"Jadi, kau akan masuk kesana kapan?"
"Eum, itu... Apa aku akan masuk sendirian jika aku kesana sekarang?"
"Tidak kau akan-""Ares Ferdinand? Hey acara apa ini?"
"Huh?"
Ucapannya terhenti kala interupsi terdengar jelas diantara sunyinya koridor. Kedua orang itu menoleh bersamaan, menatap sang pemilik suara sebagai orang lain di tempat itu. Ares menaikkan sebelah alisnya, tak menyukai cara orang itu mencantumkan namanya pada sapaan barusan. Sedangkan Diora yang tak mengerti situasi hanya memandang kedua laki-laki itu dengan tatapan bingung, bergantian melihat mereka dengan dahi mengkerut. Membuat Ares menghela nafas gelisah melihatnya.
Puk!
Tangan itu mendarat halus di pucuk surai si gadis, lantas mengusaknya lembut tanpa berniat mengacak gaya rambut Diora. Mengangkat wajahnya, Diora mendapati Ares yang tersenyum.
"Jangan dipikirkan, Dio."
Ujar laki-laki itu lirih. Mendengarnya, Diora mengerjapkan matanya sesaat lantas mengangguk cepat. Dalam situasi seperti ini, takkan ada yang bisa dilakukan gadis itu selain mempercayai ucapan temannya. Ya, itu hanyalah sapaan diantara para laki-laki jadi sebaiknya gadis baik sepertinya lebih baik tak ikut campur.
Namun setelahnya Diora tersentak, mendapati laki-laki yang berdiri cukup jauh darinya mendaratkan tatapan tak bersahabat tepat pada netranya. Membuatnya menunduk takut, dan usapan dari Ares lagi-lagi menariknya pada realita.
Melihat adegan di depannya, laki-laki itu mengerutkan dahi. Tak menyukai tindakan laki-laki tinggi bernama Ares itu. Apa yang dilakukannya dengan seorang gadis di depan ruang kepala sekolah? Mengalihkan tatapan, kembali dipandangnya iris cokelat gelap jauh disana.
"Yah, sejujurnya aku tak menyukainya. Jadi haruskah aku mengucapkan salam, Ares?" Ujarnya sembari menyunggingkan seringai tipis.
Ares menghela nafas melihatnya, berusaha memaklumi tingkah orang itu yang memang selalu memancing emosi.
"Diamlah, kau menakuti gadis ini," ujar Ares, masih mengusap kepala gadis disampingnya. Lantas menarik bahu Diora agar sedikit mendekat padanya, membuat laki-laki di depan sana mendengus tak suka.
Suara gesekan alas sepatu dan lantai yang terdengar tenang menguasai sunyi di sekitar mereka. Seolah membungkam suara yang akan keluar dengan sengaja. Hingga ketika laki-laki lain tiba di sana Diora dan Ares lagi-lagi mengalihkan pandangan. Kali ini ada senyuman tipis di bibir Ares, tak seperti ekspresinya sebelum ini.
"Sinting, acara apa yang kau maksud itu huh?"
Interupsi itu diam-diam membuat Ares menahan tawanya mati-matian. Bibirnya mengulum dengan kedutan di ujungnya, tak kuat untuk menahan tawa dari perkataan orang itu. Ini yang terbaik, melihat sosok menyebalkan itu tersudut oleh perkataan Kevin.
"Kau yang sinting Kev!" Ujarnya tak terima sedangkan yang dituduh balik hanya memutar bola mata.
"Tak ada orang sinting yang mengatai orang lain sinting, artinya kau memang sinting Celvin."Jawaban santai mengalir dengan tenang dari bibir Kevin. Sontak membuat Ares makin tak bisa menahan tawanya. Tapi yang keluar hanyalah hembusan nafas pelan, perdebatan kecil semacam itu telah disaksikannya berulang kali dan saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk tertawa riang.
"Sudahi perdebatan kalian, ada orang lain yang tak mengerti situasi sekarang," ucap Ares. Menyadarkan kedua laki-laki itu pada keberadaan gadis disamping Ares.
Kevin menatap Diora dari balik lensa kaca matanya,
"Kau masih ingat aku, Dio?" Tanyanya.
"Um, aku mendengar namamu Kevin. Kita bertemu tadi, bukan waktu yang lama untukku lupa."Senyum khas Diora kembali tampak. Dengan mata bulat yang tak menyipit, senyuman itu hanya mencapai pipi chubby-nya.
"Dan orang sinting ini," Kevin menunjuk Celvin tepat diatas kepalanya yang memang beberapa centi lebih pendek.
"Apa kau ingin mengetahui namanya?" Lanjutnya masih dengan nada tenang yang ramah. Namun itu terdengar amat menyebalkan di telinga Celvin.Memandang orang yang ditunjuk itu sejenak, Diora menatap ragu sembari mendongak ke arah Ares, meminta saran dari laki-laki itu. Ares tergelak karenanya, lantas mengangguk pelan.
"Itu terserahmu Dio untuk tau namanya atau tidak. Tapi mungkin kau akan melupakan namanya dalam kurun satu jam dan mengganti sebutan dengan kata 'sinting', benar Kev?" Ujar Ares yang diangguki oleh Kevin.
Diora kembali melihat laki-laki yang menatapnya tajam. Menghembuskan nafas, ia menggeleng pelan. Belum sempat Ares dan Kevin menertawakan Celvin, Diora lebih dahulu menyela.
"Tak perlu, aku akan tau namanya nanti. Bisakah kita masuk sekarang? Aku masih mempunyai kegiatan lain di kelas."
Sebuah tolakan halus membuat Celvin tercengang. Sementara Kevin hanya menghendikkan bahu sembari mengangguki ucapan Diora, memimpin yang lain ia berjalan terlebih dahulu ke arah pintu. Diikuti Celvin yang memasuki ruangan paling akhir.
Terkadang kita tak bisa mengerti dengan banyaknya hal yang terjadi di depan kita. Entah itu akan berdampak baik ataupun buruk, yang perlu kita lakukan hanyalah menjalaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone
Teen FictionRasa suka dan nyaman hanyalah berbeda tipis, jadi kau pilih yang mana? Hanya kisah kecil dari orang orang yang merasakan masa remaja, pertemanan, dan perasaan yang selalu berkaitan.