01

478 44 2
                                    

"Bukan seperti itu caranya bertarung!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bukan seperti itu caranya bertarung!"

Aku menghela napas sambil mengelap peluh yang sudah mulai bercucuran. Rasa sakit yang kurasakan setiap kali mengeluarkan sihir selalu membuatku ingin menangis setiap saat.

Hari ini, Aku berlatih sihir dengan Ayah karena pelatihku sedang ijin mengurusi ujian pada murid senior. Berbeda dengan pelatihku, ayah selalu memberiku materi yang berat dan menghukumku saat melakukan kesalahan. Ayah begitu kejam, tidak seperti pelatihku yang selalu tersenyum dan membantuku bangkit. Aku benci--

"Luna! Aku tidak menyuruhmu untuk melamun dan berdiam diri di sana! Waktumu mencoba sihir hanya dua menit. Sehabis ini, kau akan melawanku!"

Aku terperanjat kaget dan sesegera mungkin mengontrol sesuatu yang letaknya ada di dekatku. Jantungku berdegup cepat sekali, dan aku tak pernah mau mencoba untuk menatap langsung mata ayah. Aku terlalu takut, untuk melakukan hal sekecil itu.

"Waktu habis!"

Aku memejamkan mata dan mulai mempersiapkan diri.

Bayangan hitam pekat mulai menguar di sekitar tubuh ayah. Bayangan besar yang menakutkan, bagiku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Napasku tertahan. Hanya dengan melihat bayangan sebesar itu saja aku sudah takut, bagaimana nanti jika ayah memarahiku?

Saat bayangan tersebut mulai menyerang, sebisa mungkin aku menghindari serangan tersebut dan mencari benda apapun yang ada di sekitarku. Kebetulan, ada daun kering tak jauh dari tempatku berdiri. Segera saja, kusentuh daun tersebut dan menjadikannya sebuah lempengan besi, begitu pula dengan daun lainnya.

Setelah kurasa cukup, aku mulai mengontrol lempengan besi itu dan menyerang balik bayangan hitam milik ayah. Bayangan hitam itu sempat rusak dan membuat senyumku mengembang penuh kelegaan. Namun, bayangan-bayangan hitam lainnya mulai datang dan malah memojokkan keadaanku.

Aku kembali menyentuh apapun yang ada di sekitarku dan merubahnya menjadi lempengan besi. Salah satu diantaranya kugunakan dan menjadikannya sebuah pedang untuk melindungi diri. Aku berusaha menangkis serangan-serangan itu dengan susah payah. Beberapa bayangan itu sudah berhasil melukai lengan, kaki, dan wajahku. Aku meringis pelan sambil terus bertahan. Air mataku sudah ada di ujung mata, bersiap meluncur kapan pun setelah aku mengedipkan mata.

Walau aku sudah menangkis dan menciptakan tameng transparan berulang kali, kekuatan ayah sungguh maha dasyat. Aku sama sekali tak bisa mengimbanginya. Luka di tubuhku semakin bertambah akibat kelalaianku dan kepanikanku yang kian lama kian bertambah. Aku berusaha memutar otak, bagaimana caranya aku bisa kabur dari penyerangan ayah dalam keadaan seperti ini.

"Moris!"

Serangan itu tiba-tiba berhenti. Dengan napas tertahan aku jatuh terduduk sambil memegangi luka-luka di tubuhku yang mulai beregenerasi dan kembali seperti semula.

"Saya mohon izin, untuk mengambil alih materi hari ini."

Suara yang begitu kukenal, mengatakan hal tersebut pada ayah. Senyumku pun mengembang. Ia pelatihku, ia kembali untuk menyelamatkanku.

POM #1.5 Lunaria Evil [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang