Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Cahaya yang masuk melalui jendela kamar menbuatku menyipitkan mata akibat sinarnya.
Tunggu...
Di mana ini?
Bukankah, seharusnya aku berada di dalam hutan?
Tiba-tiba saja, seseorang muncul di dekatku. Reflek, aku bangun terduduk dan menatap ke arahnya penuh waspada.
"Oh hei! Kau sudah bangun. Aku akan memberi tahu ibu panti sehabis ini. Perkenalkan, namaku Tiara, teman sekamarmu," ucap gadis itu lalu berlari keluar kamar.
Ucapannya bergema dan kembali berputar di benakku. Sepertinya, aku tidak sadarkan diri setelah masuk ke dalam portal. Dan seseorang, pasti tak sengaja menemukanku. Ya, pasti seperti itu!
Seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan yang berisi gelas dan mangkuk. Ia berjalan mendekat diikuti gadis yang tadi memperkenalkan dirinya sebagai Tiara.
"Halo!" sapa wanita itu.
Dengan kaku aku menjawab, "Halo juga."
"Kami menemukanmu tergeletak tak jauh dari pekarangan. Apa kau tersesat?"
"Aku... tidak tahu," jawabku setelah berpikir cukup lama.
Di luar dugaanku, wanita itu malah tersenyum dan menepuk kepalaku lembut. Aku tercengang karena tak biasanya ada orang lain selain Medusa yang melakukan hal seperti ini.
"Kalau begitu, apa kau ingat sesuatu tentangmu? Nama? Tempat tinggal? Atau apa saja yang kau ingat?"
Aku menggeleng. Tak mungkin aku menjawab bahwa aku berasal dari dunia sihir 'kan?
Wanita itu tersenyum tulus meski dalam matanya tersirat suatu kepedihan yang amat dalam.
"Maafkan saya. Saya tidak dapat mengingat semuanya."
"Tidak apa-apa. Mulai saat ini, kamu adalah bagian dari kami."
Aku merasa diriku lebih lega saat mendengar kalimat itu. Ini pertama kalinya dalam hidupku, ada seseorang yang mau menerimaku tanpa memandang aneh diriku.
***
Sejak saat itu, aku diperlakukan dengan normal, layaknya manusia biasa. Aku senang, karena aku bisa melakukan hal apa saja yang kumau, jauh dari penderitaan. Aku bersekolah, belajar, juga mengikuti klub drama bersama teman sekamarku, Tiara.
Ia mengajariku banyak hal, juga memberiku secercah harapan untuk melupakan masa laluku. Saat ini, aku adalah manusia biasa, bukan seorang manusia setengah iblis. Aku melupakan segala hal tentang pertarungan, pertumpahan darah, juga kekuatan anehku yang bisa mengubah segala sesuatu sesuai kehendakku.
Meski terkadang kekuatan itu sangat membantuku saat mengerjakan tugas sekolah, aku sama sekali tak ingin mengingat masa kecilku yang harus menggunakan kekuatan itu sebagai bentuk perlindungan diri. Aku memang bisa berubah menjadi apa pun. Aku bisa membohongi siapa pun. Tapi aku tak menginginkan itu. Aku tidak ingin hidup dengan bayang-bayang rasa bersalah dan penyesalan.
Tak hanya itu, aku juga mendapat banyak teman. Semuanya begitu baik padaku, tanpa ada satu pun dari mereka yang membenciku. Tak ada yang tahu, kalau aku merupakan makhluk campuran. Mereka hanya tahu, bahwa aku anak asuhan ibu panti. Semuanya berjalan lancar dan menyenangkan hingga aku dinyatakan lulus sekolah menengah atas.
Aku memutuskan untuk tinggal sendiri dan meninggalkan panti yang selama ini menjadi tempatku berpulang. Aku memutuskan pergi, karena aku juga tak ingin merepotkan ibu panti secara terus menerus, apalagi aku sudah dewasa. Aku belum memutuskan apakah aku akan kuliah atau tidak, tapi sepertinya, tinggal sendiri jauh lebih baik dibanding merepotkan ibu panti. Lagi pula, panti asuhan itu memiliki banyak pendatang baru. Cukup merepotkan apabila aku tetap tinggal di sana.
Memang tidak ada orang yang mengadopsiku sejak kecil. Aku tidak tahu mengapa, tapi hal seperti itu tidak menjadi masalah besar untukku. Yang penting, aku bisa hidup tenang tanpa diperbudak oleh orag tuaku sendiri. Aku bisa hidup sukses dan memiliki banyak teman. Aku sudah bisa bekerja sendiri dan memenuhi kebutuhanku sendiri. Itu sudah cukup.
Aku mengepak barang-barangku dan meninggalkan panti dengan sebuah koper besar. Barang-barangku memang tak terlalu banyak, karena sebagian besarnya sudah dipindahkan ke rumah kecil yang baru saja kubeli di daerah yang cukup terpencil. Ya, mau bagaimana lagi? Di sana harga rumah cukup murah, jadi aku menutuskan untuk membelinya.
Dan di sinilah aku. Rumah itu tak terlihat buruk, bahkan terlihat memuaskan. Taman di depan rumah juga membuat pemandangan depan rumahku ini menjadi lebih asri. Tidak ada yang salah, kan? Kalau aku menbeli rumah di sini.
Aku mulai membereskan barang-barangku dan menata rumahku seperti apa yang kumau. Tak memerlukan waktu banyak, karena kekuatan sihirku bisa membantuku untuk mengganti seisi rumah menjadi apa yang ada dalam imajinasiku dalam sekali sentuh. Ngomong-ngomong, aku hanya bisa menggunakan kekuatanku untuk mengubah barang. Entah bagaimana nasib kekuatan Controller ku, tapi semenjak aku masuk ke dunia manusia, aku tak pernah menggunakannya lagi. Jadi, yang bisa kulakukan dengan sihirku adalah dengan menggunakan kekuatan mengubah apa pun selama hidup di dunia ini.
Aku menghela napas dan merebahkan diri di kasur. Aku memajamkan mata dan sekelebat memori tiba-tiba datang dan membuatku gelisah. Entah mengapa, aku mendapatkan memori itu kembali. Memori yang telah lama kukubur dalam-dalam. Mengapa? Mengapa memori itu seolah menarikku kembali?
Aku menjerit tertahan sambil bersikeras melawan memori menyakitkan itu. Ayah yang kejam, ibu yang berwujud iblis...
Semuanya!
Satu pesan tiba-tiba saja sampai di dalam benakku.
"Luna, apakah kau ada di sana?"
Aku sangat mengenal suara ini...
Dia, masih hidup?!
************************************
Published : 3 Februari 2018Yo maaf aku terlambat update :"
Aku sedang bingung mau kubawa ke mana cerita ini, ditambah lagi, ku sedang dalam masa mengerjakan proyek yang deadline nya mepet juga.
Mohon maaf atas keterlambatan dan keanehan cerita ini.
Setelah selesai, akan kurevisi dengan baik.
Oh ya, buat yang bingung tentang usia Luna, aku akan menjelaskannya minggu depan, di chapter selanjutnya.
Sekian dan terima kasih.
Papay and see you next week ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]
FantasyCover by @Smalltown6 Piece of Magic series 1.5 Namaku Lunaria. Sebuah nama yang indah, untukku yang terlahir saat bulan purnama. Meski begitu, takdir hidupku tak seindah namaku. Semua orang membenciku dan aku pun sering melakukan hal-hal buruk, yan...