4

19 2 0
                                    

Mendesis pelan, gadis itu rasanya ingin bersorak riang jika saja tak melihat posisi. Maka ia memilih berjingkrak dalam hati daripada di usir dari tempatnya dan menambah resiko untuk ketahuan. Ketahuan? Ya, ketahuan. Apa yang kalian bayangkan mengetahui pikiran gadis itu? Seorang gadis yang tengah bersembunyi pastinya masuk dalam list bukan? Dan itu kebenarannya.

Gadis itu memicingkan matanya sembari tersenyum lebar, menggenggam novel yang sempat diambil beberapa saat lalu tanpa mengalihkan pandangan. Di sela antara buku-buku, ruang yang cukup untuk matanya melihat hal apa di baliknya.

Deretan rak dekat ujung ruangan. Tempat yang berisi buku ilmiah dengan bacaan cukup berat membuatnya jarang di kunjungi banyak siswa. Hanya segelintir orang yang tertarik pada buku-buku di rak itu, tentunya mereka dengan otak berisi yang mampu menerjemahkan kalimat rumit tingkat dewa.

Dan kali ini, di sisi dinding yang masih memiliki ruang cukup lebar untuk diisi deretan meja serta kursi sebagai ruang baca, hanya terisi seorang siswa di sana. Si gadis masih asik mengamati, sebab ia tau benar kalau objek pengamatannya tak akan menyadari ia ada di sana. Bagaimana tidak? Siswa laki-laki itu terlalu serius dengan buku di tangannya. Belum lagi 3 buah buku tebal yang tertumpuk di sisinya. Cukup membuat si gadis paham bahwa siswa itu tak ingin diusik dan tak peduli jika diusik.

Si gadis menghela nafas melihatnya, bertanya-tanya untuk apa kumpulan buku itu. Buku ilmiah yang hanya berisi kalimat rumit dengan istilah yang membuatnya kerepotan membuka kamus. Bukankah lebih bagus membaca novel? Memproyeksi serangkaian film dengan bahasa manis untuk dibaca.

Tidak berguna,

Namun ironinya, ia tak bosan. Tak ada kata itu untuk melihat hal yang ia amati saat ini. Setidaknya untuk sekarang.

Siswa itu membalik halaman dengan dahi mengernyit, lantas mengangkat pandangan ke depan sembari memutar bola mata berkali-kali, tampak keheranan. Beberapa saat kemudian ia kembali menatap buku di tangannya dengan anggukan kecil, seolah tengah menyetujui isi buku tersebut.

Si gadis mengangkat alis, bukan pemandangan baru untuknya melihat reaksi siswa itu. Ia memang sering melakukan hal tersebut, namun si gadis tak pernah mengerti maksudnya. Kenapa? Tentu saja karena si gadis hanya mengamati dari kejauhan tanpa berniat mendekat.

Ia bergeming, tak mengalihkan pandangan maupun atensinya saat gesekan antara buku yang diambil dari rak menyapa pendengarannya.

"Kau tak pegal?"

Ia menggeleng, menjawab pertanyaan yang dirasa untuknya.

"Ckck, berapa lama kau berdiri di sana? Kau bahkan tak terlihat berkedip sama sekali."

Lagi, pertanyaan terdengar kembali oleh si gadis. Ia memindahkan novel yang digenggamnya ke tangan kiri, lantas mengacungkan tangan kanan dengan lima jari merenggang.

Tubrukan halus terdengar, membuat si gadis berasumsi yang mengajaknya bicara tengah menumpukan badan pada rak buku sembari membuka sebuah buku tebal. Bagaimana ia bisa tau? Mungkin terlalu sering mengimajinerkan sesuatu membuatnya mudah menggambarkan hal itu.

"Lima menit? Bukan waktu yang cukup lama, mau sampai kapan?"

Si gadis mendengus, memilih mendiamkan pertanyaan itu sebab ia terlalu malas untuk menjawab. Berharap sosok di dekatnya akan pergi jika merasa terabaikan.

Friend ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang