Hari demi hari berlalu tanpa saling bicara bahkan menyapa satu sama lain antara Kanata dan Nanami. Tak ada lagi senda gurau diantara mereka. Tak ada lagi berangkat sekolah bersama. Tak ada lagi perjalanan pulang yang mengesankan yang selalu menjadi obat lelah setelah melakukan aktivitas di sekolah. Tak ada lagi belajar bersama di perpustakaan. Tak ada lagi menunggu Kanata latihan di lapangan tennis. Tak ada lagi bersepeda bersama. Dan tak ada lagi senyum, canda, tawa, cerita, dan air mata yang selalu menghiasi jam makan siang bersama di atap. Mereka terlihat seperti orang asing yang tak saling mengenal satu sama lain.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semakin hari cuaca semakin dingin. Sama hal nya dengan cuaca, kondisi Nanami pun semakin hari semakin buruk. Ia lebih sering bolak balik ke rumah sakit beberapa waktu ini Karena seharusnya ia menjalani perawatan di rumah sakit, namun dirinya menolak karena ingin menjalani kehidupannya seperti biasa dan menyelesaikan masa SMAnya dengan normal yang hanya tinggal beberapa bulan lagi menuju kelulusannya. Meski tidak mudah menjalaninya dalam kondisi seperti ini, namun Nanami tetap bertahan.
Nanami yang baru tiba di sekolah berjalan menuju lokernya. Cuaca yang dingin membuatnya harus mengunakan mantel yang hangat dan syal berwarna merah pemberian Kanata yang biasa ia pakai.
Ketika sampai di depan loker, Nanami membuka loker miliknya. Perlahan ia melepas syal merah yang pakainya, namun syal itu terjatuh ketika Nanami melepasnya. Dan terjatuh tepat dibawah kaki seseorang yang berjalan di tepat dibelakangnya
Seketika Nanami langsung mengambil syalnya yang terjatuh dibawah kaki seseorang.
“Sumimasen….” pekik Nanami tanpa melihat seseorang yang berdiri dihadapannya itu. Ketika ia beranjak, tampak wajah seseorang dan orang itu adalah Kanata. Kanata hanya terdiam melihat Nanami, begitu pun sebaliknya.
Tanpa menghiraukan Kanata, Nanami pun langsung membalikkan tubuhnya dan menyimpan kembali syalnya kedalam loker. Melihat sikap Nanami yang menjadi acuh terhadapnya, Kanata hanya diam memandangi Nanami dari belakang dengan sorot matanya yang tajam.
‘Entah kenapa meski kamu bersikap seperti ini padaku, namun aku tetap yakin kamu tidak bersungguh-sungguh. Dan terlihat jelas dimatamu, masih ada Nanami yang dulu kukenal’, gumam Kanata dalam batinnya. Ia pun kembali berjalan menuju lokernya.------------------------------------------------------
------------------------------------------------------Nanami bejalan cepat menuju toilet dengan hidung yang ditutupi sehelai sapu tangan ditangannya. Dengan terburu-buru, ia membuka kran air di washtafel. Lalu membasuh hidungnya yang mengeluarkan darah.
Nanami terdiam ketika melihat pantulan dirinya dihadapan cermin. Seragam yang dipakainya terlihat kebesaran, karena berat tubuhnya yang semakin menyusut. Wajahnya yang pucat, terlihat jelas didepan cermin besar itu. Nanami hanya menghela nafas melihat dirinya yang sekarang.
Ia sadar bahwa kondisinya semakin buruk. Meski keluarganya bilang kondisi Nanami akan membaik dan bisa sembuh, namun dilubuk hatinya yang paling dalam, Nanami tahu benar dengan kondisinya sendiri yang berlawanan dengan apa yang keluarganya katakan. Namun ia menerima apapun yang akan terjadi padanya.------------------------------------------------------
------------------------------------------------------“Akhir-akhir ini aku tak pernah melihat Hayashi-senpai bersama perempuan itu lagi!”
“Iya.. kurasa juga begitu. Tapi bukankan itu bagus? Lagipula perempuan itu juga tidak pantas terus berada di dekat Hayashi-senpai”
“Kamu benar. Ga cocok banget deh Hayashi-senpai itu kan tipe lelaki ideal, sedangkan perempuan itu juga ga cantik-cantik amat malah terlihat biasa saja. Jauh banget kan sama Hayashi-senpai?”
“Meski katanya hanya bersahabat, tetap aja ga cocok yah kan? Pokonya perempuan itu ga baik jika terus berada di dekat Hayashi-senpai”
Kedua gadis itu terlihat sedang asik mengobrol didepan washtafel di toilet perempuan. Mereka membahas sebuah topik yang menarik menurut mereka. Namun tanpa mereka sadari, tak hanya mereka berdua saja yang ada di dalam toilet itu.
Tiba-tiba seseorang muncul dari dalam salah satu bilik di toilet itu. Kedua gadis itu nampak terkejut saat mengetahui jika bukan hanya mereka berdua yang ada didalam toilet. Namun satu hal yang membuat mereka lebih terkejut karena seseorang yang mereka lihat adalah orang yang sedang mereka berdua bicarakan.
Gadis itu berjalan menuju washtafel dan membasuh kedua tangannya diantara kedua gadis yang sebelumnya membicarakan dirinya. Ekpresi wajahnya terlihat tenang seolah sebelumnya ia tak mendengar perkataan yang buruk dari mulut kedua gadis yang sedang berdiri di kedua sampingnya itu. Tak lama ia pun berjalan keluar meninggalkan toilet dengan santai dan kedua gadis itu masih nampak terlihat terkejut.
‘Aku memang tak pernah pantas berada didekat seseorang seperti Kanata-kun, apalagi dengan kondisiku saat ini yang pasti hanya akan membuatnya kesusahan saja. Apa yang terjadi padaku dan apa yang orang-orang bicarakan tentangku, aku tidak peduli dan aku
merasa mungkin aku layak mendapat cibiran seperti itu dari mereka…’
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiisana Tenohira
Teen FictionHanya bisa tersenyum dari kejauhan dan selalu merasa bahagia walau hanya melihatnya dari kejauhan saja. Aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa berbuat apapun untuk bisa membuatnya tahu tentang perasaanku kepadanya. Bahkan sampai dia pergi dua se...