Nanami
Matahari mulai menenggelamkan dirinya, dan hari pun berganti malam. Tak terasa liburan musim panas hampir berakhir beberapa jam lagi. Besok aku sudah mulai masuk sekolah ke baru. Aku menjatuhkan tubuhku dan berbaring diatas tempat tidurku. Seharian ini aku menghabiskan waktuku dikamar. Entah kenapa aku malas sekali keluar kamar hari ini.... di hari terakhir musim panas. Rasanya jauh berbeda dengan hari dimana aku menghabiskan sebagian waktuku pergi mengelilingi Tokyo bersama Kazehaya. Dadaku mulai terasa sesak mengigatnya.
Tiga hari yang sangat berkesan bagiku ditambah lagi satu hari waktu kami bertemu di Asakusa, mungkin karena itu pertama kalinya aku pergi keluar rumah hanya berdua dengan seorang laki-laki. Iya.... Aku memang tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya, rasanya sungguh aneh. Kazehaya... kami bahkan masih saling berhubungan, salah satunya dengan saling mengirim pesan lewat e-mail. Kami juga banyak bercerita satu sama lain. Ia sering bercerita tentang sahabatnya, namanya Mayu. Dari cerita Kazehaya, sahabatnya yang bernama Mayu itu, dapat kusimpulkan ia gadis yang sempurna. Aku sempat tidak yakin jika mereka hanya bersahabat.
Entah kenapa... walau aku sering berkomunikasi dengan Kazehaya, rasanya biasa saja tidak ada hal lebih yang kurasakan.
"Tapi kenapa... saat kami berada di Tokyo SkyTree waktu itu, aku merasa ada hal aneh yang terjadi padaku. Apalagi ketika mendengar pendapatnya tentangku......untuk mengingatnya saja cukup membuat dadaku sesak. Mungkinkah aku hanya terbawa suasana saja?"------------------------------------------------------
------------------------------------------------------"Sekolahnya besar sekali..." Nanami melangkahkan kedua kakinya kearah pintu gerbang sekolah yang bertuliskan Kaijou Gakuen dengan huruf kanji yang cukup besar. Ini hari pertamanya bersekolah di Tokyo, tepat di semester dua. Karena semester satu ia habiskan di sekolahnya yang dulu saat Hokkaido. Perasaannya bercampur aduk saat ini. Sesungguhnya Nanami bukanlah gadis yang mudah berbaur, apalagi ini hari pertamanya masuk sekolah baru.
"Mungkinkah aku akan dengan mudah mendapatkan seorang teman baru di hari pertamaku ini?" gumamnya dengan rasa pesimis, seraya terus berjalan melewati gerbang sekolah yang besar itu. Meski langkahnya terasa berat dan ragu.
Sejauh yang ia lihat suasananya tidak jauh berbeda dengan sekolahnya sewaktu di Hokkaido. Tapi ketika Nanami melihat siswa dan siswi di sekolah ini, dirinya menjadi tidak percaya diri. Nanami pun mulai mempercepat laju langkahnya untuk mencari ruang guru. Ia terus berjalan dengan kepala yang tertunduk, karena tidak merasa percaya. Hingga ia pun tidak sengaja menabrak dua siswi lain yang bejalan tepat didepannya.
Langkahnya pun terhenti dan Nanami tampak terkejut. "Su...su...sumimasen......" ujar Nanami yang mulai panik. Kedua gadis itu terlihat kesal namun mereka berdua mencoba untuk membendung amarahnya.
"Tidak apa-apa, tapi lain kali kamu harus berhati-hati!" jawab salah satu dari mereka.
Mereka memaafkan Nanami dan melupakan kejadian itu, karena suasana hati mereka saat ini sedang bahagia. Hal ini terlihat dari obrolan mereka berdua.
Nanami pun merasa lega karena sudah kedua gadis yang ditabraknya tidak mempermasalahkan hal itu, dan sudah memaafkan dirinya. "Syukurlah... "
Kedua gadis itu pun melanjutkan langkah dan obrolannya kembali yang terdengar berisik itu.
'Sebenarnya aku ingin menanyakan dimana letak ruang guru, tapi mereka sepertinya sedang asik mengobrol' gunam Nanami dalam batinnya.
Ia pun terus berjalan dibelakang kedua gadis itu dan tak sengaja ia mendengar obrolan mereka.
"Di hari kedua musim panas aku bertemu dengannya seorang diri di Bandara. Dan aku sempat menanyakan dia akan berlibur kemana"
"Apa dia menjawabnya?? Lalu dia akan pergi kemana??"
"Hokkaido..."
"Hokkaido? Apa dia punya keluarga disana?"
"Ung...entahlah. Aku juga sempat menanyakan hal yang sama tapi sama sekali tak dijawab, dan dia terlihat terburu-buru. Kamu tahu kan sifatnya itu sangat dingin dan misterius. Aku juga tidak menyangka bisa berbicara dengannya di bandara seperti itu"
"Tapi itu salah satu hal yang membuat kita sangat menyukainya..."
"Umm... aku jadi tidak sabar ingin melihat Hayashi-kun hari ini"
Kedua gadis itu mempercepat langkah mereka dan pergi berlalu hingga jejaknya hilang dipersimpangan antar koridor. Sejak saat itu pula tubuh Nanami seolah mematung dan tiba-tiba ia merasa sesak didadanya setelah mendengar nama Hayashi. Seketika air matanya mulai jatuh dan menetes tanpa ia sadari. "Tidak mungkin!" gumam Nanami seraya menggelengkan kepalanya. "Mungkin aku masih sedikit teringat tentangnya. Lagipula yang memiliki nama depan Hayashi bukan Kanata saja"
Nanami kembali melanjutkan langkahnya. Ia merasa terkejut saat baru menyadari pipinya menjadi basah karena air matanya yang sempat jatuh ketika mendengar nama Hayashi. Tanpa berfikir apa-apa
lagi, ia pun menyeka air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiisana Tenohira
Teen FictionHanya bisa tersenyum dari kejauhan dan selalu merasa bahagia walau hanya melihatnya dari kejauhan saja. Aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa berbuat apapun untuk bisa membuatnya tahu tentang perasaanku kepadanya. Bahkan sampai dia pergi dua se...