Nanami
Aku tidak bisa menghentikan air mataku yang terus mengalir membasahi pipi. Perasaan yang sebelumnya bahagia, seketika berubah gelap karena kejadian buruk yang menimpa seseorang yang sangat berarti untukku. Hari yang diawali dengan penuh kebagiaan dan kehangatan bersama Kanata-kun, seketika harus berakhir dengan kesedian melihatnya terbaring kaku dengan penuh luka ditempat tidur dan tidak sadarkan diri.
“Nakanaide kudasai Nanami-chan! Aku yakin Kanata akan segera sadar”. Kouji berusaha untuk menenangkan diriku.
Aku pun berharap sama, aku ingin Kanata-kun segera sadar. Berusaha menghilangkan fikiran negatif yang memperburuk keadaan. Tapi itu cukup sulit, karena hatiku benar-benar hancur karena kejadian ini. Mungkin bukan hanya aku yang khawatir dengan kondisinya didalam sana. Paman Hayashi pun merasakan hal yang sama dan mungkin lebih khawatir terhadap kondisi Kanata-kun sekarang. Paman hanya terdiam dengan penuh kekhawatiran.
Kouji dan Yamazaki-sensei wali kelas Kanata, juga sudah datang sejak tadi. Mayu juga ikut ke rumah sakit. Tapi sejak tadi Mayu hanya duduk terdiam disamping Kazehaya yang juga terlihat masih shock karena kejadian tadi dengan kepala yang tertunduk. Dokter masih belum keluar dari ruang gawat darurat. Tak lama…. Pintu itu pun terbuka.
Dokter akhirnya keluar. Paman, aku, Kouji, dan Yamazaki-sensei, buru-buru menghampirinya.
“Bagamana kondisinya saat ini dok?” tanya paman Hayashi cemas.
Dokter itu bedeham. “Karena benturuan yang sangat keras, dia mengalami pendarahan yang cukup serius dibagian tangan juga kepala. Untungnya dibagian kepala tidak terlalu parah. Dan kami berhasil menanganinya. Tapi dia belum sadarkan diri. Saya harap kalian bersabar atas kejadian ini” jelas dokter.
Entah senang atau sedih? Aku tidak tahu. Senang karena pendarahannya tidak terlalu parah, sedih karena Kanata-kun masih belum sadarkan diri.
Paman Hayashi sedikit bernafas lega. “Doumou arigatou gozaimasu!” seru paman Hayashi seraya membungkuk. “Apa kami bisa melihatnya sekarang dok?”
“Silakan! Tapi hanya tiga orang saja yang boleh masuk”------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nanami
Tubuhnya terbaring lemas diatas tempat tidur dengan beberapa bagian tubuh yang ditutupi perban, termasuk kepalanya. Hatiku terasa sangat hancur melihat Kanata-kun yang selalu terlihat kuat, kini terlihat tak berdaya. Cepatlah sadar Kanata-kun kumohon!
Sebagai seorang ayah, tentu paman Hayashi sangat terpukul atas kejadian ini. Ia hanya memandangi wajah Kanata-kun dengan tatapan sayu sambil mengusapi rambut Kanata-kun.
“Aku turut berduka atas kejadian ini, tuan Hayashi” seru Yamzaki-sensei yang ikut menemani kami masuk ke dalam ruangan tempat Kanata-kun dirawat.
“Arigatou gozaimasu ! Dan maaf telah merepotkan pihak sekolah juga” jawab paman Hayashi.
“Tentu tidak merepotkan. Justru kami sangat menyesal dan kami juga bertanggung jawab atas kejadian ini” tegas Yamazaki-sensei.
Sesuatu mengganjal dibenakku. Aku merasa semua ini terjadi kerena kesalahanku juga.
“Gommen kudasai. Karena aku tidak bisa menyelamatkan Kanata-kun!”. Aku menangis seraya membungkuk dihadapan paman Hayashi. Tapi paman tidak membiarkanku melakukannya. “Tidak Nanami-chan, ini bukanlah salahmu. Mungkin ini memang sudah seharusnya terjadi. Jangan khawatir Kanata pasti akan segera sadar!” jelas paman.
“Karena Kanata harus dirawat disini untuk sementara waktu, aku minta maaf besok putraku tidak bisa kembali ke Tokyo bersama kalian”
“Tentu tidak masalah. Yang penting adalah kesembuhannya. Kebetulan sekali anda tinggal di Kyoto, jadi anda bisa dengan mudah mengawasi Hayashi”
“Paman bolehkan aku ikut menjaganya disini?” pintaku.
“Tidak Nanami-chan! Kamu harus pulang ke Tokyo besok. Lagipula Nanami kan harus sekolah” jawab paman Hayashi. Ia pun memegang pundakku dengan kedua tangannya.
“Tapi paman janji ketika Kanata sadar nanti, orang pertama yang akan paman beritahu adalah Nanami-chan” paman mencoba menyakinkanku.
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Apa yang paman katakan ada benarnya. Meski sangat sedih karena tidak bisa menemaninya disaat seperti ini, tapi aku mencoba untuk percaya dengan apa yang paman Hayashi katakan. Dan berharap Kanata-kun segera sadar karena aku tak ingin kehilangan dirinya lagi. Aku ingin terus berada disampingnya, merasakan hangatnya setiap kata yang dia ucapkan, setiap hal yang dia lakukan yang selalu membuat hatiku tergetar, dan tersenyum bersamanya.
Tak lama kami pun keluar dari ruangan itu. Aku heran melihat Kazehaya yang tiba-tiba menghampiri paman Hayashi. “Lama tidak bertemu”
Paman Hayashi terdiam sejenak penatap Kazehaya. “Lama tidak bertemu juga” jawabnya seraya membungkuk. Aku tak mengerti. Apa mereka saling mengenal sebelumnya? Mereka pun pergi. Sepertinya untuk membicarakan suatu hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiisana Tenohira
Teen FictionHanya bisa tersenyum dari kejauhan dan selalu merasa bahagia walau hanya melihatnya dari kejauhan saja. Aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa berbuat apapun untuk bisa membuatnya tahu tentang perasaanku kepadanya. Bahkan sampai dia pergi dua se...