut ke cafe sebentar sehingga aku tidak harus putar balik?" tanyanya ramah. Aku jadi salah tingkah.

Akhirnya aku menerima tawarannya. Ku kirim pesan singkat lewat handphone Nokia ku pada pak Danang agar tidak usah menjemputku. Ini adalah kesempatan emas, mumpung ayah dan ibu sedang ke Jerman untuk perjalanan dinas dan berlibur selama 1 bulan lamanya. Ayah tidak mengizinkan Aya ikut karena harus sekolah. Sejak SMA ayah lebih ketat menyangkut pendidikan Aya.

Jevin memboncengku diatas motor sportnya, melaju membelah jalanan kota. Aku terpaksa berpegangan pada pinggangnya karena sentakkan motornya namun ia juga terlihat tidak keberatan.

Itulah kencan pertama kami atau setidaknya aku menganggapnya begitu. Sesampainya di cafe ia mengenalkanku pada kawan-kawannya.

"Jevin tidak sembarangan mengenalkan seorang wanita, kamu adalah wanita pertama yang ia bawa ke pertemuan kami" bisik kak Reza padaku.

Cerita AyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang