Lembar 12

3.9K 377 64
                                    

Hari ini adalah hari terburuk Bening. Dia hampir telat gara-gara ban sepedanya kempes. Tugasnya ketinggalan di rumah, jadi dia di hukum berdiri di depan kelas, tapi dia tak sendiri. Langit juga mengaku dia tidak nggarap itu tugas. Jadilah berduaan di depan kelas. Sampai seisi kelas rusuh bilang 'ciye-ciye'.

Dan kali ini, dia berhadapan dengan mata elang Banyu. Dia memegang permen loli yang jatuh. Ternyata resleting tas bagian kantong depan tidak dia tutup, sebab buru-buru. Dan salah satu loli yang tinggal dua itu jatuh. Parah.

"Ini punya lo?" Bening mengangguk kaku. Dia bingung dengan sikap Banyu yang seperti ini. Voice deep milik Banyu terasa sedikit mencekam. Sepertinya agak serius.

"Iya, kenapa?" tanya balik Bening.

"Berhenti menaruhnya di pintu loker gue." Ujar Banyu dingin.

Bening mengernyit, "maksud lo?"

"Nggak usah pura-pura nggak tahu. Lo yang naro benda ini di pintu loker gue, kan?" Bening benar-benar tak mengerti dengan ucapan Banyu barusan.

"Nyu," Banyu dan Bening mengalihkan pandangan mereka. Langit mencoba menengahi masalah dua manusia di depannya itu. Meskipun tak tahu menahu yang dimaksud Banyu. "Emang cuma Bening doang yang punya permen? Jangan sembarangan nuduh. Emang lo liat apa? Bening yang naro. Nggak kan? Cari tahu dulu sebelum koar-koar nggak jelas!"

Muncul rasa sesak menjalar ke dada. Wow, seorang Langit, Banyu bahkan tak percaya. Tatapan Langit berbeda. Tatapan tajam seakan ingin membunuh. Mungkin Langit sedang sentimen. Tapi, perasaan Banyu tidak mengatakan demikian.

"Oke, sori." Banyu masih menatap Langit, matanya berkaca-kaca. Jika bunda atau orang lain, mungkin masih bisa Banyu tahan. Ini Langit, cara dan nada bicaranya tidak enak. Ada amarah disana. Atau cuma Banyu yang sensitif. Banyu mutusin pergi dari sana setelah memberikan benda manis itu pada Bening.

Atmosfer disana menjadi super canggung. Untung saja hanya ada mereka bertiga, sebelum Banyu pergi. "Gue pulang dulu ya, Lang," Bening menghancurkan balok es yang mengurung Langit dan Bening.

"Iya, ati-ati." Bening tersenyum simpul. Kemudian pergi dari Langit yang masih berdiri mematung disana. Menatap kepergian Bening hingga hilang di belokkan.

-BanyuLangit-

"Banyu! Fokus!" sepertinya Banyu akan lebih sering menerima kemarahan orang lain. "Kemari!"
Banyu berlari kecil, menghadap pelatih. Pasti akan kena omel. Sudahlah, Banyu sudah siap kok.

"Kau mau keluar dari tim?" Banyu menggeleng pelan. "Fokus."

"Lo kenapa sih? Permainan lo itu buruk tahu nggak?" Babam mendekat setelah pelatih pergi, berbicara pada Banyu yang masih memunggunginya. "Ada yang salah sama lo. Lo bukan Banyu yang biasanya."

Banyu berbalik, "Gue juga nggak tahu. Gue mimpi itu terus. Bikin gue frustasi." Babam memang belum tahu tentang mimpi yang Banyu lihat. Dia tak mau cerita. Itu hak Banyu. Apalagi waktu itu, Banyu kelihatan panik. Babam tidak memaksa, pasti nanti dia bakal cerita sendiri. Sebenarnya bukan cuma karena mimpi. Tapi juga karena sikap Langit tadi siang. Membuat pikirannya kemana-mana.

"Mimpi itu cuma bunga tidur. Dah ayok, fokus." Babam paling bisa ngalihin perhatian Banyu. Dia paling tahu kalau Banyu sedang senang atau sedih.

-BanyuLangit-

"Coco, sini nak!"

Bening menciumi kucingnya itu. Lagi-lagi di balkon, tempat favoritnya buat nyari angin. Seraya di elus-elus kepala kucingnya, Bening mulai ngoceh, curhat sama coco.

"Co,"

'Meong!'

"Gue abis dituduh." Bening menggigit bibirnya. "Tapi gue heran, kenapa gue nggak marah tadi?"

'Meong!'

"Anehnya, gue ngeliat Banyu, kayak nyimpen luka, dimatanya."

Semakin lama, semakin Bening penasaran tentang Banyu. Banyu itu misterius, tak banyak yang tahu memang tentang jati diri Banyu, dia digilai saat sedang main di lapangan. Usut punya usut, tak ada yang tahu aslinya Banyu gimana. Cuma Langit sama Babam yang paham, karena Banyu cuma bisa terbuka sama mereka. Teman se-timnya juga cuma kenal sebagai pemain. Ibaratnya, mereka cuma tahu kulit Banyu. Sudah, itu saja. Tidak lebih.

"Kenapa gue jadi mikirin Banyu, sih."

-BanyuLangit-

"Gue benci Langit," ujar salah satu cowok di sebuah ruangan yang terlihat seperti perpustakaan.

"Gimana kalo kita enyahin Langit?" satu lagi cowok menimpali.

"Gue bisa bantu." Seorang cewek berambut panjang yang baru masuk, ikut nimbrung.

"Call, kita buat strategi, siap ancurin dia."
Mereka bertiga saling pandang dan menyeringai.

-BanyuLangit-

Aaaaaa....tau ini feel kemana yaak??
Maafkan diriku... ㅠㅠ
Jujur, aku ragu akan part ini...
Yoweslah..ㅠㅠ

Terima kasih sudah membaca.

Salam hangat,
HOI

Wonosobo, 19 Oktober 2018.

Banyu Langit ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang