Lembar 37

3K 265 14
                                    

"Gema, aku ingin meminangmu." Jantung Gema berdegup kencang, tubuhnya menegang. Matanya memanas, mukannya memerah. Telapak tangannya berkeringat.

Gema tergagap, "a-aku-"

"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Aku akan menemuimu, di rumahmu. Aku akan membawa ibuku." Jelas Andri.

"Maaf sebelumnya. Aku tidak bisa." Gema membalikkan badannya, hendak masuk kelas. Tapi panggilan Andri menahan langkahnya.

"Gema, aku mulai menyayangimu." Ya, lambat laun. Dalam diri Andri, mulai timbul rasa, bukan hanya rasa sayang, tapi rasa ingin melindungi dan memiliki.

"Perlu kamu tahu, tentang diriku. Aku ini yatim piatu, dan seorang janda yang punya anak satu." Janda, tak jarang orang berpikir, gelar janda itu buruk. Apalagi jika pria bujang menikahi janda. Mereka akan bilang 'seperti tidak ada perawan saja'. Tidak semua orang memang. Tapi, bagi Gema, semua itu saja sudah cukup membuat hatinya sakit.

"Aku tidak peduli. Aku ingin menolongmu dan Banyu." Air mata Gema meleleh. Mengingat Banyu, sama saja mengingat Aslan. "Banyu juga yatim."

"Maaf, aku tidak bisa."

-BanyuLangit-

Walaupun selalu ditolak. Andri tidak menyerah. Dia terus saja mengejar Gema. Keluarganya belum ada yang mengetahui. Termasuk ibunya.

Sampai pada akhirnya, Gema bingung sendiri. Gema selalu menghindari Andri. Andri mirip sekali dengan Aslan. Yang terus berusaha mendapatkan dirinya. Seperti tak punya kata lelah. Tetap bersikukuh pada jalan yang telah dipilih. Dulu, Aslan tidak disetujui oleh orang tuanya, karena Gema yang seorang yatim piatu. Dulu, dia tinggal di panti asuhan. Bersekolah hingga jenjang lebih tinggi, yaitu PGPAUD, juga karena beasiswa. Gema khawatir, jika dia menerima pinangan Andri, akan kejadian seperti dulu lagi. Walaupun pada akhirnya, sikap orang tua Aslan berubah, ketika Banyu lahir. Tapi hidup mertuanya juga tidak lama. Hanya setahun setelah kelahiran cucunya.

"Aku harus bagaimana?"

"Assalamu'alaikum," suara salam dari luar sana bersamaan dengan ketukan pintu.

"Wa'alaikumsalam." Gema menelan salivanya, susah. Dihadapannya kini adalah Andri dan wanita paruh baya, barangkali ibunya. Senyumnya menghiasi bibirnya. Masih terlihat cantik.
"Silahkan masuk."

Setelah memasuki ruangan, Gema mempersilahkan mereka duduk.

"Bu! Udah," Banyu berlari keluar sembari membawa lego yang disusun menjadi robot, yang dia contoh digambar.

"Sudah, main di dalam ya nak." Gema mengelus puncak kepala Banyu lembut seraya tersenyum. Andri dan ibunya melihat interaksi keduanya, ikut tersenyum. Sungguh manis, terlalu manis untuk diabaikan.

Lima belas menit kemudian, Gema dilanda kebimbangan luar biasa. Dia tidak tahu, mau minta saran kemana, sama siapa. Hanya ada dia sendiri, dihadapkan dengan permintaan Andri yang sama. Berharap Gema mau menikah dengannya. Rencana memberitahu sang ibu, setelah Gema setuju, akan menikah dengannya pun gagal. Karena, akan memakan waktu, terlalu lama.

"Nak, Andri ingin menolongmu. Dia ingin meringankan beban hidupmu, Banyu butuh seorang ayah." Ujar ibu Andri. Jujur, Gema tak tahan, kalau Banyu terus-terusan menanyakan ayahnya.

"Demi kebaikkan bersama. Kamu dan Banyu."

-BanyuLangit-

"Nggak Ndri, mbak nggak setuju. Dia bekas istri GM kamu. Kamu mikir nggak sih?" Btari meledak-ledak, kala Andri mengutarakan keinginannya menikahi Gema. Dia adalah orang pertama yang paling menolak.

Banyu Langit ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang