Mengganti senyuman yang kurindukan

3 0 0
                                    

“Aku berharap hari-hari yang akan kujalani di Tokyo bisa menyenangkan… Aku akan menjalani hariku dengan lebih baik di kota ini dan mulai menyesuaikan diriku tinggal di rumah ini agar kedepannya aku bisa merasa nyaman dan betah!” gumam Emiko yang terbaring ditempat tidur. Sejak makan malam selesai gadis itu terus saja bergumam mengenai hari-hari yang akan dijalaninya di Tokyo.
“Onee-chan…apa kau dengar aku?” tanya Emiko seraya membaliakan tubuhnya kearah Nanami yang tidur membelakanginya.
“Onee-chan… kau sudah tidur?” tanya gadis itu berulang kali kepada Nanami yang tidur tepat disamping kanannya. Namun karena sama sekali tidak ada respon dari Nanami, ia pun menganggap kakaknya itu sudah benar-benar tertidur. Ia pun menghentikan semua gumamannya dan bergegas untuk segera tidur, dan berharap hari esok dan seterusnya bisa berjalan sesuai dengan semua harapannya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nanami

Waktu sudah menunujukan jarum pendeknya tepat pukul 9 malam. Sejak makan malam selesai, Emiko terus saja bergumam. Aku sempat sedikit merasa kesal karena Emiko tak hentinya bicara soal hari-hari yang akan dijalaninya di Tokyo.
‘Memangnya siapa yang akan tahu hari esok kamu akan seperti apa, dan hal apa saja yang akan terjadi padamu. Kamu tidak akan pernah tahu itu!‘ fikirku.
Rasa lelah selama perjalanan masih menyelimutiku, dan juga banyak hal yang sedang kufikirkan sekarang ditambah lagi semua celotehan Emiko yang membuatku ingin segera berbaring saja ditempat tidur lalu tertidur dengan nyenyak. Aku bahkan belum sempat membereskan semua barangku. Semuanya masih tersimpan rapi di dalam tas juga koper yang kubawa tadi dan belum kubuka sama sekali.
Aku masih bisa mendengar suara Emiko yang terus saja berbicara dan memanggil namaku dan itu membuatku sulit untuk tertidur, namun aku sama sekali tidak ingin meresponya. Karena jika aku merespon celotehannya, hanya akan membuatku tambah lelah dan tidak bisa segera tidur. Sampai saat ia berhenti berbicara, akhirnya aku dapat tertidur dengan nyenyak untuk melepas semua kepenatanku.
Drett…drett...drett..dreet…
Tiba-riba terdengar suara getar panggilan masuk diponselku yang sontak membuaatku terbangun. Seketika aku langsung meraih ponsel yang kusimpan dimeja samping tempat tidur. Walaupun sulit untuk membuka kedua mataku yang sangat ingin terpejam kembali, aku masih bisa melihat dengan jelas kalau aku mendapat panggilan dari nomor yang tidak kuketahui sebelumnya.
“Siapa ini…. nomornya tidak ada dalam kontakku?” aku mulai merasa khawatir dan sedikit takut untuk menjawab panggilannya, apalagi dimalam hari seperti ini. Karena merasa takut, aku memutuskan untuk tidak menghiraukannya dan lebih memilih menyembunyikan diriku dibalik selimut lalu tidur kembali.
Ponselku pun berhenti bergetar. Namun tak berapa lama kemudian…
Drett…drett...drett..dreet…
Ponselku bergetar lagi. Sontak hal itu membuatku kembali terbangun dan kembali meraih ponselku.
Betapa terkejutnya aku saat melihat layar ponselku. “Dari nomor yang sama…!” jantungku berdegup kencang, aku benar-benar merasa takut dan bingung.
“Apa yang harus kulakukan, jika tidak kujawab pasti akan menghubungiku lagi. Tapi jika kujawab..” aku pun sedikit befikir “Tidak-tidak…aku tidak berani” aku menggelengkan kepalaku. Aku sama sekali tidak terbiasa menerima panggilan telepon dari nomor yang tidak ada didalam kontak ponselku jadi hal ini membuatku merasa takut.
“Apa aku harus membangunkan Emiko, tapi kurasa itu akan memperburuk keadaan!” gumamku. Ponselnya terus saja bergetar, dengan perasaan takut aku mencoba memberanikan diri untuk menjawab panggilannya. Perlahan aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali. “Moshi-moshi?” jawabku ragu.
“Moshi-moshi, apa benar ini dengan Kaoru Nanami?” terdengar jelas suara seorang lelaki dari sambungan teleponku ini. Diriku semakin merasa gugup.
‘Darimana lelaki ini bisa tahu namaku?’ aku semakin bertanya-tanya.
“Hai s..sou de..de..desu. Hanashimasu!” jawabku pelan dengan suara yang terbata-bata. “Sumimasen… Anata wa dare desu ka?” tanyaku untuk mengetahui siapa lelaki ini.
