10

6.7K 644 62
                                    

Dorong aku atau berpalinglah... Ku mohon... Batin Ferral. Tapi perempuan itu malah menutup matanya dan sedikit mengangkat wajahnya. Bagi Ferral itu sebuah persetujuan untuk tindakannya yang lebih nekat. Tapi... Ia tak senekat itu.

"Ehm... Aku enggak apa-apa." ucapnya merusak suasana. Yah... Ia tahu, betapa brengseknya ia saat ini. Sial! Bagaimana bisa ia sudah sedekat ini dengan Miranda dan bahkan berniat mencium perempuan itu tapi malah merusak suasana.

"Ah... Eh, aku bawa susu dulu buat Venna." ucap Miranda canggung. Ia menggigit bibir dalamnya lalu berbalik ke arah dapur sedang Ferral meninggalkan Miranda sambil mengumpat terus dalam hatinya.

Miranda terdiam di meja dapur. Ia menyentuh dadanya yang berdebar kencang. Bagaimana bisa ia segugup ini hanya karena akan dicium 'suami' sendiri?

"Astaga... Kenapa perasaan ini asing, tapi terasa membahagiakan? Bodoh Mira... Dia kan suami kamu..." Miranda bermonolog tanpa mengerti apa yang ia rasakan. Akhirnya ia putuskan bergabung kembali dengan Venna dan lainnya di kolam.

---

"Mami...!" seru Venna sepulang sekolah. Ia diantar oleh bus dan tiba sekitar jam 11 siang setiap harinya dari Play Group.

Miranda yang sedang masak di dapur langsung melepas celemeknya dan berjalan lalu berlutut saat Venna sudah dekat dengannya.

Gadis kecil itu melompat dalam dekapannya lalu mencium kedua pipinya. "Miss you, Mami..." ucapnya menggemaskan.

"Miss you too princess..." ucap Miranda mencubit kedua pipi Venna gemas lalu keduanya tertawa riang.

Bik Inem yang membantu nyonya rumah itu menyiapkan hidangan makan siang tersenyum bahagia. Sejak 3 tahun ia kerja di rumah Ferral dan menjadi asisten rumah tangga, ini adalah masa terbaik yang pernah ia rasakan di rumah besar itu.

Selama ini, rumah itu terlihat begitu sepi. Hanya ada Tuannya dan putri kecilnya. Dan, tuannya juga kadang sibuk kerja dan menitipkan Venna padanya juga babby sitter yang mengasuh Venna.

Tapi selama tiga bulan ini, tak ada lagi kecemasan yang tiap pagi ia lihat di wajah Ferral seperti dulu. Ferral tampak lebih tenang setiap pergi bekerja dan meninggalkan rumah.

Venna juga selalu tertawa bahagia dan tawanya membuat rumah itu hangat. Semua karena nyonya Miranda yang disebut tuan mereka sebagai istrinya.

"Mami... Siang ini kita samperin Papi ke kantor yuk. Kita makan siang bareng... Habis itu kakak temenin Mami shopping belanja baju, sendal, sepatu, tas semuuuaaa. Kan weekend nanti kakak mau kelulusan TK A." ucap Venna. Ia menyebut dirinya Kakak dengan harapan agar segera diberi Tuhan adik.

"Tapi Mami enggak tahu kantornya Papi, kak..." ucap Miranda sedih.

"Mami tenang aja. Kakak tahu kok. Nanti kita naik grab car. Kakak yang pesen deh. Papi udah sering ajarin kakak cara nya."

Wow, Miranda kagum anak sekarang 5 tahun sudah bisa pesan grab sendiri. Memang Venna sudah 5 tahun lebih tapi gak nyangka kan dia bisa sepintar itu? Salut buat kemandirian anak itu.

"Tuan yang ngajarin Nyonya. Katanya kalo non Venna butuh apa-apa dia sudah bisa mandiri." jelas Siti. Miranda membulatkan mulut berbentuk O.

"Mami... Nanti sekalian minta Papi belikan hape ya buat Mami... Uang Papi kan banyak..." ucap Venna jahil. Miranda tersenyum. Membayangkan Ferral entah kenapa hatinya jadi berbunga-bunga sekaligus berdebar.

Pria itu bersikap baik padanya, memberinya perhatian. Mencium keningnya setiap akan berangkat kerja. Dan sikap manis itu membuat Miranda nyaman. Meskipun awal sikap manis Ferral karena desakan Venna tapi akhirnya menjadi kebiasaan mereka. Venna selalu cerewet jika Ferral berangkat kerja tapi tidak mencium kening Miranda.

Someday... HAPPY. (SEGERA DI HAPUS TGL 17 AGUSTUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang