Lembar 22

3.2K 306 20
                                    

Banyu merebahkan tubuhnya di kasur empuknya, setelah mandi dan mengganti baju, dengan celana boxer hitam dan kaos oblong kebesaran, berwarna putih polos. Selepas bel pulang sekolah, dia langsung ke ruang guru, mengambil soal dan ngerjain soal-soal kimia tadi di kelas, alias remidial. Berdua ditemani dan dibantu Naura. Itupun bu Karin yang suruh. Meskipun, tak lepas dari tatapan membunuhnya, dan misuh-misuh tak keruan, karena Banyu yang tidak paham-paham dengan apa yang Nau jelaskan. Sampai, Naura mengatakan bahwa dia beruntung, Banyu nolak Naura. Karena, kalau mereka pacaran, bisa jadi Nau kena stroke diumurnya yang masih muda.

Walau Nau pakai emosi, saat membantu Banyu. Banyu tidak marah sama sekali. Ya, dia maklum lah, siapa yang tidak kesal. Langit saja pernah berteriak dihadapan wajahnya, saat ngajarin Banyu, dan reaksi Banyu, malah ketawa. Setelah selesai, Banyu balas budi dengan membelikan dua ice cream cone buat Nau. Guna mendinginkan kepala dan hatinya yang panas. Butuh super extra large stok sabar memang, jika menjadi guru Banyu.

Banyu menarik tubuhnya, ketika mendengar suara bel intercom di depan. Segera, Banyu meluncur turun. Dan menghampiri seseorang, yang ternyata pak pos, hendak menyerahkan paket.

"Dengan Janus Langit Gunasti?" tanya pak pos.

"Iya,"

"Oke, tolong tanda tangan disini." Pak pos menunjukkan dimana Banyu harus tanda tangan. Banyu segera menggerakkan tangannya, tanda tangan disana.

"Terima kasih."

Banyu membaca nama sang pengirim, yang terlihat aneh. Karena tak pernah tahu nama siapa yang tertera disana. Atau memang Langit punya teman, dengan nama itu.

"Siwa? Siapa Siwa?" Banyu mengedikkan bahunya acuh. Dia meletakkan kardus paket yang besar, tapi isinya ringan itu di meja ruang tamu. Tapi, karena level rasa penasaran Banyu meningkat. Oke, akhirnya Banyu mutusin buat buka kardus itu. Perlahan namun pasti. Banyu membukanya. Ternyata, di dalam kardus, masih ada kardus yang bisa dibilang tebal.

"Astaghfirulloh!" Banyu melempar kardus itu kesembarang arah. Dan segera menutup hidung kala bau busuk yang menguar. Dia celingukan, kalau-kalau nenek atau bibi mendengarnya. Syukurlah, mereka tidak keluar. Disana, di kardus itu, beberapa bangkai tikus got, yang sudah di mutilasi, dengan banyaknya ceceran darah. Satu lagi, sebuah gulungan kertas berpita hitam disana. Banyu mengambil dan membuka gulungan dengan cepat. Dada Banyu bergemuruh, kala melihat tulisan disana. Sebuah ancaman.

WELCOME TO THE JUNGLE! GAME START! LETS PLAY!

"Sialan! Langit diteror."

-BanyuLangit-

"Lang, sibuk nggak?"

"Masuk aja," Langit memang sedang sibuk, menggarap buku-buku berisi deretan soal yang seperti tak ada habisnya. Tangannya bergerak lincah, menulis rumus dan mengisi jawaban dengan mudahnya.

"Istirahat dulu ngapa? Di sekolah ngerjain, di rumah ngerjain." Siapa yang tidak cemas, kondisi Langit yang memang tidak bagus, akibat penyakitnya. Ditambah, dia harus tiap hari berhadapan dengan, ah, bahkan sudah muak Banyu menyebutnya.

"Abis ini. Gue harus dapet target, lima puluh soal." Banyu membuka dan mengatupkan kembali mulutnya. Dengan entengnya Langit bilang lima puluh soal. Kalau ala Langit dan murid berprestasi lainnya, mah, satu soal satu menit, bahkan kurang. Jadi, tidak perlu lama-lama.

Banyu putusin menunggu Langit selesai mengerjakan saja. Dia keliling rak, entah cari apa. Buku? Tidak minat. Majalah? Mana punya. Palingan komik, tapi Banyu sadar, butuh waktu lama untuk membaca. Main ponsel? Banyu tak punya akun medsos apapun, kecuali aplikasi chat. Biar selalu terhubung dengan grup baseball dan orang-orang yang penting dihidupnya. Akhirnya dia baringan di kasur. Langit benar-benar terlihat serius. Seperti tak terganggu apapun.

Banyu Langit ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang