10

139 18 1
                                    

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah di sekolah menengah pertama. Setelah lulus sekolah dasar, lagi-lagi aku harus mengawasi Ryn. Aku melihat papan pengumuman pembagian kelas untuk mengetahui di mana kelasku. Entah takdir atau keberuntungan macam apa yang datang padaku, aku dan Ryn berada dalam kelas yang sama sehingga aku tak perlu repot-repot mengawasinya.

"Permisi, bisakah kau membantuku?"

Aku menoleh dan sedikit terkejut saat Tiffany yang mengajakku berbicara.

Mengapa dia di sini?

"Bantuan seperti apa?"

Ia menarik napas lalu mulai memperkenalkan dirinya. "Sebelumnya, perkenalkan aku Tiffany. Aku murid baru di sekolah ini jadi kurang tahu seluk beluk sekolah ini. Kalau aku tidak salah, kau murid yang ada di poster itu, kan?"

Aku menoleh ke arah yang ditunjuknya. Poster wajah penampilan para tokoh pada drama kelulusan sekolah dasar. Aku hampir menepuk dahiku keras-keras. Kenapa poster lama itu masih ditempel di sana?

"Aku Silvi, salam kenal. Kau di kelas apa?"

"Aku kelas 7 A."

Aku mengangguk. "Kalau begitu ayo. Kelasmu ada di pojok koridor kelas tujuh."

***

Aku menghela napas dan menaruh tasku di sebelah bangku yang kududuki. Sepertinya Ryn datang terlambat, jadi kuputuskan untuk menjaga tempat duduk di sebelahku sampai ia datang. Beberapa hari yang lalu, aku mendapat informasi dari akademi dunia sihir bahwa Ryn adalah bagian dari kami. Aku hanya mengangguk, pura-pura antusias dan tidak tahu. Padahal, selama ini aku yang bersama Ryn.

Juga kedatangan Tiffany yang dengan naifnya berkenalan denganku. Mengapa ia ke dunia manusia? Bukankah kekuatannya adalah Dream power?

Ada yang aneh di sini. Seharusnya, Tiffany tak perlu terjun ke dunia manusia karena kekuatannya cukup membantu untuk menjemput penyihir seperti Ryn melalui mimpi.

Kelas mulai ramai, sehingga aku tak bisa fokus dan hanya bisa menduga-duga alasan Tiffany yang turun tangan ke dunia manusia.

Seorang gadis yang tampak familiar muncul di ambang pintu. Tanpa sadar, kedua sudut bibirku terangkat. Aku melambaikan tanganku dan memberinya kode untuk duduk di sebelahku. Bertepatan dengan itu, bel masuk sekolah berbunyi.

***
Miss Clara memasuki kelas, dan seperti biasa, beliau menyuruh siswa baru untuk memperkenalkan diri.

Kami maju ke depan kelas dan memperkenalkan diri secara bergantian. Begitulah acara perkenalan yang super membosankan ini.

"Ryn, kau mau ikut ekskul apa kali ini?" tanyaku saat ia selesai memperkenalkan dirinya.

"Untuk apa? Sepertinya aku tidak memerlukannya," balasnya dengan nada datar.

"Kuharap kamu mau bersosialisasi kali ini. Kamu memiliki bakat menari kan? Sebagai contoh, kau pandai dalam bidang menari. Aku pernah melihatmu menari. Padahal kau memiliki potensi, sayang tidak dikembangkan."

Wajahnya berubah masam. Aku hampir menepuk dahiku karena salah mengucap kata. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku juga tidak bisa membiarkan diriku berteman dengannya yang selalu menutup diri seperti ini. Kalau dia tahu aku adalah musuhnya, aku yakin ia tak memiliki tempat berpulang untuk mendengar segala keluh kesahnya.

"Aku tidak ingin. Menari hanya sebuah hobi. Tidak ada yang perlu ditambah dan dikurangi."

"Ayolah, sekali-sekali kau harus berkenalan dengan orang lain. Jangan cuek kepada orang lain seperti ini. Aku yakin mereka pasti menyukaimu," bujukku lagi.

"Memiliki kegiatan selain belajar itu menyenangkan. Kau yakin tidak mau mendaftar?"

Ia membuang muka, enggan menatapku lagi.

"Ryn."

"Ya?"

"Ryn ... Apa susahnya sih mencari teman?"

"Aku tidak butuh dan mereka tidak butuh. Sudah jelas, kan? Tidak perlu bertanya lagi."

Dan dari jawaban itu, aku bisa sadar, kalau sebenarnya aku telah menyakiti perasaannya. Lebih dari apa pun.

***

Seperti biasanya, aku menyantap mi ayam bersama Ryn yang sibuk mendengarkanku mengoceh.

"Kalian sama-sama pendiam. Ia juga anak baru. Kalau kau berteman dengannya, mungkin bisa menjadi awal yang bagus untuk kita bertiga," ujarku yang hanya dibalas dengan helaan napas pasrah.

Biar kujelaskan sedikit, aku baru saja mendapatkan ide untuk  memperkenalkan Tiffany dengan Ryn.
Dengan begitu, Ryn akan semakin cepat berada di dunia sihir dan aku pun tidak perlu menanggung beban untuk menjalankan dua peran sekaligus.

Dan sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku.

Aku dapat melihat sosok Tiffany yang berjalan di ujung koridor menuju kantin. Dengan semangat, kulambaikan tanganku padanya dan memberinya kode untuk duduk bersama kami. Aku sedikit menggeser tempat dudukku agar Tiffany bisa duduk berhadapan dengan Ryn.

Ryn tampak tidak terima, meski ia berusaha tak menunjukkan perasaan itu. Ia tidak suka dihadapkan oleh orang asing.

"Itu anaknya ... Tiffany!" teriaknya sambil melambai-lambaikan tangannya antusias.

"Ayo Ryn, sambut dia. Ini Tiffany, siswa baru yang baru saja kuceritakan padamu."

Ia hanya mengangguk sekilas sambil terus memakan mi ayamnya.

Tiffany tampak tersenyum dan duduk di sebelahku, tepat di depan Ryn.

Mau tidak mau, akhirnya ia mendongakkan kepalanya untuk melihat Tiffany. Namun tidak sesuai dugannku, reaksinya justru membuatku khawatir. Ia nyaris terjungkal dari tempat duduknya dan wajahnya memucat. Ia bahkan nyaris tidak berkedip saat melihat Tiffany.

Ada apa ini?

"Ryn? Apa kamu tidak apa-apa? Wajahmu pucat sekali."

"Aku tidak apa-apa," balasnya cepat.

"Salam kenal ya, aku Tiffany," ujarnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Namaku Catherine. Bisa dipanggil Ryn," jawab Ryn pelan sambil menjabat tangannya ragu-ragu.

Aku tahu Ryn memang tidak suka berkenalan dengan orang asing. Tapi, reaksinya berbeda. Entah benar atau hanya perasaanku saja, Ryn lebih tampak kaget karena bertemu Tiffany, bukan karena takut berkenalan dengannya.

Dan tatapannya... seperti menyiratkan bahwa ia pernah bertemu dengan Tiffany.

Tapi mana mungkin?

************************************
Published : 30 Maret 2019

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang