MPG | CHAPTER 9

1.9K 108 16
                                    

Di dalam rumah, Qilla dan Kai duduk berhadapan di sofa ruang tamu. Entah kenapa rumah ini tiba-tiba berubah menjadi hening dan hawanya lebih mencekam. Apalagi saat melihat sorot mata Kai. Menyeramkan!

Jujur, Qilla sangat tidak menyukai siatuasi seperti ini. Dia merasa seperti sedang diintrogasi karena sebuah kasus yang merugikan orang lain. Padahalkan dia tidak melakukan apa-apa.

'Tuhan, tolong bantu Qilla keluar dari rumah ini sekarang juga' batin Qilla.

Qilla menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa. "Kai, sampe kapan lo mau liatin gue kayak gitu? Nggak capek apa?"

Kai tidak menjawab. Dia justru malah memperhatikan gerak-gerik Qilla, yang tentu saja membuat Qilla risih sendiri karena ulah Kai.

Qilla memicingkan matanya curiga. "Lo ngapain ngeliatin gue segitunya? Jangan-jangan lo suka ya sama gue?" tanya Qilla lalu membekap mulutnya tak percaya.

Kai menghembuskan nafasnya lelah. Tentu saja apa yang dikatan Qilla itu sama sekali tidak benar. Masa iya, dia menyukai sepupunya sendiri? Walaupun memang Kai akui kalau Qilla itu cantik. Tapi, Kai belum segila itu untuk menyukai keluarganya sendiri.

"Ck. Lo ngomong apaan, sih? Lo itu sepupu gue, jadi nggak mungkinlah gue suka sama lo. Lagian lo juga bukan tipe gue banget," kata Kai.

Qilla membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Kalau Kai bukan sepupunya, mungkin sekarang muka Kai sudah penuh dengan warna-warna hasil karya tangan kosong Qilla.

Qilla memutar bola matanya malas. "Yaudah deh, to the point aja. Sebenarnya lo mau ngapain sih nyuruh gue masuk lagi ke rumah?" tanya Qilla. "Terus, kenapa lo balik lagi ke Indonesia? Gue kira lo udah betah di sana, karena setiap hari bisa ngeliat kakak-kakak bule,"

Kai berdeham lalu menatap Qilla serius. "Gue nggak akan jawab pertanyaan lo yang terakhir, tapi gue akan jawab pertanyaan lo yang pertama,"

Qilla menaikkan sebelah alisnya, "Jadi?"

Kai menegakkan posisi duduknya. "Gue tadi ke sekolah kita, dan Pak Broto bilang kalau sikap lo semakin lama malah semakin nggak ke kontrol. Apalagi semenjak gue di luar, sikap lo malah semakin menjadi-jadi," kata Kai.

Qilla diam. Dia hanya ingin mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Kai selanjutnya. Qilla tau dia salah, oleh karena itu sekarang dia hanya bisa mendengarkan semuanya. Tidak bisa berkata apapun.

"Gue mau tanya sama lo, sebenarnya lo kenapa? Kenapa lo malah jadi kayak gini?" tanya Kai penasaran.

Qilla hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Kai barusan. Bukannya dia bersikap acuh kepada Kai, hanya saja dia juga bingung harus menjawabnya seperti apa. Sekalipun dia membuat alasan yang masuk akal, dia berani menjamin kalau Kai tidak akan percaya begitu saja kepada Qilla. Dan, itulah hal yang tidak disukai Qilla dari Kai.

Entah Qilla yang tidak bisa berbohong kepada Kai, atau Kai sendiri yang memiliki indera ke-6. Karena, apa saja yang Qilla rasakan atau Qilla lakukan, pasti Kai yang paling mengetahuinya. Dan, Kai juga yang selalu ada buat Qilla, jika Qilla sedang membutuhkan sandaran. Tapi, tetap aja Kai kadang malah suka membuatnya risih, kerena mengetahui semua tentang Qilla.

'Gue harus jawab apa coba?' batin Qilla.

"Hivania Aquilla Prawijaya," panggil Kai yang membuat Qilla tersadar dari lamunannya.

Qilla hanya menatap Kai sebentar saat namanya dipanggil, lalu dia menyenderkan tubuhnya kembali disandaran sofa.

Kai menghembuskan nafasnya kasar, "Van, lo udah kelas XII. Lo harus bisa fokus ke sekolah lo, terutama ke pelajaran lo. Jangan bersikap kayak gini. Gue tau lo berprestasi, tapi kalau sikap lo kayak gini, semua prestasi lo bakalan sia-sia," ucap Kai.

My Possessive GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang