Bab 4 : Harry Pembunuhnya!

192 16 1
                                    

Ele's POV

Aku menutup pintu balkon kamarku, dan memutuskan untuk kembali melanjutkan membaca bukuku yang tinggal beberapa lembar. Aku berjalan ke arah tempat tidurku, namun sebelum aku sempat merebahkan tubuhku. Handphone-ku yang ada di atas meja kecil sebelah tempat tidurku pun bergetar.
From : Hazza
'Ele, tolong bilangin mama aku pulang agak malam. Mungkin sebentar lagi, makasih. Sorry baru ngabarin.'

To : Hazza
'okay, jangan malam-malam nanti sakit. Hati-hati di jalan juga, jangan ngebut.'

Aku masih memegang handphone-ku dan berharap Harry akan segera menjawab.

From : Hazza
'Iya Ele, makasih perhatiannya. I love you x'

To : Hazza
'Sama-sama Haz, I love you too x'

Lalu aku mematikan handphone-ku dan meletakkannya kembali ke tempat semula. Aku membaca buku dengan sangat asyik, sampai lupa jam. Sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, dan mataku mulai terasa berat lagi. Tanpa sadar, aku tertidur lagi...

Tiba-tiba aku mendengar sedikit keributan di bawah, tapi aku masih tetap memejamkan mataku. Mungkin itu Harry datang. Lalu suara itu hilang, di sambung dengan suara-suara kakakku yang membuka pintu kamar mereka. Lalu suara itu hilang lagi, sampai akhirnya terdengar suara histeris dari Niall, ya Niall. Aku membuka mataku dan bangkit dari tempat tidur dengan masih sedikit sempoyongan. Aku memegang kenok pintu, aku memutarnya dan membukanya.

*bruk*

"Awww!!" Teriakku begitu ada sesuatu yang menimpaku. Seseorang lebih tepatnya.

"Maaf, maaf, gak sengaja!" Serunya sambil berdiri.

Aku pun ikut berdiri, "Kamu siapa?" Tanyaku heran dan berusaha menerawang mukanya, namun aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa itu karena lampu kamarku masih dalam keadaan mati.

"Eh.. Aku.. Aku, aku harus pergi dulu. Maaf ya soal yang barusan," ucapnya langsung melompat melalui balkon kamarku.

Aku hanya menatapnya heran. Aku turun ke bawah dan mendapati kakak-kakakku sedang berkerumun di sekitar mamaku. Aku sedikit berlari.

"Mom, apa yang sudah terjadi?" Tanyaku sambil mencoba memangku mamanya yang sudah berlumur darah, tak sadarkan diri.

Kita semua menangis, tak tertahankan.

"Siapa yang tega melakukan ini?" Tanyaku sambil berteriak.

"Mana Harry?" Tanya Liam yang tiba-tiba menanyakan hal yang kurang penting di waktu yang tidak tepat.

"Dia bilang pulang agak malam, apa dia masih belum pulang?" Tanyaku balik.

"Sepertinya sudah, ada mobilnya di depan. Coba kamu lihat di kamarnya Ni!" Seru Liam.

"Sudah, ayo bawa mama ke Rumah Sakit." Ucap Louis yang langsung mengangkat tubuh mama dan membawanya ke mobil.

"Aku ikut!" Seruku sambil berlari ke arah Louis dan Liam yang sudah berjalan duluan.

Akhirnya kita mengantar mama ke Rumah Sakit. Kami menunggu cukup lama, untuk menunggu mama siap dimakamkan. Aku tidak berhenti-henti menangis. Tiba-tiba Niall datang sedikit berlari.

"Harry, tidak ada di kamarnya," Ucap Niall sambil berusaha bernapas.

"Apa jangan-jangan?" Liam mulai berbicara yang langsung disenggol oleh Louis.

"Jangan-jangan apa?" Tanyaku penasaran.

"Eh, gak papa kok. Mungkin dia belum pulang," jawab Liam.

Kita kembali duduk. Waktu berjalan begitu cepat, dan ini semua juga terjadi begitu cepat. Kenapa mama harus meninggalkan kita juga. Kenapa, aku merasa hidup ini tidak adil. Aku tidak bisa menghadapi ini semua. Kita masih memerlukan mama untuk membantu kita menghadapi ini semua. Kita harus pergi ke mana lagi, kita sudah tidak punya siapa-siapa. Apa yang harus kita lakukan sekarang. Pikiranku seketika kacau. Sedih. Sakit. Tak rela. Hampa. Sepi. Marah. Semua perasaan bercampur jadi satu saat ini juga. Gila. Itu satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan kita semua saat ini.

Keesokkan harinya, saat pemakaman mama. Harry sudah ada bersama kita semua, kini dia berdiri di sampingku dan memelukku erat.

"Sudah jangan sedih, mama pasti tidak suka melihatmu seperti ini." Bisik Harry mencoba menenangkanku yang tidak berhenti menitikkan air mata.

Begitu semua pergi, aku duduk di samping makam mamaku sambil memeluk nisannya.

"Mom, maafin Ele yang belum bisa bahagiakan mama. Ele juga minta maaf karena Ele sudah menyembunyikan sesuatu dari mama. Maafin Ele, Mom" ujarku sambil terus memeluk nisannya.

"Sudah, ayo pulang. Gak ada gunakan bersedih terus-menerus, semuanya tidak dapat diputar ulang." Jelas Harry yang memegang pundakku.

"KAMU KEMANA AJA KEMARIN! KAMU GAK ADA! KAMU PERGI! KAMU KEMANA KEMARIN! KAMU GAK NGERTI GIMANA PERASAANKU!" Bentakku sambil berdiri dan menghadapnya.

"Maaf, iya aku tahu aku salah. Kemarin aku benar-benar ada urusan," jelasnya.

"APA URUSAN ITU LEBIH PENTING DARI MAMA? URUSAN APA?" Teriakku yang semakin histeris.

"Iya, aku tahu mama lebih penting. Tapi.." Harry memegang tanganku.

Aku menghempaskannya dan napasku mulai tak beraturan, aku seperti orang yang ingin meledak begitu saja. Aku seperti orang yang tidak sadarkan diri, pikiran dan hatiku memiliki pemikiran yang berbeda. Pusing.

"Maafin aku," ucap Harry lagi dan kali ini berhasil memeluk tubuhku yang lemas.

Tiba-tiba aku merasa kepala semakin berat, dan aku memejamkan mataku.

"Ele.. Ele.." teriak Harry yang menepuk-nepuk pipiku.

Namun mataku terasa berat, dan badanku lemas. Aku tidak mengingat apa-apa, semuanya berubah. Gelap.

-----
Okay..
Part ini aku ingin buat sedikit thriller, cuma kok kayaknya kurang ya ...

Btw..

Jangan lupa..
Vote, comment and suggestion ya!
Thanks x

-Avanti:)x

Unconditionally {One Direction}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang