03

196 30 0
                                    

Aku hanya bisa menatap bingung, penyihir-penyihir lainnya yang berlalu lalang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku hanya bisa menatap bingung, penyihir-penyihir lainnya yang berlalu lalang. Bahkan, pasukan Iblis ada yang dilepas ke baris depan dinding kerajaan, entah untuk apa.

Tapi aku juga tidak sebodoh itu, untuk tidak menyadari suatu hal.

Setidaknya aku tahu, kerajaan tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.

"Luna, kau harus bersembunyi. Di mana pun itu, pokoknya, tidak boleh sampai ketahuan penyihir berjubah juga penyihir berseragam putih. Cukup bersembunyi, tanpa ikut campur tangan, kau mengerti?!"

Aku mengangguk patah-patah. Ekspresi Medusa sangat serius saat mengatakannya. Aku tidak berani membantah, apalagi melanggar perintahnya.

Medusa memberiku sebuah botol ramuan. Setelah itu, ia mendorongku untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Terdengar langkah kaki Medusa yang semakin mengecil, tanda ia telah melangkah menjauh.

Suara petir mulai bersahutan. Aku tak berani berkutik dan memilih untuk meringkuk di dekat jendela. Sebenarnya, aku sangat ingin mengintip dari jendela, tapi aku tak punya nyali untuk itu.

Ada apa?

Apa yang terjadi?

Berulang kali, pertanyaan seperti itu yang melintas di benakku.

Tiba-tiba saja, suara dentuman terdengar keras, sampai-sampai kaca jendelaku ikut bergetar hebat, akibat getarannya.

Aku menutup telinga, sambil merapalkan mantra sihir pelindung dengan reflek. Tiba-tiba saja, botol ramuan yang diberi oleh Medusa bergetar. Aku membuka tutupnya, menbuat ranuan tersebut keluar dan membentuk asap yang lebih terlihat seperti awan. Ada wajah Medusa di sana.

"Luna, kau dengar aku?"

Aku mengangguk kaku.

"Kalau kaca jendelamu pecah, atau ada yang memasuki kamarmu, segera minum ramuan ini dan ucapkan mantramu. Ramuan ini akan membuatmu tak terlihat. Saat mereka mencarimu, kuharap kau bisa keluar kerajaan tanpa terlihat dan menimbulkan jejak."

"Aku harus pergi ke mana?"

"Laksanakan perintah ayahmu. Kau bisa pergi ke mana saja, yang jauh dari kerajaan. Kalau kau menemukan portal dimensi, akan lebih baik kalau kau ke dimensi manusia."

"Tapi--"

"Waktuku tidak banyak, mohon mengertilah, Luna."

Air ramuan itu kembali masuk ke dalam botol. Salah satu kemampuan Medusa adalah membuat media cair sebagai alat komunikasi. Aku menghela napas. Kaca kamarku kembali bergetar. Suara dentuman dan teriakan juga terdengar saling bersahutan.

Ketukan di pintu terdengar. Tidak, itu bukan ketukan, melainkan sebuah usaha untuk membuka pintu secara paksa. Pikiranku mulai kalut. Dengan keringat yang bercucuran, aku membuka tutup botol ramuan dan mengucap mantra dengan patah-patah, lalu meminum seteguk dari ramuan tersebut.

Namun nihil. Ramuan itu tidak bekerja. Aku semakin panik. Kaca jendela pecah, dan pintu kamar terbuka lebar.

"Cari anak itu, di sini!"

Aku menahan napas di samping tempat tidur, dekat jendela. Aku kembali merapalkan mantra dengan benar lalu meneguk ramuan itu, sekali lagi.

"Tidak ada apa-apa di sini!"

"Sial! Baiklah, kita cari di ruangan lainnya."

Dan dari percakapan itulah, aku menyadari, ramuan itu telah berhasil membuatku tak terlihat.

***

Sambil mengatur napas, aku berjalan mengendap-endap keluar dari kamar dan berjalan di sepanjang lorong kastil. Aku tidak mau berpikir apa-apa lagi, selain memikirkan perintah Medusa yang menyuruhku untuk keluar dari tempat ini.

Ucapan sumpah serapah penyihir berseragam putih itu terdengar, saat aku berjalan melewati mereka. Aku hendak berhenti untuk sekadar mengintip mereka, tapi kuurungkan niatku dan segera meninggalkan tempat ini. Aku masih belum paham, mengapa aku yang dicari oleh mereka?

Tapi pertanyaan itu tak penting sekarang, aku harus segera pergi.

Langkah kakiku kupercepat, hampir berlari. Saat aku berhasil keluar dari kastil, pemandangan yang paling mengenaskan terlihat jelas. Darah ada di mana-mana, beserta mayat-mayat yang tergeletak di tanah begitu saja. Beberapa kawasan ada yang tertutup es. Di sebelah barat, kalau mataku tidak salah, ada badai salju besar.

Tak hanya badai es, ledakan pun juga terjadi di mana-mana, hingga api ledakan itu memercik ke sekelilingnya, disertai dengan tanah di bawahnya yang turut terlempar saat ledakan terjadi. Petir menyambar-nyambar, menambah kesan mengerikan, tentang apa yang kulihat saat ini.

Napasku tercekat, jadi inikah yang terjadi?

Bayangan Medusa melintas dalam benakku. Apa pelatihku itu baik-baik saja?

Tapi, aku segera ingat, kalau perintahnya adalah hal yang harus kulakukan saat ini. Maka, dengan berat hati aku melangkahkan kakiku menjauh dari tempat pertempuran, entah ke mana langkah kakiku membawa diriku pergi. Apalagi hari sudah menggelap, semoga kesempatanku untuk lolos lebih besar. Aku tak mau ketahuan dan berakhir mengenaskan seperti mayat-mayat di sana.

Aku berlari memasuki hutan, menjauhi medan pertempuran. Napasku terengah-engah dan langkah kakiku semakin lama terasa berat. Entah sudah berapa kilo meter aku berjalan sepanjang malam, hingga matahari kembali terbit tanda pagi telah datang. Aku memutuskan untuk beristirahat di batang pohon besar. Bertepatan dengan itu pula, ramuan sihir penghilangku ikut sirna. Kurasa waktu penggunaannya sudah habis. Aku menghela napas. Semoga aku tak bertemu dengan orang-orang jahat itu lagi.

Air mataku menetes perlahan, namun lama-lama, air mataku semakin deras dan membuatku sesenggukan. Aku mengusap mataku yang basah berulang kali sambil menenangkan diri. Aku merasa takut dan sebisa mungkin ingin melupakan segala hal yang baru saja kulihat.

Aku ingin berteriak, namun sepertinya tak bisa. Di tengah acaraku menangis, suara semak-semak membuatku kembali waspada. Sebisa mungkin, aku menahan tangisku dan berusaha untuk diam. Sepertinya, ada orang lain yang berada di sekitarku.

Tanganku menggenggam kain bajuku erat. Ramuan sihir penghilangku telah habis, lalu bagaimana caranya aku menyembunyikan diri. Ada sebuah langkah kaki mendekat, membuatku semakin merapatkan diri pada batang pohon tersebut. Namun, kalau aku tidak segera bertindak, pasti ada yang menemukanku.

Tiba-tiba saja, aku berhasil melihat sebuah portal di antara semak-semak belukar. Tanpa pikir panjang, aku menyentuh ranting di dekatku, lalu mengubahnya menjadi sebuah monster, meski benda tersebut bukanlah benda hidup. Tapi kurasa, hal ini cukup membuat orang tersebut enggan mendekati lokasiku. Dengan cepat kulangkahkan kakiku menuju portal dan dengan segenap keberanianku, aku memasuki portal tersebut.

Jantungku berdegup kencang. Aku memilih untuk menutup mataku karena pusing. Sesaat kemudian, kesadaranku hilang sepenuhnya.

************************************Published : 25 Januari 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

************************************
Published : 25 Januari 2019

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang