Hilman POV
Timbal balik dari dinas luar kota yang cemerlang gua dapat kenaikan pangkat. Posisi gua ini jauh lebih sibuk daripada sebelumnya. Gua makin susah pulang tepat waktu. Imbasnya disambut Nyonya dengan muka datar. Rere masih memahami gua capek kerja overtime begini. Namun, wajah tanpa senyumannya membuat gua merinding.
"Udah dua minggu pulang telat terus. Weekend ada kegiatan. Kapan waktu buat aku?" Katanya protes.
"Maaf Re, aku kan lagi proses naik pangkat. Ini juga buat kamu nantinya." Jawab gua.
"Tapi aku bete Hilman. Diam di rumah kalau ga ke rumah Ibu. Minggu kemarin ada gambar jadi aku ada hiburan. Minggu ini sama sekali ga ada. Aku bosen." Keluhnya.
"Rere mau apa?" Tanya gua to the point.
Lama mengenal Renata bikin gua hapal benar kalau dia begini karena ada mau. Bukan karena protes gua tinggal. Selama kuliah pun kita pernah sibuk dengan kegiatan masing - masing. Bedanya dulu kita sama - sama sibuk, sekarang cuma gua.
"Izinin aku kerja please." Katanya dengan nada memohon dan muka sok imut.
"Tumbenan cepet banget moodnya berubah tadi muka datar sekarang sok imut. Merajuknya begini ya kamu." Timpal gua.
"Kalau aku ngegas pasti makin ga diizinin."
"Re, kenapa pengen banget kerja? Apa gaji aku kurang ya?" Tanya gua.
"Hilmah ih, bukan gitu maksud aku. Aku cuma pengen aktuliasasi diri. Jangan salah sangka. Aku cuma ngerasa kaya aku bisa loh kerja kaya temen aku yang lain." Jawabnya.
"Kalau kamu kerja aku gimana?" Tanya gua.
"Ya aku bakalan tetep saya biasa masakin kamu, urusin perlengkapan kamu." Jawab dia.
"Aku izinin kamu kerja Re, dengan syarat aku yang milih tempatnya. Jangan sampai kamu kerja terlalu capek ya." Timpal gua.
Sebenarnya gua kasian juga liat Rere anak pinter, ipk gemilang tapi diem aja di rumah. Kerja juga sih dia tapi bukan kantoran lebih ke freelancer gitu. Gua merasa untuk perempuan yang sudah menikah pekerjaan itu cocok. Namun, sepertinya gua salah. Rere masih butuh pekerjaan formal.
"Re kalau hamil pas kerja gimana? Kamu masih mau terjun langsung ke lapangan?" Tanya gua serius.
"Ya aku harus tetep ke lapangan tapi yang ukur kan ada tukang ukur. Tenang aja suamiku." Jawabnya.
"Aku kan bukan anak lapangan ya wajar kan khawatir." Timpal gua.
"Lagian aku masih mens tau bulan kemarin pasti belum hamil dalam waktu dekat." Katanya pede.
Dengan Ijazah yang gemilang itu, Rere mudah dapat kerja. Lokasinya ga terlalu jauh dari rumah juga. Masih daerah Jaksel. Seminggu abis izin, besoknya dia kirim cv, dua hari kemudian interview. Senin mulai kerja. Ajaib kan Rere tuh. Ngeliat dia dapet kerja girangnya bukan main bikin gua ga menyesal dengan keputusan gua.
Rere POV
Hilman ikut seneng akhirnya gua kerja juga. Gua jadi asisten salah satu arsitek terkenal. Minggu pertama gua kerja aja udah tugas luar. Ga jauh sih ke Bogor doang. Tapi gua agak ga enak ke Hilman karenq gua harus berangkat lebih dulu dari dia biar ga kena macet. Walaupun begitu gua bangun lebih pagi dan siapin kebutuhan suami gua dulu.
"Aku makannya dibekel ya Man. Soalnya udah ditungguin. Aku pamit." Kata gua.
"Hati - hati ya Re jangan kecapean." Katanya.
Bogor kota siang hari itu terik banget. Gua kira seadem puncak. Maklumlah gua jarang main ke Bogor. Mendingan gua ke Bandung aja daripada Bogor toh macetnya sama. Entah kenapa rasanya kepala gua jadi pusing. Lama - lama gue ngerasa ngantuk dan gua ga inget apa - apa lagi. Bangun - bangun gua udah di rumah sakit dan Hilman udah disana dengan muka pucet.
"Re akhirnya bangun juga. Kamu kok maksain sih Re kalau sakit." Kata Hilman.
"Aku baik aja tadi pagi kan. Kok bisa disini?" Tanya gua.
"Tadi tuh terik banget, makanya Rere pingsan." Jawab rekan kerja gua.
"Aku kenapa Man? Ga ada sakit parah kan?" Tanya gua.
"Ngga Re tapi besok kayaknya kamu harus istirahat dan cek lagi buat mastiin." Jawab Hilman.
"Aku kenapa emang?" Tanya gua.
"Hasil cek dokter kamu ga kenapa - napa, kamu hamil." Jawab Hilman.
Gua cengo sendiri denger kata "kamu hamil". Gua masih dua puluh dua tahun dan gua hamil. Berkaca pada diri gua sendiri rasanya gua belum siap untuk mendidik anak. Tapi gua harus tetap bersyukur karena ini pemberian YME dan tidak semua perempuan bisa.
"Ibu tahu aku masuk rumah sakit?" Tanya gua ke Hilman.
"Ga aku kasih tahu nanti panik." Jawab Hilman.
Kata Hilman gua pingsan sebentar cuma 15 menit tapi dokter ngasih gua obat supaya istirahat. Imbasnya gua tidur enam jam. Sore ini gua balik ke rumah lagi. Gua yakin sih Hilman pasti mau ngomelin gua. Tapi dia tahan dulu. Pas sampe rumah mulai deh.
"Re, baru sekali tugas luar kamu udah tumbang. Gimana tugas lainnya? Mana kamu juga ternyata lagi hamil. Re apa ga sebaiknya kamu ambil freelance lagi aja dulu." Katanya.
Gua ga sautin daripada berantem. Gua milih ke kamar mandi. Ganti baju terus tidur nyenyak. Malam ini kita tidur punggung - punggungan. Bisa dibilàng ini pertama kalinya Hilman sekesel itu sama gua. Sampai pagi hati atmosfer antara gua sama Hilman masih canggung banget.
"Nanti aku anter ke RS ya." Katanya.
Gua nurut aja sih, karena penasaran juga apa bener gua hamil. Selama perjalanan ke RS ga ada percakapan cuma lagu. Gua pun males nyapa dia duluan, pasti dia juga. Kita cuma ngobrol pas pendaftaran, sisanya sibuk sama smart phone masing - masing. Gua lirik Hilman kayaknya lagi urusin kerjaan. Gua sih sibuk main games.
"Nyonya Renata" panggil suster.
Gua sama Hilman masuk ke ruang dokter. Beliau memeriksa gua dan dari hasil USG belum terlalu kelihatan. Namun, hasil tes pack gua positif. Gua diminta banyak istirahat apalagi kemarin gua sempat pingsan. Itu tidak bagus untuk kandungan karena gua sendiri kekurangan oksigen. Bahkan dokter menyarankan agar gua cuti kerja sampai kandungan gua kuat.
"Masih mau kerja?" Tanya Hilman pas pulang.
Gua ga bisa jawablah. Masa gua membahayakan anak gua. Ini aja gua perlu minum obat penguat kandungan. Gua ga mau ambil resiko yang bisa membahayakan gua sama anak gua. Tapi gua masih ingin kerja. Sebagai anak baru juga gua ga mungkin cuti. Baru seminggu kerja masa minta cuti lama.
"Aku resign aja. Aku ga mau hal buruk kejadian. Ini hubungannya sama nyawa anak kita." Jawab gua.
Kehamilan gua memang menjadi alasan gua mundur dari pekerjaan. Namun, disambut hangat keluarga gua terutama Ibu. Kata Ibu punya cucu dari anak perempuan lebih degdegan karena anaknya yang hamil. Kakak - kakak gua juga menyambut positif. Terlebih kak Dani dia seneng banget. Malah kocaknya protes karena anak gua lebih tua dari anak dia.
Hubungan gua sama Hilman juga membaik karena dia yang duluan memperbaiki. Gua belum mengalami ngidam, mungkin karena usia kandungan gua masih sangat dini. Bayi tumbuh baik di perut Mama ya Nak. Semenjak gua hamil Hilman hampir ga pernah lasak. Dia selalu takut gua ketendang kalau pas dia lasak. Tapi Hilman masih tetap sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanya Takdir ✔
Aktuelle LiteraturPerjalanan Renata yang harus rela menikah muda. Bukan karena Hilman nya tapi gua nya emang belum siap -Rere cover picture 📷 @1004y_