1. Zürich

58 6 1
                                    

Di Sebuah mansion kecil di dekat pedesaan alpen. "Nona muda sarapan sudah siap!" Yang dipanggil hanya bergelut dengan selimutnya. "Hmm!" Sang maid sudah sangat bosan untuk membangunkan nyonya nya yang satu ini. "Nyonya, tuan besar sudah menunggu dibawah!" sekali lagi si penghuni kamar hanya mengiyakan saja.

"Nyonya muda! Tuan besar sudah memanggil! sarapan sudah siap, Ayo bangun!" Si penghuni kamar yang sudah lelah dipanggil akhirny menyibakan selimut yang menutupi kepalanya. "Elvanya! Bisakah kau pergi,bilang saja aku sudah kenyang!".

Elvanya sangat hapal apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tapi belum satu kata pun seorang pemuda dengan secepat kilat mendobrak pintu kamar gadis tersebut. "OI VITIUM! MAU SAMPAI KAPAN KAU BERMESRAAN DENGAN KASURMU!" amuk pemuda itu.

Ia langsung menghampiri gadis tersebut dan menarik selimutnya tanpa ampun. Akibatnya sang gadis ikut terputar lalu terpental ke lemari bajunya. Ia meringis karena benturan pada bahunya kemudian wajahnya mulai memerah karena marah. "Hei, Elvanya haruskah ku ulang! Atau-", "Atau apa?".

Si gadis melongo melihat siapa yang ada di hadapanya. "Oh, kau toh. Morning brevis, Apa kabarmu!" Ucapnya sambil berkedip. "Baik hanya sampai aku melihatmu berlumuran iler dengan piyama dan duduk seperti orang bodoh. Oh dan jangan panggil aku brevis!".

Si gadis sudah sangat mengerti sifat kakanya yang satu ini. "Ya oke aku akan turun 10 menit lagi". Sang kaka hanya memutar matanya malas dan berlalu diikuti sang maid dibelakangnya.

10 menit kemudian...

Suasana mencekam menyelimuti ruang makan keluarga Green. Si gadis turun dengan pedenya. "Terlambat seperti yang diharapkan" suara barington sang ayah memecah dentingan sendok dan garpu. "Haruskah ku memberi tahu jadwal sarapan kita?".

Si gadis menunduk takut sambil memainkan ujung bajunya. Angan anganya mulai berpikir ke hal yang lain. "Estelle Green! Apa kau mendengarku!" Estelle terlonjak, dan makin menundukan kepalanya sambil bergeleng. Ia berharap hari esok akan jauh lebih baik.

•••

Setelah sarapan selesai Estelle segera pergi keluar. Ia berniat mendului kakanya ke sekolah, namun naas ternyata yang ditinggal malah sudah duduk dimobil duluan. "Lima kosong! Kau itu benar benar berotak udang ya? Sudah jelas ada pintu samping, masih juga lewat pintu depan".

Estelle cemberut ia menggerutu selama perjalanan. Sampainya di sekolah ia langsung turun dan berlari menjauhi si kaka, yah alih alih nanti disuruh bawain tas.

Kelas Estelle terletak di lorong ke -3, gedung ke -2 (khusus perempuan), lantai ke-5, kelas 9Y. Well gak jauh cuma 300m jarak dari gedung satu ke dua *yeah*. Estelle sampai ke kelasnya dengan hasil. Rambutnya awut awutan, seragamnya miring, almameternya kebuka, dan dasinya terbang.

Satu kelas menatapnya sudah biasa, jika orang berfikir keluarga Green pasti elit, pintar, rupawan, berwibawa dan sebagainya. Maka hal itu tak berlaku untuk Estelle, dan yang paling parahnya adalah ia sama sekali tidak peduli pada apa kata orang. Jadi wajarkan kelakuanya seperti putri bar bar.

Di lain tempat si kaka masih melongo setelah dihadapkan jurus kabur adiknya. Sebenarnya ia memang ingin menyuruh Estelle membawakan tasnya. Tapi dia pikir tas Estelle jauh lebih berat dari tasnya, jadi ia akan melepaskanya. Hanya saja ada satu masalah.

"Brengsek! Adek sialan! WOI VITIUM BALIKIN TAS GUE!" yah, masalahnya Estelle salah bawa tas. Alhasil si kaka turun membawakan tas adiknya. Ia berjalan bak pangeran, semua gadis menatapnya kagum.

Umbra Albis : The Legend Of Nine Tailed Fox Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang