Kanata memulai harinya di universitas. Sementara itu kondisi Nanami semakin memburuk dan membuatnya harus kehilangan pengelihatannya juga membuatnya kehilangan helai rambutnya yang indah dan harus menggunakan penutup kepala.
Hari-hari, Nanami lalui di rumah sakit. Dan setiap hari pula Kanata datang menemui Nanami disana. Sebelum berangkat ke kampus dan setelah kembali dari kampus. Selalu seperti itu setiap harinya.
Dan hari ini pun juga sama. Kanata pergi mengunjungi Nanami di rumah sakit sebelum berangkat ke kampus.
Ia datang dengan membawa setangkai bunga mawar putih ditangannya. “Ohayou Nanami-chan….!” sapa Kanata.
Meskipun sudah tak bisa melihat wajah Kanata lagi, tapi suara Kanata begitu khas terdengar ditelinganya. “Kanata-kun Ohayou…!” jawab Nanami seraya tersenyum. “Sudah bersiap untuk berangkat ke kampus?” tanyanya kemudian.
“Iya… sebentar lagi aku berangkat. Tapi sebelum itu, aku mau mengganti bunganya dulu” jelas Kanata seraya mengganti bunga yang ada didalam vas diatas meja sebelah ranjang Nanami.
Saat bunganya hampir layu, Kanata selalu menggantinya dengan bunga mawar putih yang baru karena Nanami menyukai mawar putih.
“Arigatou Kanata-kun…. Semoga harimu di kampus menyenangkan!”,desis Nanami.
Kanata menatap dalam mata Nanami kehilangan pengelihatannya. Ia sangat menyayangi Nanami lebih dari yang orang lain tahu. Perlahan ia pun menyentuh tangan Nanami. “Aku akan selalu berdoa yang terbaik untukmu…. Nanami-chan” ujar Kanata seraya tersenyum.
Nanami merasakan ketulusan Kanata meski ia tak bisa melihat senyuman Kanata lagi. Namun senyuman Kanata selalu terbayang dan tergambar jelas difikirannya.
“Arigatou Kanata-kun….”------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sore itu, Ayah, Emiko, Kakek, Nenek, dokter Futaba, dan juga Kanata berkumpul di kamar tempat Nanami dirawat. Atas permintaan Nanami mereka semua berkumpul.
Emiko tak kuasa menahan tangisnya. Sama halnya dengan nenek yang ikut menangis karena tak tega melihat keadaan cucu saat ini.
“Otousan… bolehkah aku meminta satu hal terakhir padamu?” pinta Nanami dengan suaranya yang terdengar lirih.
Dengan mata yang berkaca-kaca ayah menjawab. “Apa yang Nanami inginkan?”
“Otousan… aku sudah jenuh jika harus terus menerus dirawat di rumah sakit. Kali ini tolong biarkanlah aku menjalani perawatan di rumah saja seperti sebelumnya. Setidaknya aku bisa menghabiskan sisa waktu yang kumiliki dengan hal-hal yang ingin kulakukan, dan bukan hanya tebaring di rumah sakit seperti ini dengan banyak alat medis dan hanya dengan 5% kemungkinan untuk sembuh atau bahkan tidak sama sekali. Jadi kumohon agar ayah mengijinkanku untuk di rawat di rumah. Aku rindu suasana rumah ayah….” pinta Nanami.
Mendengar permintaan putrinya ayah langsung menatap kearah dokter Futaba dengan air mata yang mulai menetes di pipinya. Dari pandangan ayah kepada dokter Futaba seolah mengisyaratkan sesuatu. Dan dokter Futaba pun memberi sekali anggukan kepala kepada ayah.------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Selama beberapa hari ini, akhirnya Nanami menjalani perawatan di rumah sesuai dengan keinginanya. Dan selama beberapa hari terakhir ini pula, Nanami terlihat selalu tersenyum dibalik kesakitan yang dirasakannya, ia terlihat lebih kuat dan tegar. Seperti biasa Kanata selalu menemaninya. Apalagi ini adalah hari libur, dan biasanya Kanata bisa sepanjang hari menemani Nanami.
Seperti halnya saat ini, ia menemani Nanami yang duduk di kursi roda dengan bercerita kesehariannya di kampus selama beberapa hari terakhir. Namun disela Kanata bercerita, tiba-tiba raut wajah Nanami yang semula terlihat ceria dibalik kesakitannya berubah seketika.
Nanami tiba-tiba terdiam, seolah ada sesuatu hal yang difikirkannya. Kanata melihat kearah Nanami seraya menggerutkan dahinya.
“Ada apa? Apa ada sesuatu hal yang kamu inginkan?” tanya Kanata dengan lembut.
“Ano… Kanata-kun bolehkah aku meminta sesuatu hal padamu?”
“Apa itu? Katakan saja!”
“Aku ingin pergi ke tempat yang tinggi diluar sana. Aku ingin melihat Tokyo dari ketinggian, meski kedua mataku ini tak bisa lagi memandang indahnya kota Tokyo dari ketinggian, namun aku hanya ingin merasakan suasanya saja. Dan aku ingin melakukan semua itu bersama Kanata-kun” pinta Nanami.
Dengan ragu Kanata menjawab. “Tapi Nanami… ayahmu pasti tidak akan mengijinkan, begitu pun dengan keluargamu yang lain. Dan aku tidak bisa mengajakmu ke tempat seperti itu dengan kondisimu saat ini apalagi ini hampir malam.. aku tidak bisa!” jelas Kanata.
Nanami merasa sedih karena Kanata menolak permintaannya. “Kumohon… hanya itu hal terakhir yang ingin kulakukan bersama Kanata-kun!” desis Nanami lirih.
Seketika Kanata tercengang mendengar ucapan Nanami. Hatinya merasa serba salah saat ini, karena disisi lain kondisi Nanami yang tidak memungkinkan untuk pergi keluar rumah, namun disisi yang satunya, kalimat yang Nanami utarakan sebelumnya selalu terngiang dibenaknya.
‘Kumohon… hanya itu hal terakhir yang ingin kulakukan bersama Kanata-kun’.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiisana Tenohira
Roman pour AdolescentsHanya bisa tersenyum dari kejauhan dan selalu merasa bahagia walau hanya melihatnya dari kejauhan saja. Aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa berbuat apapun untuk bisa membuatnya tahu tentang perasaanku kepadanya. Bahkan sampai dia pergi dua se...