“Bersamamu, aku berakar, tumbuh dan mekar.” (Salim A. Fillah)-Dian Elmala-
**JUMINTEN**
--------------
Senin malam. Kalender Qomariyah menunjukkan tanggal 15 Muharram. Rembulan tampak begitu gagah menerangi langit malam. Sinarnya meneduhkan mata dan hati yang memandang. Angin berhembus menyejukkan, menggoda kumpulan bunga bugenville hingga bergoyang-goyang tak tentu arah. Keluarga Pak Ilham telah bersiap untuk memenuhi janji Akbar kepada Juminten. Hanya perlu berjalan beberapa langkah saja untuk sampai ke rumah Pak Broto. Yah, rumah mereka berseberangan.Akbar mengenakan koko lengan panjang warna biru tua, dipadu dengan celana warna hitam. Kesederhanaannya semakin memancarkan ketampanannya. Ketampanan ala-ala Timur Tengah. Hidungnya bangir dan postur tubuhnya tinggi. Dia mendapatkan warisan itu dari kakek pihak ibu, seorang pria berdarah Arab. Sedangkan neneknya wanita berdarah Jawa-Minang. Hanya Akbar yang menuruni kakeknya. Paman, bibi termasuk ibu dan adiknya mirip neneknya. Jadi kalau dilihat lebih dekat, Akbar dan Cici tidak mirip seperti kakak beradik.
Suasana hening. Jantung Akbar berdebar sangat kencang. Keringat dingin tampak menghiasi dahinya yang bersih. Jari jemarinya saling bertautan. Rasa bahagia bersinergi dengan grogi yang teramat sangat menciptakan letupan-letupan manis dihatinya. Keluarga Pak Ilham duduk berjajar dalam satu kursi panjang. Sedangkan Pak Broto dan Juminten duduk persis dihadapan mereka. Juminten kelihatan cantik dalam balutan jilbab Baby Pink. Pandangannya selalu menunduk dan hatinya terus berdzikir. Juminten berharap keputusan yang diambil ini adalah keputusan yang terbaik untuk dunia akhiratnya.
“Seperti yang sudah Pak Broto ketahui sebelumnya, maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk meminang Nak Juminten untuk menjadi istri Akbar.” Pak Ilham langsung menuju point pembicaraan.
“Saya sebagai wakil orang tua Juminten sangat berbahagia dengan niat baik Nak Akbar. Namun, alangkah baiknya kalau saya menanyakan lagi kesediaan Juminten, karena nanti dialah yang akan menjalani pernikahan ini. Bagaimana, Jum? Apakah kamu bersedia menerima pinangan Nak Akbar?
Juminten mengangguk tanpa kata. Gemuruh yang berkecamuk didadanya, membuat bibirnya terasa kelu.
“Alhamdulillah, Pak. Juminten bersedia. Mari kita tentukan hari baik untuk menikahkan mereka berdua.” Pak Broto mengambil kalender duduk dan meletakkan di atas meja.
“Insyaallah semua hari itu baik, Pak Broto. Lebih cepat lebih baik, supaya tidak membuka peluang terbukanya pintu zina. Zina hati terutama.” Pak Ilham melirik ke arah Akbar, pipinya merah merona seperti tomat yang sudah masak.
Pak Broto tersenyum. “Betul Pak Ilham, saya sangat setuju. Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau Ahad minggu depan. Saya rasa cukup waktu satu minggu untuk mengurus administrasi di KUA.”
“Maaf, untuk walinya nanti bagaimana?” Bu Retno angkat bicara. Suasana tiba-tiba menjadi tegang. Entah Bu Retno benar-benar tidak tau atau pura-pura tidak tahu.
“Kita semua yang ada di sini tahu bagaimana asal usul Juminten. Sampai hari ini saya belum tahu siapa ayah dan ibu kandungnya. Walinya nanti adalah wali hakim, dan untuk nasabnya ada dua pendapat. Pendapat pertama, sebagian ulama memfatwakan untuk dinisbatkan kepada Fulan Al-Andunusi (Fulan orang Indonesia). Atau yang kedua, boleh juga dinisbatkan kepada Abdullah atau Abdurrahman, karena setiap manusia adalah hamba Allah atau hamba Ar Rahman. Islam itu agama yang Rahmatallil’alamin, Bu Retno. Selalu ada solusi atas setiap persoalan hidup, jadi kita sebagai manusia tidak usah lah memperumitnya.” Pak Broto menjelaskan dengan sangat tenang.
“Ini adalah amanah dari Akbar untuk biaya pernikahan, mohon diterima.” Pak Ilham menyerahkan amplop tebal berwarna coklat.
“Alhamdulillah, terima kasih Pak Ilham. Uang ini akan kami belanjakan dengan penuh amanah.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Juminten
RomanceSeandainya waktu bisa diulang kembali ke masa lalu, maka aku akan tetap memilih jalan ini. Jalan cinta yang teramat terjal, curam dan dipenuhi dengan duri-duri tajam. Aku menyadari bahwa mencintaimu adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan dalam h...