Bab 5

194 16 0
                                    

Malam ini aku sudah bertekad bulat untuk kabur dari sini, Rumah Sakit yang sudah membuatku semakin gila. Aku hanya bisa menunggu sejenak untuk membiarkan penjaga-penjaga ini tertidur, barulah aku akan kabur dari sini.

Pukul 20.00 WIB

Semua ruangan sudah gelap, tandanya mereka semua sudah tidur. Aku mengambil tongkat panjangku yang sudah aku siapkan di bawah tempat tidurku. Aku berusaha mengambil kunci yang tergantung di tembok tepat di hadapanku, dan juga tepat di atas kepala si penjaga.

*krincing krincing*

Beberapa kali terdengar suara gemerisik kunci, tapi untunglah itu tidak mengganggu mereka. Aku menariknya pelan, dan aku berhasil mendapatkannya. Aku membuka pintunya dan berjalan perlahan keluar.

*teet teet*

Sial! Ada sensornya ternyata, bergegas aku berlari keluar. Dan..

"Wohoo.. aku berhasil!" Seruku begitu sudah menapakkan kakiku di halaman luar Rumah Sakit itu.

"Sekarang aku mau kemana ya?" Tanyaku sendiri.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar, sampai aku melihat ada lampu di sebuah rumah yang masih menyala dan tepat di pintu belakang. Aku berlari ke arah rumah tersebut.

*klek*

"Permisi?" Bisikku pelan, memastikan bahwa tidak ada orang.

Aku berjalan mengendap-endap memasuki dapur yang penuh dengan peralatan yang mewah. Lalu mataku tertuju pada benda yang mengkilat dan berjejer rapi di tempatnya.

"Wah, bahagianya akhirnya aku dapat menemukan mainan favoritku yang selama ini tidak ku temui," ucapku sambil mengambil salah satu dari jajaran benda yang rapi itu.

"Siapa kamu?" Teriak seseorang yang cukup tua dan sudah berdiri di belakangku.

"Eh, aku.. aku Ale," jawabku sekenanya sambil menyembunyikan mainanku di belakang punggungku.

"Kamu maling ya?" Tanya perempuan paruh baya itu sambil mendekatiku.

"Bukan kok, aku cuma ingin mencari tempat untuk menginap saja," jawabku tanpa gemetar sedikit pun.

"Lalu apa yang kamu sembunyikan di belakang itu?"

"Bukan apa-apa, aku hanya ingin meminjam mainan ini sebentar saja."

"Mainan?" Perempuan itu semakin mendekat, dan sekarang berdiri tepat di hadapanku.

"Iya, mainan yang selama ini mereka selalu jauhkan dari aku," jawabku.

"Mereka? Kamu ini dari mana sih? Mereka siapa juga?" Tanya perempuan itu dengan muka heran.

"Eh.. ya mereka penjaga-penjaga yang tidak jelas dan kejam padaku," jelasku dengan menunjukkan muka kesal.

"Eh, bisa gak kamu menunjukkan benda -yang di belakang punggung- itu kepadaku?" Sambil mengulurkan salah satu tangannya ke arahku.

Aku membetulkan caraku memegang benda itu, lalu aku memberikannya kepadanya.

"Ahh..." Teriak perempuan itu seketika sakit memegang perutnya.

Darah keluar dari perut perempuan itu, lalu dia jatuh dengan keras ke lantai.

"Loh, tante kenapa?" Tanyaku yang ikut duduk di samping perempuan itu.

"Ka.. ka..ka..mu.." ucapnya terbata-bata.

"Tante punya asma ya? Mungkin mainanku bisa membantu, tante."

Lalu aku melihat perempuan itu mengangguk, dan aku mulai mengeluar-masukkan mainanku pas di dada perempuan tersebut. Namun yang terjadi malah perempuan itu pingsan, dan darah yang keluar semakin banyak.

"Ya.. Tante, bangun tante!" Seruku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Dasar pisau bodoh! Aku tidak mau lagi main sama kamu, kamu tidak bisa menyelamatkan tante ini."

Lalu aku meletakkan pisau itu di lantai dan aku berlari mencari jalan keluar.

"Aduh, ini jalan keluar kemana juga?" Tanyaku bingung sendiri.

Lalu aku mendengar beberapa pintu terbuka, aku mulai panik. Aku membayangkan semua penjaga Rumah Sakit itu bangun dan menerkamku. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari melewati tangga darurat, dan membuka salah satu pintu.

*bruk*

"Awww!!" Teriak seorang penjaga perempuan yang jatuh karena aku menimpahinya.

"Maaf, maaf, gak sengaja!" Seruku sambil berdiri.

Dia pun ikut berdiri, "Kamu siapa?" Tanyanya heran dan berusaha mengamati mukaku.

"Eh.. Aku.. Aku, aku harus pergi dulu. Maaf ya soal yang barusan," ucapku berlari ke arah balkon dan melompatinya.

*duk*

"Aww!!" Teriakku sambil berdiri dan mengusap lutut serta sikuku yang sedikit berdarah.

"Hey! Kamu siapa?" Tanya seseorang yang baru saja memarkirkan mobilnya yang berwarna kuning itu.

"Sial! Baru kali ini penjagaan begitu ketat di sini," gerutuku.

"Kamu ngapain maling ya?" Gertak cowok itu.

Aku tidak menjawabnya dan langsung berlari pergi. Aku sempat menoleh beberapa kali ke belakang, dan sialnya cowok itu masih mengikutiku. Aku pun menyerah, karena aku sudah lelah berlari.

"Hey! Kamu maling kan, ngaku gak?" Gertaknya sambil menahan leherku dengan lengannya yang cukup kuat.

"Bukan, aku bukan maling," jawabku sambil berusaha melepaskan tangan cowok resek ini.

"Terus kamu siapa?" Tanyanya lagi.

Aku tidak menjawabnya. Lalu dia mulai merogoh-rogoh kantung baju dan celanaku. Sial! Cowok itu menemukan tanda pengenalku.

"Jangan! Jangan yang itu!" Teriakku.

Dia mulai membolak-balik tanda pengenalku.

"Oh.. Jadi kamu ini pasien Rumah Sakit Jiwa, sekarang aku antar kamu kesana."

Cowok itu akhirnya melepaskan tangannya dari leherku, namun sekarang dia memegang kedua tanganku dan menggiringku ke Rumah Sakit itu. Aku pun terjebak lagi di dalam penjara yang menyiksa.

"Terimakasih ya nak, Harry." Ucap salah satu penjaga yang sedang mengobrol dengan cowok resek itu, yang ternyata namanya adalah Harry.

"Iya sama-sama, lain kali tolong penjagaannya di perketat lagi ya." Jawab cowok itu sok menasehati.

"Iya, maafkan kami,"

"Tidak apa-apa. Sekarang saya balik dulu ya," jawab cowok itu sambil tersenyum dan berjalan pergi sambil didampingi penjaga tersebut.

-----

Vote, comment and suggestion!
Thanks x


-Avanti:)x

Unconditionally {One Direction}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang