06

153 22 0
                                    

"Dunia sihir? Apa?!"

"Ini sebagian dari rencana tersebut. Kuharap kau bisa melakukannya dengan baik."

***

Aku menimbang-nimbang alasan yang bisa kugunakan untuk tidak meneruskan rencana ayah. Aku masih mencari cara lain agar aku tak kembali ke dunia sihir-- maksudku, aku tak ingin meninggalkan dunia manusia.

Lagi-lagi, aku diharuskan untuk menyamar menjadi orang lain dan memerankan tokoh lain dalam alur cerita kehidupku. Aku memutar bola mata. Memikirkannya saja sudah membuatku muak.

Setelah berlatih kurang lebih tiga hari tanpa tidur, aku berhasil menghasilkan wajah baru dengan mencampurkan berbagai wajah manusia menjadi satu, hingga terbentuklah wajah seorang tokoh yang ironisnya sedang kuperankan di sini.

Aku menghela napas.

Ayolah, kamu pasti bisa! Kalau kau tidak menjalankan perintah ayah, Medusa akan berada dalam bahaya.

Dalam batin aku memperingatkan diriku sendiri. Yah, sepertinya memang tidak ada cara lain.

Portal terbuka di hadapanku sesaat setelah aku merapalkan mantra yang diajarkan oleh Medusa. Dengan satu tarikan napas, aku melangkah masuk dan segalanya menggelap.

***

Suara gesekan ranting dan semilir angin mengembalikan kesadaranku. Aku mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pandanganku dan menyadari bahwa aku telah berada di dimensi sihir.

Perasaan campur aduk antara kesedihan, senang, rindu, dan kecewa menerjangku. Aku telah kembali. Tentu saja itu fakta yang menggembirakan. Tapi, keadaannya tidak sama seperti dulu. Aku tak yakin, apa aku bisa menemui Medusa meski kami telah berada dalam dimensi yang sama.

Lamunanku buyar saat ada suara langkah kaki mendekat. Dengan siaga aku memperhatikan langkah kaki tersebut sampai pada akhirnya suara tersebut berhenti. Lebih tepatnya, langkah kakinya berhenti. Kuberanikan diri untuk menoleh. Aku mendapati seorang wanita dengan iris mata berwarna hijau juga rambut pirang yang tergerai hingga lutut.

Cantik, satu kata yang dapat kuutarakan untuk mendeskripsikan dirinya.

Setelah saling bertatapan selama beberapa detik, wanita itu menghampiriku. Aku bergerak mundur dan ia terus melangkah maju.

"Tidak perlu takut. Aku merasakan aura sihir darimu. Katalanlah, apakah kau seorang penyihir?"

Aku ingin tersenyum bangga, tapi segera kutahan diriku agar sudut bibirku tidak tertarik ke atas. Dengan wajah ketakutan, aku memberanikan diri untuk menjawabnya, "Aku... tidak tahu apa-apa."

Langkahnya berhenti dan ia berjongkok untuk dapat melihatku dengan jelas.

"Kalau begitu, kau manusia yang tidak sengaja masuk ke dalam portal?"

Aku mengangguk patah-patah. Entah apa yang ada di pikirannya, wanita itu malah tersenyum dan menepuk puncak kepalaku.

"Kalau begitu, ikutlah denganku. Kau adalah seorang penyihir. Akan kujelaskan padamu saat kita berada di akademi nanti."

Lagi-lagi aku memilih untuk tidak merespon agar aku terlihat kebingungan dan terkesan mengikutinya karena tidak ada pilihan lain. Wanita itu mengeluarkan sebuah sapu--entah dari mana-- lalu ia menaikinya layaknya seorang nenek sihir dengan sapunya-- yang sering kulihat dalam beberapa serial televisi.

Ia menepuk bagian belakang sapunya sebagai kode agar aku duduk di sana. Aku mengikuti perintahnya dan dapat merasakan sensasi baru menaiki sapu terbang.

Kali ini, aku merasa kagum tanpa harus membuat-buat ekspresi baru untuk mengelabui wanita di depanku. Singkatnya, rasa kagumku ini murni tanpa dibuat-buat. Lagi pula, aku tidak pernah menaiki wahana sapu terbang saat di dimensi manusia, juga di dimensi sihir sewaktu kecil.

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang