Akhirnya Nanami harus pulang duluan sebelum melihat pertunjukan kembang apinya. Meski tak bisa melihat pertunjukan kembang api, namun raut wajahnya terlihat bahagia.
“Hmmm tak kusangka lelaki sempurna seperti Kazehaya benar-benar menyukai gadis sepertiku. Tapi sekarang Kazehaya telah memilih gadis yang tepat untuknya, dan tentu saja bukan aku. Mereka pasangan yang sempurnya. Entah kenapa aku jadi ikut karena akhirnya Kazehaya menyadari perasaan Mayu padanya” gumam Nanami dalam batinnya.
Kakinya terus melangkah menyusuri jalan menuju rumah. Hingga ia teringat sesuatu yang membuat langkahnya terhenti.
“Emiko…!” desis Nanami.
“Aku lupa belum bilang padanya kalau aku pulang duluan” ia pun merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya jinjingnya.
Seketika matanya terbelak ketika melihat layar ponselnya.
“Tiga panggilan tidak terjawab dari Kanata-kun jam 18:50” (Melihat layar Ponsel).
“Bukankah ini saat aku sampai di festival tadi? Tapi ada apa? Ah…kenapa aku tidak tahu jika Kanata-kun menelponku?” sesal Nanami dengan penuh pertanyaan dikepalanya.
“Biar nanti aku hubungi kembali setelah aku benghubungi Emiko!”
Nanami : “Moshi-Moshi!”
Emiko : “Nee..Onee-chan Nani?”
Nanami : “Aku akan pulang duluan. Dan sekarang aku sedang di perjalanan pulang!”
Emiko : “Chotto Onee-chan!!! Kenapa pulang duluan? Bagaimana dengan Kazehaya-niisan?"
Nanami : “Hmmmm....bagaimana yah?Nanti saja kuceritakan dirumah yah!”
Emiko : “Apa Onee-chan lupa jika onee-chan pulang sendiri dan membiarkanku pulang berdua bersama Kouji-kun ayah pasti akan curiga!”
Nanami : “Ah… benar juga. Aku benar-benar lupa!”
Saat Nanami sedang memikirkan cara agar ayahnya tidak mencurigai Emiko dan Kouji, tiba-tiba…… ponsel yang ada digenggaman tangannya diambil dengan cepat oleh seseorang…
Nanami : “Moshi-moshi Emiko! Kore boku wa Kanata desu. Nanti saat kamu dan Kouji mau pulang tolong bubungi kakakmu kembali yah! Kita bertemu di depan Mini Market, satu blok sebelum rumah kalian. Sementara, Nanami akan bersamaku”
Emiko : “Hai wakarimasu Kanata-niichan. Argatou gozaimasu!”
Matanya terbelak. Tubuhnya seketika mematung. Dan membuat bibirnya terasa kaku, hingga ia sulit melontarkan kata-kata yang ingin diucapkannya. “Ka…k..k..”
“Ini kukembalikan ponselmu!” seru Kanata seraya menyodorkan ponsel itu kepada Nanami. Namun sang pemilik ponsel hanya terdiam kaku sembari terus memandangi Kanata dengan terkejutnya.
Kanata menatap heran kearah gadis yang bediri dihadapannya itu, ia pun tersenyum. Baginya eksprsi Nanami saat ini begitu lucu. Padahal Nanami sedang terkejut melihat Kanata yang muncul tiba-tiba dihadapannya.
Karena tak kunjung ada respon dari Nanami, akhirnya dengan perlahan ia pun mengambil tangan kanan Nanami dan meletakkan ponsel itu di telapak tangannya.
“Kanata-kun……” desis Nanami dengan lembut. Akhirnya ia berhasil mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.
“Hmmm…..?”
“Kenapa bisa? Tiba-tiba…. hmmm Kanata-kun tadi menghubungiku dan aku. Ano maksudku” karena banyaknya pertanyaan dikepalanya saat ini, akhirnya Nanami jadi bingung dan kesulitan mengatur kata-katanya dengan baik.
“Sebenarnya kamu mau bilang apa sih?” tanyan Kanata dingin dengan ekspresi datarnya.
“Arigatou!” akhirnya hanya kata itulah yang keluar dari mulutnya. Dengan wajah yang tertunduk ia merasa malu sekaligus bersalah kepada Kanata.
“Ikut aku….!” seru Kanata seraya tiba-tiba menarik tangan Nanami yang sedang tertunduk. Nanami pun mengikuti langkah Kanata yang berjalan didepannya sambil memengangi tangan kanannya.
“Memangnya kita mau kemana?” tanya Nanami penasaran.
“Bukannya kamu bilang mau lihat kembang api bersamaku?”
“Eh….” Nanami tekejut mendengarnya. Seketika pipinya pun memerah. Rona bahagia diwajahnya tak dapat ia sembunyikan. Ia tersenyum melihat Kanata yang berjalan didepannya sembari memengangi tangannya di bawah langit malam di musim panas.------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Langkah mereka terhenti di sebuh taman. Kanata melepaskan tangan Nanami dari genggamannya. Gadis itu terlihat bingung sambil memperhatikan keadaan disekitarnya.
“Hanabi??” tanya Nanami. Sejauh yang ia lihat tak ada apapun disekitarnya selain tanaman, pohon, dan beberapa permaian anak-anak.
Kanata pun merogoh saku jaketnya. “Ternyata ini benar-benar berguna” desis Kanata yang tiba-tiba mengeluarkan satu kotak kembang api batang dan pemantik untuk menyalakannya.
“Jadi kita akan menyalakan itu?” tanya Nanami yang begitu bersemangat. “Meski tidak bisa melihat pertunjukan kembang apinya, tapi bisa menyalakan kembang api batang seperti ini bersama Kanata-kun aku merasa senang sekali” wajahnya berbinar. Nanami terlihat seperti anak kecil yang bersemangat. “Ayo kita nyalakan!”
“Baiklah-baiklah….!” seru Kanata dingin. “Kamu kelihatan seperti anak kecil!” tambahnya kemudian seraya tersenyum melihat Nanami yang bersemangat.
Kanata pun jongkok diikuti Nanami yang juga jongkok di sampingnya. Kembang api pertama pun dinyalakan dan menimbulkan gemercik cahaya. Nanami terlihat bahagia, karena keinginannya untuk melihat kembang api bersama Kanata akhirnya terwujud meskipun bukan kembang api yang menjulang tinggi kelangit seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
Seterusnya dan seterusnya pecikan cahaya kebang api di kedua tangan mereka terus menyala kemudian padam dengan sendirinya. Hingga tersisa dua kembang api terakhir. Masing-masing dari mereka memegang satu batang kembang api tersebut.
“Ini yang terakhir” ujar Kanata.
“Kalau begitu ayo kita nyalakan!”
“Chotto! Gimana kalau saat kita menyalakan kembang api terakhir ini masing-masing dari kita membuat harapan dan ketika kembang apinya padam kita sebuatkan satu harapan kita ?”
“Hmmm baiklah!”
Perlahan Kanata pun menyalakan kembang api yang dipegang Nanami dan yang ada digenggamannya. Kembang api itu menyala diantara meraka yang masing-masing sedang membuat suatu harapan. Dengan mata yang terpejam Nanami terlihat begitu serius membuat suatu harapan. Sementara Kanata hanya memandangai wajah Nanami saja sesekali ia tersenyum melihatnya.
Hingga percikannya kembang api keduanya padam…..
“Baiklah sebutkan satu harapanmu tadi!”
Nanami terlihat yakin dengan harapan yang ia buat dengan tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam. Salah satu hal yang sangat diinginkannya.
“Harapanku… adalahaku ingin selalu bersama Kanata-kun. Jika itu mungkin, aku ingin tersenyum dan tertawa bersamamu, bahkan dalam keadaan sulitpun aku ingin selalu bersamamu. Dan jika suatu saat hmmm…. salah satu diantara kita memiliki pasangan, aku harap hubungan kita sebagai sepasang sahabat akan tetap berjalan dengan baik” jelas Nanami yang begitu yakin dan percaya dengan harapannya. Walaupun sebenarnya ia merasa malu harus mengungkapkannya dihadapan Kanata.
Mendengar harapan Nanami, Kanata hanya terdiam sembari menatap dalam kedua bola mata gadis itu, hingga harapan Nanami pun selesai diutarakan.
“Ba…ka…!” desis Kanata.
Nanami terkejut. Raut wajahnya berubah seketika. Tangannya yang menjadi gemetar, mencoba ia sembunyikan. Hatinya pun terasa ingin menangis, namun ia mencoba bertahan.
“Nee…Naze ka?” tanya Nanami dengan suara yang mulai terdengar parau.
Kanata mendengus. “Bagaimana kita bisa terus bersama dalam keadaan apapun sedangakan salah satu diantara kita punya pasangan. Contohnya, jika nanti kamu punya pasangan dan lelaki itu melihatmu selalu besamaku, apakah kamu fikir dia tidak akan cemburu melihatku? Dan apa kamu fikir aku tidak akan merasa bersalah karena sudah membuatnya cemburu padaku? Tentu saja perlahan aku akan menjaga jarak denganmu, untuk menjaga perasaannya. Lalu jika seperti itu apanya yang akan selalu bersama, pada akhirnya kita hanya akan bersama pasangan kita masing-masing” jelas Kanata panjang lebar.
Dengan kepala yang tertunduk, Nanami mencoba memahami setiap kata yang terlontar dari mulut Kanata. Ia merasa sedih, karena apa yang dikatakan Kanata mungkin ada benarnya. Harapan untuk selalu bersama Kanata seolah menjauh darinya. Tapi yang membuatnya sedih adalah, karena ia tidak bisa mengatakan jika sebenarnya ia begitu menyukai Kanata dan tidak mungkin akan memilih lelaki lain untuk jadi pasangannya. Sedangkan sampai saat ini pun, Nanami masih tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya itu.
Nanami kembali mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. Ia mencoba tersenyum meski harapannya seakan menjauh darinya. “Jadi tidak mungkin ya…..?” desis Nanami.
“Hmmm…..” seolah itu menjadi jawaban dari Kanata yang berarti ‘Ya’.
Mendengarnya, hati Nanami semakin ingin menangis…..
“Tapi…. bisa saja harapanmu itu menjadi mungkin, asalkan kita jangan jatuh cinta pada orang lain!” pekik Kanata tiba-tiba yang sontak membuat mata Nanami terbelak.
“Nee….! Apa maksudnya?” tanya Nanami penasaran. Ia memang tidak mengerti dengan maksud perkataan Kanata. Namun entah kenapa perasaannya berubah seketika. Harapan yang seolah menjauh kini datang mendekat kearahnya.
“Baiklah sekarang giliranku!” Kanata seolah mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dan dengan sengaja membiarkan Nanami penasaran dengan perkataanya yang sebelumnya.
“Chotto Kanata-kun, tadi itu apa maksudnya? Sungguh aku tidak mengerti!” dengan wajah polosnya Nanami terus memaksa Kanata untuk menjelaskannya, namun Kanata menolak dengan alasan sudah tiba gilirannya untuk mengungkapkan harapannya. Bagai anak kecil yang meminta sesuatu kepada ibunya, namun ibunya menolak.
“Iie… sekarang giliranku. Bagianmu sudah selesai!” tegas Kanata.
Meski kecewa, namun Nanami hanya bisa pasrah. “Baiklah….”
“Harapanku adalah hmmm…. Semoga kamu memaafkanku!”
“Eh…. Memafkan Kanata-kun? Tapi apa kesalahan Kanata-kun padaku, sampai aku harus memafkan Kanata-kun? ” tanya Nanami.
“Ya…aku minta maaf karena aku sudah diam-diam mengikutimu. Dan sebenarnya tadi aku bukan tiba-tiba muncul, tapi aku sudah mengikutimu sejak di festival” jelas Kanata. Meski ia sedang meminta maaf, namun ekspresinya itu masih saja terlihat dingin.
“Eh….” teriak Nanami. Ia begitu terkejut dan tidak menyangka.
‘Jadi Kanata-kun mengikutiku? Dan apa Kanata-kun tahu semuanya? Apa mungkin Kanata-kun juga dengar apa yang Kazehaya katakan padaku saat di festival tadi?’ tanya Nanami dalam batinnya.
“Maafkan aku yah…!” pinta Kanata seraya tersenyum karena melihat ekspresi terkejut Nanami yang menurutnya terlihat lucu. “Oh iya.. sebenarnya aku tahu dari Kouji katanya kamu ingin melihat kembang api bersamaku tapi kamu ga berani bilang. Makannya aku pergi ke festival untuk menemuimu, aku juga sempat menelponmu tapi tidak ada jawaban. Dan saat aku melihatmu di festival, ternyata Kazehaya juga bersamamu. Oh iya…. Kenapa kamu ga berani mengajakku ke festival?”
Nanami terdiam dan merasa malu medengar setiap kata yang terucap dari mulut Kanata.
“Gommen Kanata-kun! Sebenarnya aku tidak ingin mengganggu waktu latiahanmu dan waktu istirahatmu ketika sedang tidak berlatih. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, untuk membiarkanmu fokus pada kompetisimu itu. Itu alasannya kenapa aku tidak mengajakmu. Maaf karena tidak memberitahumu sebelumnya!” jelas Nanami panjang lebar.
Kanata mendengus. “Hmmm ba…ka…!” desis Kanata dengan suara yang terdengar lembut di telinga Nanami, sambil tersenyum dan mengusap kepala Nanami dengan tangan kanannya.
Jantung Nanami pun seketika berdegup lebih kencang dari biasanya dan pipinya pun mulai memerah.
“Kenapa ga bilang aja sih! Aku tahu akhir-akhir ini aku memang sibuk berlatih. Tapi asal kamu tahu bukan hanya kamu yang berjanji untuk membiarkanku fokus pada pertandingan, tapi aku juga berjanji akan tetap meluangkan waktuku untuk sahabatku yang payah ini. Jika kamu bilang pasti akan kuluangkan!”
“Kanata-kun!”
“Maaf yah mungkin akhir-akhir ini aku jadi sibuk sendiri. Tapi kamu tidak perlu bersikap sepeti itu. Cukup jadi Kaoru Nanami seperti biasanya saja, bagiku itu akan jadi sebuah dukungan dan semangat. Jadi jangan bersikap bodoh dan jangan menjauh dariku!” jelas Kanata. Meski itu sebuah kalimat permohonan maaf tapi kalimat terakhirnya terdengar mengancam. Ancaman yang tentu saja membuat Nanami senang.
“Baiklah… tidak akan kulakukan sesuatu hal yang bodoh lagi!”
“Hah…. bukan itu maksudku!” desis Kanata.
“Ganbatte kudasai Kanata-kun!!! Menangkanlah kompetisinya aku akan selalu mendukungmu!” tetiak Nanami yang begitu bersemangat. Tiba-tiba terlintas sesuatu difikirannya. “Nee… Kanata-kun apa hanya seperti itu saja harapanmu? Terdengar begitu sederhana. Hanya permohonan maaf saja?” tanya Nanami penasaran.
Dengan wajah yang pura-pura berfikir. “Hmmm… tentu saja tidak. Harapan lainnya yang kubuat tentu tidak sesederhana itu. Dan yang tadi kusebutkan adalah yang paling sederhana dari beberapa harapan yang kubuat tadi!” jelas Kanata.
“Eh... bukannya hanya buat satu harapan saja kan?”
Kanata tersenyum menyeringai. “Tadi kubilang, buat harapan dan sebutkan satu harapan. Bukan buat satu harapan lalu menyebutkannya!”
Dari wajahnya Nanami seperti sedang mengingat kembali ucapan Kanata sebelumnya. ‘Hmmm sepertinya Kanata-kun memang bilang begitu!’
“Jadi berapa banyak harapan yang Kanata-kun buat?”
Kanata pura-pura menghitung dengan jarinya. “Tentu saja banyak. Tidak hanya satu sepertimu!”. Dari nada bicaranya terdengar seperti sebuah ejekan untuk Nanami.
“Apa tidak bisa kita ulang lagi! Aku mau buat lebih banyak harapan!” seru Nanami. Berharap bisa mengulang kembali hal seperti ini bersama Kanata.
“Tentu tidak!” jawab Kanata singkat.
“Harusnya jelaskan peraturannya dengan lebih jelas!”
“Kamu yang tidak menyimak peraturannya dengan baik”
“Kanata-kun!”------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Sebenarnya Onee-chan dan Kanata-niichan pergi kemana yah? Kufikir mereka duluan yang akan tiba disini” desis Emiko.
“Aku yakin sebentar lagi juga mereka akan sampai. Lagi pula kita belum lama menunggu kan!” jawab Kouji.
Sudah sekitar sepuluh menit mereka berdua menuggu di depan sebuah mini market, namun yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Karena itulah Emiko jadi penasaran.
“Hmm ini enak… cobalah!” Kouji menawarkan sebuah minuman kaleng rasa buah yang ia beli di mini market itu, kepada Emiko yang berdiri disampingnya.
Sambil menggelengkan kepalanya. “Iie…” Emiko menolak. Pandangan matanya masih tertuju kearah dimana Kanata dan Nanami akan muncul.
Tak lama kemudian….
“Itu mereka…!” seru Emiko seraya menunjuk kearah Nanami dan Kanata yang berjalan berdampingan.
Kouji pun melihat kearah yang ditunjuk Emiko. “Bukankah mereka terlihat seperti pasangan kekasih?” desis Kouji tiba-tiba yang sontak mengejutkan Emiko.
“Eh…” mata Emiko terbelak mendengarnya.
Dari kejauhan Kanata dan Nanami berjalan berdampingan sambil bercanda dan tertawa bersama. Mereka terlihat bahagia, terlukis dari raut wajah keduanya yang selalu memperlihatkan senyuman satu sama lain.
“Aku tak pernah melihat Kanata seperti ini bersama seorang gadis…. kecuali dengan kakak ipar” seru Kouji seraya melihat keduanya dari kejauhan.
Emiko terdiam sejenak ketika mendengar pernyataan Kouji. Tiba-tiba terlintas sesuatu hal dibenaknya. “Ano…. apakah Kanata-niichan menyukai onee-chan?”. Walau ragu, namun Emiko tetap menanyakan hal itu.
Kouji mendengus seraya tersenyum. “Sejujurnya aku sempat memikirkan hal yang sama tapi entahlah…. Kanata tidak pernah bicara soal hal itu. Jika memang Kanata menyukai kakak ipar, kenapa dia tidak mengutarakan perasaanya saja dan menjadikan kakak ipar sebagai pacarnya ya kan? Dia sulit ditebak” jawab Kouji kemudian mengalihkan pandangannya kepada Emiko seraya tersenyum. “Naze-ka?”
Wajahnya seketika berubah kebingungan, setelah melihat tatapan Kouji kearahnya. “Betsuni” jawabnya singkat.
“Apa kakak ipar menyukai Kanata?” tanya Kouji yang membuat Emiko semakin kebingungan. Raut wajahnya terlihat semakin gugup, karena ia tahu jika Nanami memang menyukai Kanata. Ia berpura-pura merapikan rambutnya sambil memikirkan jabawan apa yang akan ia berikan pada Kouji.
“Hmm…. jika memang benar menyukai Kanata, menurutku itu wajar saja. Kanata kan begitu populer dan terlihat sempurna tentu saja banyak gadis yang menyukainya. Ditambah lagi, kakak ipar itu sangat beruntung karena Kanata bersikap begitu baik padanya dibandingkan dengan gadis lainnya yang selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian Kanata, namun nyatanya Kanata sama sekali tidak tertarik dan selalu bersikap dingin. Mereka juga sangat dekat kan? Dan mungkin saja kakak ipar jadi terbawa perasaan karena sangat dekat dengan Kanata. Jadi menurutku wajar saja jika kakak ipar menyukai Kanata” jelas Kouji panjang lebar.
“Onee-chan…. dia gadis yang polos dan tulus. Dia mencintai seseorang tanpa melihat ‘Apakah seseorang itu popular atau bahkan sempurna sekalipun’. Baginya yang yang terpenting adalah bukan jatuh cinta kepada seseorang yang sempurna, melainkan bagaimana menjadikan cinta itu sempurna bahkan ketika kita jatuh cinta dengan seseorang yang biasa saja yaitu dengan cara mencintainya dengan tulus. Bahkan jika seseorang yang disukainya berada ditempat yang jauh sekali pun, dan tak bisa melihanya untuk waktu yang lama, onee-chan masih tetap percaya pada perasaannya. Dia juga gadis yang tidak mudah mengungkapkan perasaannya. Bahkan akan lebih menyimpan perasaannya untuk waktu yang lama. Mungkin saat ini onee-chan mencitai seseorang tapi aku yakin onee-chan akan tetap menyimpan perasaannya tanpa mengutarakan apa yang dia rasakan pada orang itu” desis Emiko. Ia mengatakan semuanya sesuai dengan apa yang ia fikirkan tentang Nanami, setelah membaca diary milik Nanami waktu itu.
Kouji terdiam mendengar semua yang dikatakan Emiko tentang Nanami.
“Selama ini kami begitu terikat dengan aturan yang ayah buat, termasuk soal lelaki. Itu sebabnya onee-chan tidak pernah berkencan atau dekat dengan lelaki manapun” ucap Emiko tiba-tiba ia teringat saat pertama kali Kanata dan Kouji datang kerumahnya. Ia pun tersenyum. “Sejujurnya saat pertama kali kalian datang kerumah kami, kami begitu terkejut. Kami sempat berfikir, bagaimana bisa kalian datang berkunjung dan ayah mengijinkannya? Semakin hari, kami semakin heran karena ayah mengijinkan Kanata-niichan untuk sering berkunjung ke rumah bahkan membiarkan onee-chan selalu bersamanya”
“Kenapa hal itu tidak terjadi padaku? Aku bahkan harus sembunyi-sembunyi menjalin hubungan denganmu” sesal Kouji. Ia pun mencubit hidung Emiko dengan gemas seraya tersenyum.
“Ittai!” desis Emiko. Kouji pun melepaskan cubitannya.
“Tapi menurutku, yang Kanata lakukan pada Nanami bukan karena dia menyukainya tapi karena Kanata menyayanginya….”
“Menyayangi….?”
“Iya… hal itu jauh lebih berarti daripada menyukai seseorang”
Emiko tersenyum lega mendengarnya…. Jika yang dikatakan Kouji memang benar, berarti apa yang dirasakan kakaknya bukannlah perasaan yang bertepuk sebelah tangan. ‘Yukatta…’
“Oi…. Kalian berdua lama sekali!”, teriak Kouji kearah Kanata dan Nanami yang berjalan mendekat kearahnya.------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiisana Tenohira
Teen FictionHanya bisa tersenyum dari kejauhan dan selalu merasa bahagia walau hanya melihatnya dari kejauhan saja. Aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa berbuat apapun untuk bisa membuatnya tahu tentang perasaanku kepadanya. Bahkan sampai dia pergi dua se...