بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku, Entah siapa. aku masih sangat enggan untuk menarik diri dari hangatnya selimut. Tetapi saat guncangan di tubuhku tak kunjung berhenti dengan terpaksa aku membuka mata dan mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk. Risma, dia berada tepat di depanku dengan mengenakan mukena dan lagi-lagi dengan senyum yang begitu manis.
"Bangun, Naf sudah jam 4 kurang 5 menit."
Aku mengerutkan kening, ini masih terlalu pagi bagiku untuk bangun. Melihat di sampingku tidak ada siapa-siapa lagi membuatku beranjak dengan sangat terpaksa. Aku merasa malu karena bangun paling terlambat.
"Yang lain mana?" tanyaku pada Ima yang telah kembali duduk di atas sajadah.
"Lagi pada mandi,"
Aku membulatkan mataku, mandi di jam 4 pagi? Itu pasti sangat dingin sekali rasanya.
"Ayo kamu juga mandi sana! Ini udah siang,"
"Aku? Mandi? Sekarang? Ini masih terlalu pagi untukku Im, pasti dingin banget. Lagian ini siang dari mana? Masih pagi buta begini."
"Kalau udah kena air pasti gak dingin lagi Naf, ini udah siang harusnya kita bangun dari jam 3, ini jam setengah 4 baru bangun. Mana susah lagi banguninnya, udah kayak kebo aja."
"Masa aku di samain kayak kebo sih," Ima terkekeh geli melihat bibirku cemberut, "Iya, iya cantik. Aku mandi sekarang,"
Dengan malas aku meraih handuk yang di gantung depan lemari. Baru saja aku akan melangkahkan kaki keluar, Ima sudah memanggilku kembali.
"Jangan lupa pake kerudung dulu dan pakaian tertutup."
Ah ya, aku lupa untuk memakainnya. Aku hanya mengenakan kaos berlengan pendek dan celana panjang. Karena kamar mandi berada di luar jadi kami di haruskan memakai pakaian tertutup dan kerudung jika akan ke kamar mandi.
Awalnya aku terkejut melihat kamar mandi di sini. Kamar mandi yang sangat luas berbentuk persegi panjang dengan bak mandi panjang pula berada di tengahnya. Kamar mandi yang digunakan secara bersama-sama.Bagaimana bisa aku mandi dengan banyaknya orang di sini. Tapi untungnya kami di beri basahan yang akan di gunakan ketika mandi jadi tidak mengekpos tubuh. Jadi tidak ada kata mengantri. Tapi tetap saja jika semua santri sebanyak 100 orang lebih berada di sini semua ujung-ujungnya ngantri juga.
Setelah mandi dan berwudhu aku kembali ke rayon untuk memakai baju dan mukena.
Kulihat Ima sudah siap untuk pergi ke masjid yang berada di sebelah kiri bangunan ini.
"Naf, maaf ya sebelumnya. Dalam hal menutup aurat, yang namanya perempuan memiliki syarat atau ketentuan yang lebih berat atau ketat dari pada seorang laki-laki. Mulai dari batasan-batasan aurat hingga sampai cara menutupnya. bagian aurat dari seorang wanita yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan bagian dalam. Batas wajah yaitu mulai dari tumbuhnya rambut kepala sampai ujung tulang rahang bagian bawah. Sedangkan batas lebar bagian wajah yaitu antara telingan kanan dan kiri. Dan batas telapak tangan yaitu kecuali bagian pergelangan tangan. Oleh karena itu, untuk menutup sempurna bagian wajah khususnya bagian kening bisa lebih di kedepankan atau bisa di ukur menggunakan tiga jari kita. Selain itu juga mukena bagian dagu harus di tarik ke depan, tepat menutupi seluruh atau setengah dagu. Langkah seperti ini untuk mengantisipasi demi menjaga kesempurnaan sholat kita."
Dia mengubah letak mukena bagian wajahku sama seperti yang ia katakan barusan.
Aku merasa terharu karena Ima begitu memperhatikanku dan sedih karena hal seperti ini saja aku tidak tahu. Selama ini shalatku hanya shalat untuk menggugurkan kewajiban saja. Tanpa tahu ilmunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahabbah
SpiritualKebahagiaan yang tak dapat dinilai oleh materi adalah ketika kau dapat melabuhkan cintamu hanya kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan mencukupi segala kebutuhanmu. ______________ Berisi lebih dari satu cerita yang ditulis oleh beberapa penulis...