“Hajimemashite, watashi wa Fumiya Kazehaya desu. Maaf jika mengganggumu malam-malam seperti ini!” jawabnya dengan suara yang lembut. Aku pun terdiam sejenak. ‘Namanya Fumiya Kazehaya, suara dan nada bicaranya terdengar sopan’ entah kenapa setelah mengetahui namanya perasaanku yang semula gugup bahkan takut perlahan menjadi tenang. Aku yakin orang yang terhubung denganku lewat sambungan telepon ini adalah orang yang baik dan tidak bermaksud jahat kepadaku, tapi untuk apa dia menghubungiku malam-malam seperti ini dan tahu dari mana nomor ponselku?
“Ungg…dari mana kamu tahu nomor ponselku dan apa keperluanmu?”
“Ano…sebetulnya aku menghubungimu untuk memastikan bahwa tas milikku tertukar dengan tas miliku. Dan setelah aku cek semuanya, aku mengetahui nama dan nomor ponselmu dari buku catatan yang ada didalam tasmu” jawab lelaki itu.
“Apa tertukar?” sontak pernyataannya itu membuatku terkejut. Suaraku cukup keras namun sama sekali tidak membuat Emiko terbangun dari tidurnya. Aku pun mulai menurunkan volume suaraku agar tidak mengganggu Emiko yang sedang tertidur pulas.
“Hai, apa kamu belum mengecek isi dari tasnya?” tanya lelaki itu.
“Ungg… aku memang sama sekali belum membereskan isi tas dan koperku” jawabku dan aku sangat penasaran tas mana yang lelaki ini maksud. “Hmmm maaf maksudmu tas yang mana yang tertukar dengan tas milikku?”
“Tas berwarna coklat dengan pengangan abu-abu. Sebaiknya kamu segera melihat isi tasnya dulu dan memastikannya kembali?” jawabnya.
Sempat terfikir olehku, apa mungkin yang dikatakannya itu benar. “Baiklah, akan aku cek dulu….” Aku pun beranjak dari tempat tidur dan mengambil tas coklat yang kusimpan diatas meja belajarku.
Perlahan aku membuka rel-sleting tas itu, dan betapa terkejutnya aku saat melihat isi di dalamnya, yang ternyata bukanlah barang-barang milikku. Model tasnya memang sama bahkan aku tidak bisa membedakan mana tas milikku dan mana yang bukan.
“Ah.. ternyata benar tas ini bukanlah milikku!”
“Didalam tas itu berisi buku, tiket pesawat, dompet dan beberapa barangku yang lainnya” katanya.
Awalnya aku tidak berniat untuk melihat lebih jauh isi tasnya itu, tapi untuk memastikannya lagi aku pun melihat isi tasnya kembali. Dan yang kulihat dalam tas itu sama seperti yang dikatakannya. “Kamu benar, tapi kenapa tas kita bisa terukar? Jika kamu tidak menghubungiku mungkin sekarang aku belum menyadari bahwa tas yang kubawa ini bukanlah milikku”
“Entahlah, tapi kurasa tas kita tertukar saat diruang tunggu bandara. Karena saat itulah aku melepaskan tas dan menaruhnya tepat disampingku ketika aku sedang duduk. Namun saat aku akan pergi, aku melihat tasku sudah ada dibawah tempat duduk” jelasnya.
Aku pun mulai teringat saat di ruang tunggu bandara tadi, mungkin saat aku terburu-buru menuju taxi aku menggambil tas yang ada diatas bangku. Dan sekarang aku ingat bahwa aku menyimpan tas milikku dibawah bangku dan aku salah mengambil tas.
“Ah…aku ingat. Gomenne kudasai!! aku salah mengambil tas. Dan yang kuambil adalah tas milikmu” aku benar-benar merasa malu dan merasa bersalah.
“Tidak apa-apa” jawabnya tenang dan sedikit membuatku juga merasa tenang.
“Kalau begitu kapan kita bisa bertemu agar aku bisa segera mengembalikan tasmu yang tertukar dengan tas milikku?”
Sempat tidak terdengar suara apapun dari sambungan teleponnya untuk beberapa saat, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.
“Sebenarnya besokpun bisa tapi… aku tinggal di Tokyo sedangkan kamu tinggal di Hokkaido” ujarnya dengan nada suara lirih.
“Ah… tidak aku baru saja pindah ke Tokyo hari ini, jadi mungkin kita bisa bertemu besok!”
Nada suara yang sebelumnya terdengar lirih seketika berubah sebaliknya. “Benarkah kalau begitu kita bertemu besok di Asakusa. Apa kamu bisa?” ujarnya.
“Hai... ii desu yo. Nan-ji ni kimasu ka?” jawabku dengan spontan tanpa berfikir panjang.
“Umm… Gogo san ji ni kimasu!”
“Sou desu ne. Ja matta ne, Aa... doumo sumimasen. Konbanwa”
“Tidak-apa, maaf juga sudah mengganggumu malam-malam seperti ini. Konbanwa!”. Ia pun menutup sambungan teleponya denganku.
Setelah tahu bahwa tas itu bukan milikku aku menjadi berhati-hati karena takut ada barang milik Fumiya-san yang hilang ataupun rusak. Akupun kembali menyimpan tas itu diatas meja belajar dan bergegas untuk tidur karena aku benar-benar merasa sangat lelah hari ini.

Chiisana TenohiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang